Wewenang Mendagri Batalkan Perda Dipersoalkan
Berita

Wewenang Mendagri Batalkan Perda Dipersoalkan

Menyasar Pasal 251 UU Pemda.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Perda. Sumber: Hukumpedia.com
Ilustrasi Perda. Sumber: Hukumpedia.com
Beberapa waktu lalu, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah membatalkan sekitar (Perda) provinsi atau kabupaten/kota yang tentunya berdampak luas bagi jalannya roda pemerintahan di daerah. Kewenangan membatalkan Perda ini memang diatur Pasal 251   tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).   Namun, wewenang pembatalan Perda oleh Mendagri ini dinilai masih mengandung persoalan konstitusionalitas. Atas dasar itu,   Pasal 251 ayat (1) UU Pemda menyatakan, Sedangkan Pasal 252 ayat (1) menyebutkan,      

Karena itu, pembatalan ribuan Perda yang sudah dilakukan Mendagri jelas-jelas inkonstitusional. Sebab, kewenangan membatalkan Perda sejatinya milik Mahkamah Agung (MA) sesuai Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang (judicial review). Apalagi, Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ditegaskan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota termasuk hierarki peraturan perundang-undangan.

“Kewenangan ‘pembatalan’ dalam Pasal 251 UU Pemda harus dimaknai ‘proses pengujian terlebih dahulu’ (preview) dan menguji dan membatalkan (review) Perda wewenang MA,” pintanya.
1.765 Peraturan DaerahUU No. 23 Tahun 2014

Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) mempersoalkan Pasal 251 UU Pemda ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Sudah didaftarkan pengujian Pasal 251 UU Pemda waktu lalu, tetapi belum disidang karena belum diregister,” ujar Dewan Pembina FKHK Victor Santoso Tandiasa saat dihubungi, Jum’at (26/8).

“Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri”. “Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4), dikenai sanksi.”

Victor menilai munculnya wewenang pembatalan Perda oleh Mendagri berangkat dari dianutnya konsep sistem Negara Kesatuan yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Pemahaman ini merupakan sesat pikir yang mesti diluruskan MK. Dia mengutip pernyataan Presiden Jokowi di beberapa media massa yang menyatakan pembatalan Perda tidak perlu dikaji, tetapi langsung dibatalkan.

“Pernyataan ini sesat pikir dalam berkonstitusi, seharusnya ada dasar yuridis dan sosiologis ketika membatalkan Perda,” kata dia.

Menurutnya, konsep pengawasan pemerintah pusat hanya sebatas preview terhadap Rancangan Perda sebelum diundangkan, bukan membatalkan Perda yang sudah disahkan Pemerintahan Daerah (Kepala Daerah dan DPRD). “Seharusnya saat masih Ranperda disitulah control pemerintah pusat cq Kemendagri mengevaluasi dan sinkronisasi terhadap peraturan yang lebih tinggi,” kata Victor.
Tags:

Berita Terkait