Kapolri: Waspadai Potensi Konflik Terkait SDA
Berita

Kapolri: Waspadai Potensi Konflik Terkait SDA

Hasil kekayaan alam harus dinikmati masyarakat sekitar.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Pengelolaan SDA berpotensi menimbulkan konflik. Foto: SGP
Pengelolaan SDA berpotensi menimbulkan konflik. Foto: SGP
Konflik tenurial terus berulang. Hubungan tak baik antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar berpotensi menimbulkan konflik berkepanjangan. Konflik akibat pengelolaan sumber daya alam sangat mungkin terjadi di daerah-daerah yang memberikan banyak izin kepada perusahaan perkebunan atau pertambangan. Apalagi jika izin-izin diberikan kepala daerah secara melanggar hukum, seperti suap.

Riau bisa dijadikan contoh. Tiga orang gubernur di provinsi ini kesandung karena perbuatan melanggar hukum, yakni terjerat perkara korupsi. Beberapa bupati di provinsi ini juga mengalami nasib serupa.   

Tidak mengherankan jika dalam kunjungannya ke Riau, Senin (29/8), Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta segenap perangkat pemerintahan di Provinsi Riau mewaspadai potensi konflik sumber daya alam (SDA) di daerah yang kaya hasil alam tersebut.

Kapolri mengatakan SDA yang luar biasa dimiliki Riau harus dapat betul-betul menunjang dan mendorong kesejahteraan masyarakat. Jika terealisasi, dia optimistis masyarakat Riau lebih maju dan sejahtera daripada masyarakat daerah lain di Indonesia. "Tapi sebaliknya kalau SDA tidak terdistribusi secara merata dan masyarakat tidak merasakan hasilnya maka yang terjadi adalah potensi konflik bahkan perlawanan. Itu yang kita waspadai," katanya.

Dia mengemukakan Riau yang salah satu provinsi terkaya di Sumatra dan Indonesia, di satu sisi memberikan berkah bagi masyarakat Riau, tetapi di sisi lain bisa menjadi potensi konflik jika tidak dikeloa dengan baik. "Ibarat pepatah ada gula ada semut, maka di Riau banyak gulanya dan semut akan datang," katanya.

Semut itu mulai masyarakat lokal sampai pendatang sehingga pengelolaan SDA yang tidak pas akan menimbulkan masalah, mulai dari masalah lingkungan, sengketa lahan antara perusahaan perkebunan versus masyarakat adat, ulayat, atau lokal.

Belum lagi potensi konflik dari masyarakat yang makin heterogen karena banyak pendatang. "Muncul dikotomi lokal versus pendatang, ini yang membuat kalau tidak dikelola dengan baik potensinya justru menjadi gangguan. Justru di tempat yang tidak ada potensi alamnya mungkin potensi konflik jadi kecil karena tidak ada yang diperebutkan, tapi ketika potensinya yang luar biasa tentu menjadi perebutan," katanya.

Meski begitu dia mengatakan tidak semuanya berada di bawah kewenangan pemerintah daerah, karena masih ada pemangku kepentingan lain, seperti permasalahan keamanan oleh kepolisian dan pertahanan oleh Tentara Nasional Indonesia.

Oleh karena itu, Kapolri mengajak semua komponen masyarakat untuk bersinergi dan bekerja bersama antara forum komunikasi kepala daerah pada semua tingkatan sampai ke bawah, sekaligus dengan tokoh masyarakat.

Ia mengatakan semua harus disinergikan meskipun tidak gampang karena makin banyak orang makin banyak kepala sehingga makin banyak perbedaan. "Bagaimana menyamakan persepsi sehingga semua pihak semua tataran provinsi sampai kecamatan bersinergi bersama. Kata itu mudah disebutkan, tapi praktiknya seringkali sulit. Kunci utamanya adalah menjalin komunikasi, baik secara formal maupun informal dan tidak bekerja sendiri. Tapi yang informal lebih efektif," ujarnya.
Tags:

Berita Terkait