Tiga Kubu PERADI Bersatu untuk Pro Bono
Berita

Tiga Kubu PERADI Bersatu untuk Pro Bono

Semua advokat perlu menyadari bahwa melakukan pro bono adalah bentuk gaya hidup bukan sebagai charity.

Oleh:
Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Foto: HAG
Foto: HAG
Pro bono atau bantuan hukum yang menjadi kewajiban bagi advokat di Indonesia masih memiliki beberapa kendala, salah satunya penerapan sanksi administrasi yang harusnya dijatuhkan oleh asosiasi advokat. Sayangnya, saat ini Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) tengah terpecah menjadi tiga kubu. Sehingga pengawasan kewajiban pro bono bagi advokat menjadi sulit. Namun, dalam acara ASIA Pro Bono FORUM yang diselenggarakan Pilnet di Bali, perwakilan 3 kubu PERADI bersedia bersama-sama melaksakan pro bono.

“Bicara ideal adalah sebenarnya bersatu kembali, seperti yang kita katakan tadi seharusnya kita bisa menjangkau Indonesia. Distribusi advokat akan menjadi kunci pro bono. Itu menjadi mungkin kalau kita melakukan lagi. Wadah tunggal adalah kebutuhan. Sambil menunggu kita membuka dengan aksi nyata, misalnya mebuat counseling 1000 advokat dari tiga kubu. Kita mulai dari situ, kita mendorong advokat untuk membantu orang miskin yang membutuhkan,” ujar Rivai Kusumanegara dari PERADI Kubu Fauzie Hasibuan, di Bali, (30/8).

Menanggapi pernyataan Rivai tersebut, Sugeng Teguh Santoso, dari PERADI Kubu Luhut Pangaribuan menyatakan sangat mengapresiasi apabila pihak PERADI Fauzie ingin bersatu dalam hal pro bono. Pasalnya, sebelumnya pihaknya sudah melakukan rekonsiliasi beberapa waktu lalu dengan PERADI Kubu Juniver Girsang dalam tiga hal, yaitu untuk membentuk standar advokat, mengenai dewan kehormatan yang sama, dan mempersiapkan untuk membentuk wadah tunggal.

“Enam bulan lalu kami sudah tanda tangan rekonsiliasi untuk membentuk standar profesi, dewan kehormatan yang sama, pembentukan wadah yang tunggal. Kalau Rivai merespon ini cocok tinggal kita buat deklarasi, apakah anda bisa membuat dan meyakinkan ketua anda untuk bersama-sama melakukan ini,” ujar Sugeng.  

Sugeng juga menjelaskan mengenai pro bono yang harus dilakukan oleh advokat di Indonesia bisa dilaksanakan secara sendiri-sendiri, namun dengan kesepakatan konsep yang sama. Yaitu dengan menjadikan pro bono sebagai syarat admintratif ketika advokat ingin melakukan perpanjangan kartu advokat. (Baca Juga: Penerapan Kewajiban Pro Bono Terhambat Konflik Organisasi Advokat)

“Sesungguhnya kalau cuma pro bono kita bertiga sepakat, bahkan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Sekarang konsepnya adalah saya mengusulkan bahwa pro bono yang diberikan harus dijadikan istrumen adminitratif. Jadi setiap advokat harus memenuhi syarat itu untuk memperpanjang kartu advokatnya. Jadi, itu bisa mendorong advokat untuk menangani pro bono. Jadi, dia bisa dikondisikan,” ujar Sugeng.

“Kalau mau rekonsiliasi justru ialah keinginan dari para pimpinannya. Kami kan dengan Juniver Girsang sudah membuat rekonsiliasi dan membuat deklarasi: standart profesi, dewan kehormatan dan persiapan organisasi ke depan. Apakah Fauzie mau dan mampu untuk duduk bersama dengan kita. Itu suatu pertanyaan yang harus dijawab oleh kita. Harusnya semua berkomitmen untuk itu, kalau ke depan kami akan mendorong untuk menjadi syarat adminitratif. Dalam rakernas akan kami canangkan,” tambahnya.

Dalam kesempatan tersebut, Wayan Purwita, dari PERADI Kubu Juniver menjelaskan bahwa memang dibutuhkan oleh semua advokat untuk menyadari bahwa melakukan pro bono adalah bentuk gaya hidup bukan sebagai charity.

“Ini menjadi tantangan bagaimana nasib ke depan bahwa pro bono adalah gaya hidup. Bagaimana peran organisasi advokat untuk mengedukasi bahwa mereka sadar memiliki amanah untuk melakukan pro bono dan bukan sekedar charity,” ujarnya.

“Ini menjadi tidak efektif karena PERADI pecah sehingga gampang advokat untuk lari dari tanggungjawab, memang dibutuhkan pengawasan dari PERADI agar advokat benar-benar melakukan pro bono,” lanjut Wayan.

Untuk diketahui, sebelumnya PERADI telah memiliki aturan yang mewajibkan seorang advokat memberikan kerja pro bono minimal 50 jam per tahun. Sayangnya, ada beberapa kendala yang masih menghadang.

Dalam Index of Pro Bono 2016 yang dirilis oleh TrustLaw, hanya satu lawfirm di Indonesia yang tercatat memberikan layanan pro bono secara struktural. Sementara itu, negara di kawasan Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam, Thailand, dan Singapura cukup mencuri perhatian. (Baca Juga: Hanya Satu Law Firm Indonesia Masuk Pro Bono Index 2016)

Singapura misalnya, tercatat ada 15 kantor hukum dalam Index of Pro Bono 2016. Hampir 30% advokat di sana melakukan pro bono minimal 10 jam per tahun. Survey TrustLaw mensinyalir bahwa kondisi ini didukung oleh sistem yang cukup apik dalam menerapkan kewajiban pro bono yang harus selalu dilaporkan oleh para advokat di Negeri Singa itu dalam proses permohonan lisensi.

Tags:

Berita Terkait