Sengkarut Perkara Izin Tambang Gubernur Sultra
Berita

Sengkarut Perkara Izin Tambang Gubernur Sultra

Berdasarkan data yang diperoleh KPK per Agustus 2016, ada sekitar 3772 IUP minerba yang berstatus non clean and clear (CnC) dari total IUP 10172.

Oleh:
Novrieza Rahmy
Bacaan 2 Menit
Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kediaman Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Foto: RESmisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kediaman Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kediaman Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Foto: RESmisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kediaman Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Foto: RES

Perkara dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) yang menyeret Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam menguak sejumlah permasalahan pertambangan di Sultra. Mulai dari penurunan status kawasan hutan lindung menjadi produksi, sengketa lahan, hingga dampak lingkungan.

Sepanjang 2009-2014, Nur Alam diketahui telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT AHB selaku perusahaan penambang nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sultra.

Sebagaimana Laporan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia yang dilansir Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2012-2013, PT AHB yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh PT Billy International, mendapatkan kontrak IUP untuk jangka waktu 20 September 2010-25 Juli 2030.

Pengkampanye Komoditi Nikel Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sahrul mengatakan, nama PT AHB sendiri tidak asing di kalangan masyarakat Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, khususnya di Desa Pongkalero. Sebab, lokasi penambangan PT AHB berada di Desa Pongkalero dan sejak dulu telah menjadi sorotan. 

"“Kalau pemberitaan media lebih menyorot pada persoalan PT AHB yang diduga memberikan uang (kepada Nur Alam). Kami tidak menyorot persoalan yang disampaikan tadi, hubungannya dengan Menteri Kehutanan yang waktu itu dijabat Zulkifli Hasan,”" katanya dalam acara diskusi di KPK, Selasa (30/8). (Baca juga: Ombudsman: Harta Gubernur Nur Alam Harus Disita)

Sahrul menjelaskan, pada tahun 2010, Nur Alam merevisi tata ruang provinsi Sultra. Salah satu perubahan yang diusulkan dalam revisi tata ruang tersebut adalah menurunkan status status kawasan hutan, dari hutan lindung menjadi hutan produksi. Perubahan status pun dikuatkan oleh Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan tahun 2011.

Kawasan hutan produksi di Provinsi Sultra pun mengalami perubahan luas berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.465/Menhut-II/2011 tanggal 9 September 2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan dan Perubahan Antar Fungsi Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. 

Tags:

Berita Terkait