Begini Drama Penyanderaan 7 Penyidik Terkait Kebakaran Lahan
Utama

Begini Drama Penyanderaan 7 Penyidik Terkait Kebakaran Lahan

Sempat diancam akan dipukuli, dilempar ke sungai, bahkan dibunuh dengan cara dibakar.

Oleh:
CR20
Bacaan 2 Menit
Begini Drama Penyanderaan 7 Penyidik Terkait Kebakaran Lahan
Hukumonline
Tujuh orang tim penyidik yang disandera ketika melakukan penyelidikan di areal kebakaran lahan saat ini sudah dilepas atas bantuan dari pihak kepolisian. Berdasarkan keterangan dari Halasan Tulus, yang merupakan Kepala Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk wilayah Sumatera, tim penyidik yang disandera terdiri atas empat orang penyidik dan tiga polhut.

Drama penyekapan ketujuh orang tersebut di Rokan Hulu Riau diawali dari laporan masyarakat atas temuan titik api yang diduga kuat merupakan kebakaran lahan. Tim penyidik dan polhut dari Balai Pengamanan dan Penegakkan LHK wilayah Sumatera kemudian diterjunkan untuk melakukan penyelidikan ke lokasi pada Senin (29/8) untuk mencari bukti awalan atas temuan titik api tersebut.

Dari temuan awal di lapangan, ditemukan bukti berupa areal terbakar yang mencapai hingga 600 ha. Tim kemudian melakukan penelusuran lebih jauh lagi ke areal kebun sawit yang terbakar, diperkirakan areal yang terbakar mencapai lebih dari 2000 hektar. Hari berikutnya pada Selasa (30/8), Dirjen Penegakkan Hukum KLHK turun langsung ke lokasi untuk memantau proses penyelidikan. Ditemukan lokasi pengungsian yang diklaim merupakan warga sekitar di areal yang terbakar.

Setelah diselidiki, para pengungsi tersebut merupakan pekerja yang didatangkan dari daerah lain, dan selama ini beraktifitas di dalam areal yang dikuasai perusahaan. Rumah para pengungsi tersebut ikut terbakar karena titik api meluas hingga ke wilayah permukiman.

Pada Jumat (2/9), tim penyidik kembali ke lokasi untuk melakukan verifikasi bukti dan penyegelan di areal konsesi yang terbakar. Selepas tim penyidik dan Polhut memasang “PPNS Line”, tiba-tiba dihadang oleh sekelompok orang berjumlah 50-an orang yang meminta untuk mencabut plang dan menghapus bukti-bukti dari kamera digital.

Selama proses negosiasi, tim penyidik diancam akan dipukuli, dilempar ke sungai, bahkan dibunuh dengan cara dibakar oleh sejumlah orang yang terus bertambah jumlahnya, hingga 100-an orang. Dengan pertimbangan keselamatan penyidik. Akhirnya disepakati untuk melakukan pencabutan plang dan penghapusan bukti yang telah dikumpulkan.

Penyandera mencabut sendiri plang dan menghapus sendiri bukti-bukti di kamera digital. Tim penyidik merasa terintimadasi oleh jumlah massa yang terus bertambah dengan adanya pergerakan kendaraan yang memobilisasi massa. Gerombolan massa mengancam tidak akan membebaskan tujuh orang tim KLHK tersebut, kecuali jika Menteri LHK Siti Nurbaya bisa hadir langsung ke lokasi.

Akhirnya Kapolres Rokan Hulu datang ke lokasi pada pukul 24.00 WIB. Setelah melakukan negosiasi didampingi oleh Kapolres, gerombolan massa akhirnya menyepakati untuk melepas ketujuh orang itu pada pukul 02.30 Sabtu dini hari (3/9). Namun kendaraan Tim Penyidik berupa dua unit mobil berikut barang-barang, harus ditinggal di lokasi. Kendaraan dan barang-barang milik Tim Penyidik baru bisa dievakuasi dari lokasi pada Sabtu siang.

Menteri LHK Siti Nurbaya, menyayangkan peristiwa ini, dia menegaskan bahwa Tim Penyidik KLHK memiliki otoritas untuk melakukan penyelidikan di lokasi Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan), sebagaimana yang diperintahkan oleh undang-undang. Tim Penyidik yang diterjunkan ke lokasi ditugaskan untuk melakukan verifikasi luas areal lahan yang terbakar, untuk melihat apakah lokasi kebakaran sepenuhnya berada di wilayah konsesi PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) atau sebagian justru berada di luar wilayah konsesi perusahaan.

Namun dari data dari kamera drone yang berhasil diselamatkan, diketahui bahwa areal yang terbakar sebenarnya tidak diperuntukkan untuk wilayah konsesi kebun sawit, namun merupakan kawasan hutan produksi. “Ditemukan bukti lapangan berupa ribuan hektar sawit yang dibakar di dalam kawasan hutan produksi yang belum ada pelepasan dari Menteri, atau dengan kata lain, areal tersebut merupakan area yang illegal untuk dijadikan sebagai wilayah konsesi kebun sawit. Diduga kuat aktifitas ilegal ini difasilitasi pihak perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat melalui kelompok tani,” kata Siti Nurbaya dalam keterangan persnya yang dimuat dalam situs www.sitinurbaya.com pada Minggu (4/9).

Akibat kejadian ini, PT APSL sekarang didudukkan atas tiga kasus sekaligus yakni kasus perambahan kawasan hutan, pembakaran lahan, dan kasus penyanderaan. “LHK hanya menangani kasus perambahan kawasan hutan dan pembakaran lahan, sedangkan kasus penyanderaan akan ditangani oleh pihak kepolisian. Kasus perambahan dan pembakaran ini sudah diambil alih oleh pusat, akan ditangani langsung oleh Gakkum KLHK,” ujar Halasan Tulus kepada hukumonline, Senin (9/5).

Pemberantasan kejahatan karhutla saat ini tengah menjadi salah satu prioritas dari KLHK di bawah pimpinan Siti Nurbaya. “Pembakar hutan/lahan harus dibuat jera agar tidak mengulangi perbuataanya yang membuat masyarakat menderita dan menurunkan kewibawaan negara dimata masyarakat dan dimata internasional. Apalagi dilakukan oleh korporasi yang sekaligus mendalangi perambahan kawasan hutan secara illegal,” tegas Siti Nurbaya dalam keterangan persnya.
Tags:

Berita Terkait