Pemerintah Didesak Bekukan Perusahaan Pembakar Hutan
Berita

Pemerintah Didesak Bekukan Perusahaan Pembakar Hutan

Namun mesti melalui proses peradilan, meski belum memuaskan para pencari keadilan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Pemerintah diminta bertindak tegas dengan membekukan perusahaan pelaku pembakar hutan dan lahan. Tak saja membekukan, pemerintah pun mesti mengumumkan ke publik nama perusahaan tersebut. Setidaknya, selain jeratan sanksi hukuman pidana, hukuman sosial pun dapat dikenakan terhadap perusahaan pelaku pembakar hutan. Kiranya, hal itu menjadi harapan semua masyarakat.

Anggota Komisi IV DPR Akmal Pasluddin mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mesti garang terhadap perusahaan pelaku pembakar hutan. Garang tak saja terhadap pelaku perseorangan, namun korporasi mesti di ganyang ketika terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan. Membekukan perusahaan pelaku pembakar hutan tak saja terhadap pelaku pembakar di tahun 2016, namun tahun sebelumnya pun wajib diberlakukan hal serupa.

“Saya sejak awal tahun 2015 selalu mengingatkan kepada pemerintah di berbagai forum baik kenegaraan maupun non formal, agar masalah kebakaran ini menjadi sebuah program pengendalian utama kementerian kehutanan karena bila berhasil merupakan sebuah prestasi besar kinerja pemerintah”, ujarnya di Gedung DPR, Rabu (31/8).

Berdasarkan catatan Akmal, setidaknya kebakaran hutan di periode 2015 merupakan bencana terburuk sepanjang 15 tahun terakhir. Maklum saja, asap mengepul selama kurang lebih satu bulan lebih. Dampaknya, aktivitas masyarakat terganggu di wilayah Sumatera dan Riau. Oleh karena itu, peristiwa kebakaran hutan dan lahan menjadi peringatan dan evaluasi bagi pemerintah agar mampu menekan angka kebakaran yang diakibatkan ulah manusia.

Namun sayangnya, sepanjang Agustus 2016, terdapat banyak titik panas sebagaimana yang terpantau satelit Terra dan Aqua. Titik panas tersebut mesti didalami. Pasalnya, belum tentu titik panas tersebut adalah api. Akmal mengatakan Desember 2015, setidaknya pemerintah telah mengumumkan sejumlah perusahaan di Sumatera dan Kalimantan yang dibekukan akibat menjadi pelaku pembakar hutan.

Sayangnya, pengumuman tersebut sebatas inisial dan asal provinsi. Menurut Akmal, dari ratusan perusahaan pembakar hutan, tercatat hanya 23 perusahaan yang diganjar hukuman. Ironisnya, 15 perusahaan pembakar hutan di Riau justru dihentikan penyidikannya oleh Polda setempat. (Baca Juga: Kapolri Didesak Bentuk Tim Usut SP3 Kasus Kebakaran Lahan di Riau)

“Kami di DPR sangat mendukung pemerintah jikamelakukan tindakan tegas pada perusahaan-perusahaan perusak pembakar hutan dan lahan,baik perusahaan dalam negeri maupun luar negeri. Data sudah lengkap di pemerintah siapa saja pelaku pembakar hutan ini. Tinggal tindak tegas dan umumkan secara luas,”ujar politisi PKS itu.

Anggota Komisi IV lainnya Taufiq R Abdullah mengamini pandangan Akmal. Namun, sebagai negara hukum, semua mesti melalui proses hukum terlebih dahulu. Terlepas dari peradilan belum memuaskan masyarakat pencari keadilan, namun semua mesti melalui proses hukum sebelum mengambil keputusan membekukan dan mengumumkan ke publik.

“Akan tetapi saya setuju terhadap pelanggaran itu, siapapun mau perusahaan atau perseorangan itu harus diberikan sanksi dan harus bertanggungjawab,” ujarnya kepada hukumonline.

Soalnya, kebakaran hutan tak saja merusak alam, namun juga berdampak terhadap kesehatan masyarakat akibat asap yang terus mengepul di lingkungan kehidupan. Selain itu, kebakaran hutan pun mempengaruhi faktor cuaca. Hal itu bakal berpengaruh terhadap masa depan dunia. Oleh sebab itulah, pelaku kebakaran hutan mesti diberikan sanksi berat. (Baca Juga: Singapura Buat UU yang Bisa Pidanakan Warga Indonesia)

Sebelumnya, LSM lingkungan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian. Permintaannya, agar Kapolri membentuk tim independen guna mengusut penerbitan surat penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan diduga pembakar hutan dan lahan gambut Riau oleh Polda Riau.

“Tim ini dibutuhkan karena diduga ada praktik mafia dibalik keluarnya SP3 tersebut selain itu dampak kekabaran hutan dan lahan besar sehingga tidak bisa begitu saja diabaikan,” kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah.

Tags:

Berita Terkait