WALHI-ASP Gelar Eksaminasi Putusan PTUN Terkait CPI
Berita

WALHI-ASP Gelar Eksaminasi Putusan PTUN Terkait CPI

Hasil eksaminasi ini nantinya akan menjadi bahan masukan analisis hukum WALHI.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan serta Aliansi Masyarakat Pesisir (ASP) menggelar eksaminasi putusan atau membedah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar terkait kasus reklamasi Central Point of Indonesia (CPI) yang dianggap berat sebelah.

"Tim Majelis Eksaminasi sudah terbentuk untuk membedah putusan hakim tersebut. Semua majelis sementara merampungkan hasil telaah putusan PTUN Makassar terhadap gugatan Walhi Sulsel terkait pokok perkara Izin Pelaksanaan Reklamasi CPI," kata Direktur Walhi Sulsel, Asmar Exwar, di Makassar, Kamis (25/8).

Majelis Eksaminasi tersebut yakni Mas Achmad Santosa selaku praktisi hukum dan pakar hukum lingkungan, DR Hamzah Baharuddin selaku akademisi dari Pasca Sarjana UMI, serta Herlambang P Wiratraman selaku akademisi dari Universitas Airlangga Surabaya.

Eksaminasi ini dilakukan terkait dengan putusan majelis hakim PTUN Makassar terhadap objek perkara Izin Pelaksanaan Reklamasi dan Izin Lokasi Reklamasi, subtansi kerusakan lingkungan serta tenggang waktu dilakukan gugatan.

Selain itu, majelis eksaminasi juga mendapat masukan dari berbagai kalangan. Dalam sidang majelis eksaminasi membahas situasi yang berkembang dalam proses persidangan, subtansi dan amar putusan hakim PTUN.

Masukan tersebut dari praktisi hukum seperti Adnan Buyung Azis, Abdul Azis, Zulkifli Hazanuddin, kalangan LSM, Asram Jaya sebagai Koordinator FIK Ornop, Abdul Mutthalib, sebagai Direktur ACC, Abdul Karim juga Direktur LAPAR dan Yusran sebagai Direktur Blue Forest.

"Kegiatan eksaminasi atau bedah putusan PTUN Makassar terhadap gugatan WALHI Sulsel atas pokok perkara Izin Pelaksanaan reklamasi CPI penting dilakukan oleh Aliansi Selamatkan Pesisir. Ada beberapa celah yang kita lihat dalam putusan tersebut dan ini yang harus dilihat secara bersama-sama dalam kerangka menguji amar putusan tersebut," katanya.

Majelis eksaminasi yang telah terbentuk ini, tambahnya, sedang bekerja merampungkan hasil analisis putusan. Hasil eksaminasi ini nantinya akan menjadi bahan masukan analisis hukum WALHI. (Baca Juga: Kalah di PTUN, WALHI Ajukan Banding Sengketa Reklamasi CPI)

Di samping itu, publik akan bisa melihat secara lebih jelas putusan PTUN Makassar atas gugatan WALHI Sulsel terkait pokok perkara Izin Pelaksanaan Reklamasi hingga di tingkat banding nantinya.

Sebelumnya, kasus reklamasi di pantai barat Kota Makassar, dimana pembangunan Kawasan Bisnis Global Terpadu yang didalamnnya juga terdapat proyek Centre Point of Indonesia (CPI), telah mendapat perhatian publik, tidak hanya di Makassar tapi juga meluas secara nasional.

Proyek reklamasi pembangunan CPI atau nama lain COI direncanakan seluas 157,23 hektare. Pembangunan CPI telah dimulai sejak 2009 dan efektif berjalan pada 2013, sepanjang pembangunannya telah banyak mendapat sorotan publik karena proses dan dampaknya yang dianggap merugikan masyarakat dan daerah serta menimbulkan masalah lingkungan, ekonomi dan sosial.

Hingga pada Januari 2016, ASP melalui WALHI Sulsel melakukan gugatan legal standing terhadap izin pelaksanaan reklamasi yang dikeluarkan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan pada November 2013 dengan nomor, 644/6273/TARKIM. Proses penanganan perkara melalui sidang-sidang di PTUN Makassar telah berjalan efektif terhitung sejak Februari-Juli 2016.

Namun pada 28 Juli 2016, PTUN Makassar melalui hakimnya telah memutuskan tidak menerima gugatan WALHI Sulsel karena dianggap cacat formil.

Dalam amar putusan ini terjadi perbedaan pendapat diantara majelis hakim atau dissenting opinion. Hakim anggota I, Joko Setiono menerima dan mendukung gugatan WALHI, sedangkan hakim anggota II, Fajar Wahyu Jatmiko dan Ketua Majelis tidak menerima.

Ketua Majelis Hakim, Teddi Romyadi akhirnya memutuskan bahwa gugatan WALHI telah kadaluwarsa, melewati batas waktu 90 hari masa pengajuan gugatan terhadap objek perkara.

Selain itu majelis hakim juga berdalih dengan menyatakan bahwa tidak terjadi kerusakan lingkungan sehingga Walhi tidak dapat mewakili kepentingan publik karena tidak ada pihak yang dirugikan.

Sementara pandangan WALHI Sulsel dan ASP, bahwa kerusakan lingkungan di pesisir Makassar jelas-jelas telah terjadi, nampak dari perubahan bentang alam dan kesaksian nelayan serta masyarakat pesisir dan pulau Lae Lae disampaikan saksi fakta.

Informasi lengkap terkait perizinan CPI yang diterima WALHI Sulsel adalah dari dokumen yang diserahkan oleh pemerintah provinsi dalam kurun waktu kurang dari 90 hari, sehingga proses gugatan harusnya bisa diterima oleh PTUN setempat.

Tags:

Berita Terkait