Fadli Zon ke Pemerintah: Tax Amnesty Jangan Salah Sasaran
Berita

Fadli Zon ke Pemerintah: Tax Amnesty Jangan Salah Sasaran

“Yang di Pajak itu seharusnya orang-orang yang punya, bukan orang-orang petani pedagang orang kecil itu tidak perlu. Jangan sampai ini menyasar kebawah merasakan sehingga sampai di kenakan setiap membayar pajak”

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: dpr.go.id
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: dpr.go.id
Belakangan, masyarakat diresahkan dengan implementasi kebijakan pengampunan pajak melalui UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang beberapa waktu lalu diundangkan. Penerapan pengampunan pajak sepertinya melenceng dari tujuan awal, yakni diperuntukkan bagi pengemplang pajak kalangan atas. Faktanya, pengampunan pajak menyasar seluruh warga negara.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengingatkan pemerintah di bawah tampuk kepemimpinan Joko Widodo agar tidak sembarang menyasar masyarakat.  Bila pemerintah ‘ngebet’ segera dibuatnya aturan pengampunan pajak beberapa bulan lalu, namun begitu menjadi UU justru menyasar seluruh warga negara.

“Saya kira jangan sampai Tax Amnesty ini salah sasaran. Sasarannya adalah orang-orang yang mempunyai kekayaan, termasuk uang tunai yang ada di luar negeri dan diharapkan bisa masuk,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (31/8).

Fadli mengaku pernah mengajukan pertanyaan ke Presiden Jokowi dalam rapat konsultasi. Menurutnya, pertanyaan yang dilontarkan seberapa darurat keberadaan aturan pengampunan pajak. Jokowi, kala itu meluapkan jawabannya. Meski tidak memuaskan, namun Fadi menghormati jawaban presiden.

“Kalau Tax Amnesty ini diundangkan nanti akan berbondong-bondong uang masuk dari luar negeri. Akan berbondong-bondong masuk, saya tanya kepada presiden ketika itu, berapa uang yang akan masuk, banyak lah akhirnya keluar angka lebih dari 180 triliun waktu itu,” ujarnya menirukan jawaban Jokowi.

Berdasarkan jawaban presiden, kata Fadli, semestinya pengampunan pajak menyasar mereka pengemplang pajak yang berada di luar negeri melalui repatriasi. Bahkan terhadap mereka orang Indonesia yang menyimpan kekayaan di luar negri yang tidak pernah dilaporkan. Hal itu menjelaskan pengampunan pajak tidak menyasar orang yang berada di dalam negeri, terlebih masyarakat tidak mampu.

Politisi Partai Gerindra itu menilai implementasi kebijakan pengampunan pajak mesti dievaluasi. Termasuk gagasan ekstensifikasi tax based perluasan pembayaran pajak. Meski gagasan tersebut terbilang bagus, namun Fadli menghimbau agar jangan meresahkan masyarakat dan menjelaskan siapa pihak yang dikenakan pengampunan pajak.

“Yang di Pajak itu seharusnya orang-orang yang punya, bukan orang-orang petani pedagang orang kecil itu tidak perlu. Jangan sampai ini menyasar kebawah merasakan sehingga sampai di kenakan setiap membayar pajak gitu,” katanya. (Baca Juga: Ini Peraturan Menkeu Terbaru Terkait Pengampunan Pajak)

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengakui keresahan masyarakat terhadap kebijakan pengampunan pajak belakangan terakhir. Oleh sebab itu, Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak mesti memberikan jawaban berkaitan dengan yang terjadi di tengah masyaraka. Namun demikian, Seskab menegaskan program tax amnesty tetap harus berjalan karena secara langsung Presiden turun tangan terhadap hal tersebut.

Soal keresahan masyarakat, Pram mengingatkan bahwa semangat dari tax amnesty itu adalah bagaimana repatriasi dan deklarasi bagi wajib-wajib pajak yang selama ini tidak membayar pajak. Bukan yang sudah tertib membayar pajak malah kemudian dikejar-kejar.

“Bukan yang sudah tertib membayar pajak malah kemudian dikejar-kejar. Atau juga, yang katakanlah ininya (pajaknya, red) kecil tetapi karena kealpaan, kelupaan kemudian mereka sekarang mumpung ada kesempatan dan mereka mendeklarasikan itu ikut tax amnesty, itu yang dikejar-kejar,” kata Pramono seperti dikutip dari situs Seskab, Senin (29/8) siang.

Mantan Wakil Ketua DPR periode 2009-2014 itu menilai  semangat tax amnesty adalah bagaimana dana-dana di luar negeri (LN), apakah itu dalam bentuk aset atau dalam bentuk uang bisa segera kembali digunakan untuk membangun republik ini. Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan tools atau langkah berikutnya agar UU perpajakan makin baik dan makin sehat.

“Misalnya Pajak Penghasilan (PPh) Badan, kemudian jangan sampai ada double taxation untuk deviden, dan sebagainya. “Kalau itu bisa dilakukan, kami meyakini bahwa ekonomi kita akan sehat, perpajakan kita akan sehat, tax base-nya makin lebar,” ujar Pram mencontohkan.

Oleh karena itu, supaya ini tidak berkepanjangan tentunya pemerintah dalam hal ini Presiden, akan segera meminta kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Dirjen Pajak untuk menjelaskan keresahan ini jangan sampai ke mana-mana.

Memaksa Bukan Mengampuni
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan pajak memiliki sifat memaksa, bukan mengampuni, sehingga satu-satunya jalan untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah penegakan aturan, bukan amnesti pajak.

"Amnesti pajak justru memperlihatkan seolah-olah negara tunduk terhadap pengemplang pajak. Karena itu UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak harus dibatalkan," kata Iqbal melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (31/8). (Baca Juga: Tax Amnesty Resahkan Masyarakat, Presiden Minta Menkeu Beri Penjelasan)

Iqbal mengatakan Undang-Undang Pengampunan Pajak yang memberikan pengampunan kepada para pengemplang pajak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 dan 23A yang menyatakan pajak dan pungutan lainnya bersifat memaksa.

Selain itu, Undang-Undang Pengampunan Pajak juga tidak adil bagi masyarakat Indonesia yang selalu patuh membayar pajak, baik pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor dan pajak atas bunga bank. "Buruh setiap bulan tanpa disuruh sudah membayar dan selalu taat membayar pajak penghasilan Pasal 21. Sama dengan buruh, pengusaha mikro, kecil dan menengah juga selalu ditarik pajak. Undang-Undang Pengampunan Pajak adalah bukti ketidakadilan dalam memandang objek pajak," tuturnya.

Iqbal menilai Undang-Undang Pengampunan Pajak hanya menguntungkan para pengemplang pajak dan rawan kemasukan "dana haram". Amnesti pajak berpotensi dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang karena tidak melihat asal-usul harta.

"Bisa saja kekayaan yang diampuni berasal dari bisnis haram seperti prostitusi, perjudian, narkoba, pembalakan liar, perdagangan manusia, bantuan likuiditas Bank Indonesia dan uang korupsi," katanya.

Tags:

Berita Terkait