Jika Buruh Ditinggal Kabur Pengusaha
Berita

Jika Buruh Ditinggal Kabur Pengusaha

Buruh mengusulkan pengusaha buat dana cadangan. Perlu menjadi syarat investasi.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Buruh garmen di Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat. Foto: RES
Buruh garmen di Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat. Foto: RES
Pemerintah telah membuka keran investasi seluas-luasnya. Berbagai regulasi yang selama ini dianggap menghambat direvisi. Perizinan dipermudah. Investasi meningkat. Namun, Pemerintah juga perlu memikirkan imbas jika perusahaan-perusahaan yang berinvestasi kolaps alias tutup. Buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal sudah sering terdengar.

Karena itu, Pemerintah perlu mempersiapkan kebijakan bagaimana melindungi buruh jika pengusaha kabur tak tentu rimba. Advokat publik LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian, menjelaskan buruh di industri garmen sudah mengalami nahas seperti itu. Para pekerja ditinggal pergi pengusaha.

Divisi Perburuhan LBH Jakarta mencatat kurun waktu satu tahun terakhir sedikitnya 200 buruh pabrik garmen asal Korea Selatan yang mengalami pailit kemudian pemiliknya kabur ke luar negeri. Menurut Oky, seharusnya Pemerintah bisa mencegah masalah itu agar tidak terjadi.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai lembaga yang mengurusi investasi diminta memperketat syarat-syarat yang harus dipenuhi investor asing. Setidaknya, ada syarat menjamin nasib buruh jika sewaktu-waktu perusahaan pailit atau kolaps.

Oky berharap buruh tidak dijadikan korban ketika perusahaan pailit atau mengalami masalah keuangan. “Sampai saat ini tidak ada syarat mengenai tanggung jawab investor terhadap buruhnya,” kata Oky dalam peluncuran buku ‘Potret PHK Massal Buruh Garmen’ di Jakarta, Rabu (24/08).

Kasi Pengawasan Norma Hubungan Kerja Direktorat Pengawasan Norma Kerja dan Jamsostek Kementerian Ketenagakerjaan, Erikson Sinambela, sering menemukan masalah pelaksanaan hukum ketenagakerjaan di perusahaan yang bergerak di bidang garmen. Terutama yang dimiliki oleh asing seperti Korea Selatan. “Kalau ada pengusaha yang kabur kami surati BKPM, kami ingatkan jangan hanya menerima investasi yang masuk saja tapi juga diteliti apakah modal yang dibawa besar atau kecil,” ujarnya.

Sebagai pengawas Erikson mengaku telah mengusulkan kepada Biro Hukum di Kementeriannya untuk mendesak BKPM agar menyaring investasi yang masuk ke Indonesia. Sehingga tidak melanggar aturan terutama ketenagakerjaan. Jika investasi yang masuk tidak diseleksi dengan baik, Kementerian Ketenagakerjaan akan terus jadi sasaran demonstrasi buruh yang ditinggal kabur pengusahanya.

Peneliti Akatiga, Indrasari Chandraningsih, melihat fenomena buruh yang ditinggal kabur pengusaha sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu di berbagai daerah di Indonesia. Diantaranya terjadi di Bandung yang sempat menjadi pusat industri garmen. Hal yang sama juga terjadi di Batam.

Untuk mengatasi masalah tersebut perempuan yang disapa Asih itu mencatat serikat buruh punya usulan yang kongkrit agar pemerintah membuat kebijakan kepada investor untuk membayar uang deposit. Sehingga uang itu nanti bisa digunakan diantaranya memenuhi hak-hak buruh yang diabaikan pengusaha. “Ini usulan kongkrit yang ditawarkan buruh kepada pemerintah,” tukasnya.

Asih menilai pemerintah saat ini seolah menjadikan investasi sebagai panglima. Berbagai kebijakan diterbitkan untuk memberi karpet merah kepada investasi seperti kemudahan perizinan dan keringanan pajak. Harusnya, kebijakan itu dibarengi dengan perlindungan terhadap hak-hak buruh dan keluarganya.

Ketua Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih, berpendapat ‘kabur’ digunakan sebagai salah satu cara curang yang jadi tren pengusaha, terutama yang berasal dari luar negeri. Saat bekerja di sebuah pabrik garmen milik pengusaha asal Taiwan pada tahun 2003, Jumisih juga pernah ditinggal kabur bosnya. “Masalah ketenagakerjaan yang ditinggalkannya itu sampai sekarang tidak selesai,” urainya.

Jumisih mencatat pengusaha yang kabur tiba-tiba jumlahnya cukup banyak. Di KBN Cakung-Cilincing dia menghitung ada 3 pabrik yang saat ini diduduki ribuan buruhnya karena pengusahanya kabur. Melihat kondisi itu Jumisih tidak tinggal diam, bersama serikat pekerja dia pernah mengusulkan kepada pimpinan KBN Cakung untuk menyeleksi investor yang masuk. Ironisnya, usulan itu tidak digubris. “Kami mendata ada sekitar 60 ribu buruh perempuan yang bekerja di pabrik-pabrik di KBN Cakung nasibnya diujung tanduk. Tinggal menunggu giliran ditinggal kabur pengusahanya,” papar Jumisih.

Sebagaimana kaum buruh lainnya, Jumisih berharap Pemerintah menerbitkan kebijakan untuk mencegah agar pengusaha tidak kabur begitu saja tanpa menyelesaikan kewajibannya kepada pekerja. Ia mengusulkan agar pengusaha yang berinvestasi untuk menyiapkan dana cadangan yang dibayar di muka kepada pemerintah untuk disimpan. Uang itu digunakan sebagai jaminan untuk melindungi buruh ketika ada masalah ketenagakerjaan. “Harus ada aturan agar pengusaha bayar deposit kepada pemerintah,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait