Ketika Lagu ‘Tanah Airku’ Bergema di Ruang Oemar Senoadji
Utama

Ketika Lagu ‘Tanah Airku’ Bergema di Ruang Oemar Senoadji

‘Di tubuh mereka mengalir darah Indonesia’.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Anak-anak hasil perkawinan campuran. Foto: MYS
Anak-anak hasil perkawinan campuran. Foto: MYS
Aula yang menampung 150-an orang tamu itu riuh oleh tepuk tangan yang membahana. Tamu-tamu kehormatan seperti mantan Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awaludin, dan mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Jalal ikut memberikan aplaus begitu lagu ‘Tanah Airku’ ciptaan Ibu Sud selesai dinyanyikan.

“Tanah airku tidak kulupakan//kan terkenang selama hidupku//Biarpun saya pergi jauh//tidak kan hilang dari kalbu.

Tanahku yang kucintai//engkau kuhargai.

Walaupun banyak negri kujalani//yang masyhur permai dikata orang//tetapi kampung dan rumahku//di sanalah kurasa senang//Tanahku tak terlupakan//Engkau kubanggakan.

Tepuk tangan pengunjung ditujukan kepada para  penyanyi yang berbaris rapi dengan pakaian adat warna warni yang memperlihatkan heterogenitas masyarakat Indonesia. Mereka bukan artis cilik dan remaja yang sedang naik panggung untuk acara televisi. Para penyanyi itu adalah anak-anak hasil perkawinan campuran WNI dan WNA yang tampil memperingati Satu Dasawarsa UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, di Jakarta, Kamis (25/8).   

Sebelumnya, ketika anak-anak itu menyanyikan lagu Indonesia Raya, suasana khidmat menyelimuti ruang Oemar Senoadji, di lantai 18, gedung Kementerian Hukum dan HAM. Pun ketika Tobias Hartmann dan Jelita Clough, dua dari belasan anak yang di panggung itu, membacakan puisi ‘Syukur Kami’ yang ditulis seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Haris, mengakui meminta khusus lagu ciptaan Ibu Sud itu dinyanyikan. Ceritanya, ketika bertemu pengurus Perkawinan Campuran (Perca) Indonesia, Freddy meminta lagu itu dinyanyikan karena sangat pas dengan status anak-anak hasil perkawinan campuran. Meskipun lahir dan tinggal di negara lain dan jauh dari Indonesia, anak-anak hasil perkawinan itu tetap mencintai Indonesia.

Masalahnya, anak-anak hasil perkawinan campuran masih menghadapi sejumlah kendala. Mereka yang masih berusia di bawah usia 18 tahun masih berstatus kewarganegaraan ganda. Memilih salah satu warga negara, ayah atau ibunya, tak mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan baik oleh anak maupun kedua orang tuanya.

Karena itu, Juliani W. Luthan, Ketua Umum Perca Indonesia berharap Pemerintah membuat regulasi yang lebih memudahkan bagi pasangan kawin campur dan keturunan mereka. Juliani mengingatkan meskipun salah satu orang tua anak-anak blasteran adalah WNA, di dalam tubuh mereka tetap mengalir darah Indonesia.

Karena itu, Juliani berharap Pemerintah seharusnya tak mempersulit mereka memperoleh status WNI baik melalui mekanisme pendaftaran kewarganegaraan ganda maupun naturalisasi. “Di dalam tubuh mereka mengalir darah Indonesia,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait