Lembaga Penegak Hukum Tak Lepas dari Skema Penghematan Anggaran
Berita

Lembaga Penegak Hukum Tak Lepas dari Skema Penghematan Anggaran

BNN dan MA mendapatkan beban pemangkasan anggaran paling besar.

Oleh:
CR-20
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.8 Tahun 2016 tertanggal 26 Agustus 2016, Presiden Joko Widodo menginstruksikan 85 Kementerian/Lembaga (K/L) untuk melakukan langkah-langkah penghematan dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2016.

Penghematan anggaran melalui APBN-P ini merupakan yang kedua kali pada tahun 2016. Pada Mei lalu, Presiden Jokowi telah meneken Perpres yang berisi penghematan anggaran K/L jilid I. Penghematan yang dilakukan senilai Rp50,02 triliun dari total alokasi anggaran K/L Rp784,1 triliun. Dalam penghematan anggaran K/L jilid II ini, berdasarkan data yang dirilis di situs resmi Setkab, Senin (29/8), anggaran yang dipangkas dari 85 K/L adalah sebesar Rp64,7 triliun. Sesuai arahan Presiden, penghematan anggaran ditujukan untuk program yang dianggap tidak prioritas.  

Dari lampiran Inpres No.8 Tahun 2016, tertuang rincian dana penghematan dari masing-masing K/L, di mana penghematan terendah ditujukan pada PPATK yakni sebesar Rp2,744 miliar. Sementara penghematan tertinggi dibebankan kepada Kementerian Pertahanan, yakni sebesar Rp7,933 triliun. (Baca Juga: Rincian Pemangkasan Anggaran Sesuai Instruksi Presiden Jokowi)

Lembaga penegak hukum juga tidak terlepas dari skema penghematan anggaran. Tercatat ada beberapa lembaga penegak hukum yang dipangkas anggarannya berdasarkan Instruksi Presiden. Pemangkasan terbesar dibebankan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yakni sebesar Rp550,908 miliar. Disusul oleh Badan Narkotika Nasional, yakni sebesar Rp459,400 milliar.

Anggaran Mahkamah Agung juga dipangkas sebesar Rp192,536 miliar. Kejaksaan Agung juga dipaksa berhemat sebesar Rp18,031 milliar. Komisi Pemberantasan Korupsi pun tidak terlepas dari rencana penghematan anggaran, besaran anggaran KPK harus dipangkas sekitar Rp13,001 milliar. Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial juga harus melakukan penghematan anggaran masing-masing sebesar Rp10,849 miliar dan Rp3,873 miliar.

Yang menarik, dari pemangkasan anggaran terhadap lembaga penegak hukum adalah BNN dan MA yang mendapatkan beban pemangkasan anggaran paling besar. Seperti diketahui, dua lembaga penegak hukum ini tengah berada dalam sorotan publik karena indikasi kasus korupsi yang menjerat kalangan pejabat terasnya. (Baca Juga: Polri Urutan Ketiga Institusi Penerima Anggaran Terbesar di RAPBN 2017)

Direktur Eksekutif Indonesia Budgetting Center, Roy Salam, berpendapat pemotongan anggaran BNN dan MA tidak terkait kasus yang tengah disorot publik. Dia menduga pemotongan ini sudah melalui pertemuan antara Kementerian Keuangan dengan Sekjen di lembaga terkait. “Pemotongan dilakukan supaya budget lebih realistis dengan target,” katanya kepada hukumonline.

DIa menjelaskan, tujuan utama dari penghematan anggaran adalah untuk mengurangi defisit anggaran. Penghematan dilakukan untuk menyusun kembali anggaran berbasis kinerja karena anggaran merupakan instrumen untuk mencapai target berdasarkan prioritas.

“Presiden memberikan guidance yang berisi prioritas pembangunan. Arahan Presiden ini kemudian diterjemahkan oleh kementerian terkait dalam penyusunan program. Artinya, penyusunan program di kementerian dan lembaga terkait harus sesuai dengan prioritas yang ditentukan Presiden,” ujar Roy.

Untuk diketahui, perubahan anggaran berdasarkan pada prioritas pembangun, didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No.90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Dari peraturan induk ini, kemudian Menteri Keuangan akan mengeluarkan Peratuan Menteri Keuangan yang berisi petunjuk teknis dalam melakukan perubahan anggaran.

Berdasarkan Pasal 7 PP No.90 Tahun 2010, Kementerian/Lembaga mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan berdasarkan arahan Presiden mengenai prioritas pembangunan. Hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang berjalan akan digunakan untuk menyusun rencana Inisiatif Baru dan indikasi kebutuhan anggaran yang disampaikan kepada BAPPENAS dan Kementerian Keuangan.

Kedua lembaga inilah yang berwenang untuk melakukan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan, serta mengkaji usulan Inisiatif Baru, serta melakukan analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi berdasarkan indikasi kebutuhan dana yang diperlukan.

Sekadar catatan, dari 87 K/L yang seharusnya dibebankan penghematan anggaran, ada tiga K/L yang tidak memperoleh penghematan APBN-P 2016 jiid II, yaitu MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Roy Salam menjelaskan bahwa evaluasi anggaran berjalan juga dilakukan oleh DPR, karena DPR juga memiliki fungsi budgeting. “Barangkali penyusunan anggaran di K/L tersebut sudah kredibel. Namun tidak menutup juga kemungkinan akan adanya lobby politik antara Pemerintah dan DPR,” pungkas Roy.

Tags:

Berita Terkait