DPR-Pemerintah ‘Patahkan’ Dalil Ahok di Sidang MK
Utama

DPR-Pemerintah ‘Patahkan’ Dalil Ahok di Sidang MK

Ahok menyerahkan putusan mengenai cuti petahana kepada MK.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Sidang judicial review UU Pilkada yang dimohonkan Ahok. Foto: RES
Sidang judicial review UU Pilkada yang dimohonkan Ahok. Foto: RES
Sidang lanjutan uji materi Pasal 70 ayat (3) huruf a UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota (UU Pilkada) bernomor 60/PUU-XIV/2016 yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali digelar. Di sidang pleno ini, giliran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah menyampaikan pandangan terkait pengujian UU Pilkada.

Tak hanya permohonan Ahok, DPR dan pemerintah menanggapi dua permohonan lain yakni Teman Ahok Dkk dan bakal calon bupati Aceh Fuad Hadi. Keduanya, menguji Pasal 41 dan Pasal 48 UU Pilkada terkait syarat dukungan calon independen yang terdaftar di DPT dan jangka waktu verifikasi faktual 14 hari (No. 54/PUU-XIV/2016) dan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada terkait cuti petahana dimaknai “mundur” saat berkampanye (No. 55/PUU-XIV/2016).

Dalam keterangannya, DPR menegaskan kewajiban cuti petahana saat berkampanye berlaku umum, tidak hanya calon gubernur DKI Jakarta. Bahkan, aturan ini sudah diatur Pasal 79 ayat (3) huruf b UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah termasuk UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres yang mewajibkan cuti di luar tanggungan negara bagi pejabat publik lain.

“Ahok seharusnya sudah mengetahui aturan ini jauh-jauh hari sebelum tahapan pendaftaran Pilkada DKI Jakarta dimulai,” ucap anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad saat membacakan pandangan DPR di sidang uji materi UU Pilkada, di Gedung MK, Senin (05/9).

DPR melihat dalil permohonan Ahok keliru apabila dikatakan wajib cuti petahana saat berkampanye merugikan dan mengurangi masa jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta. Seharusnya, Ahok memahami aturan cuti petahana ini sebagai konsekuensi calon kepala daerah yang hendak mengikuti Pilkada DKI Jakarta.

“Apalagi saat Pilkada DKI Jakarta 2012, pemohon sebagai calon wakil gubernur DKI pernah meminta calon incumbent Fauzi Bowo untuk cuti kampanye,” kritiknya.

Ahok, yang digadang-gadang bakal maju di Pilkada DKI Jakarta pada Februari 2017, mempersoalkan Pasal 70 ayat (3) huruf a UU Pilkada. Alasannya, pasal ini dapat ditafsirkan kepala daerah petahana (incumbent) wajib menjalani cuti saat kampanye sekitar 4-6 bulan.  Penafsiran ini dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan karena merasa bertanggung jawab sebagai Gubernur DKI hingga Oktober 2017 untuk menyelesaikan beberapa program prioritas Pemprov DKI secara penuh.

Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada seharusnya ditafsirkan bersifat opsional atau pilihan (tidak wajib) cuti kampanye bagi kepala daerah petahana yang hendak mencalonkan kembali di daerah yang sama. Artinya, kepala daerah petahana dapat memilih tidak cuti kampanye agar bisa fokus bekerja secara penuh menyelesaikan tugas kepala daerah dan tidak berkampanye untuk menghindari penyalahgunaan jabatan atau konflik kepentingan (abuse of power).

Dasco mengakui munculnya Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada, kali pertama berlaku yang sebelumnya tidak diatur dalam UU Pilkada sebelumnya. Sebab, selain sudah pernah diatur UU Pemerintahan Daerah, Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada ini merujuk pada putusan MK No.17/PUU-VI/2008 terkait pengujian UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemda yang diajukan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP dimanakepala daerah tak harus mengundurkan diri ketika mencalonkan kembali alias cuti di luar tanggungan negara.

“Cuti di luar tanggungan negara adalah kewajiban petahana yang maju di daerah yang sama. Jadi, asumsi Pemohon tidak mau cuti dan tidak mau kampanye adalah keliru karena tahapan kampanye kewajiban untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan meminimalisir konflik kepentingan,” dalihnya.

Bagi DPR, dalil Ahok yang menyatakan cuti petahana memakan waktu sekitar 4-6 bulan berlangsung 2 putaran merujuk pada UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Sebab, aturan dua putaran tidak diatur dalam UU Pilkada. “Harusnya, Ahok juga menguji UU Pemprov DKI Jakarta apabila ingin mencalonkan diri di daerah yang sama,” lanjut Sufmi.

Diingatkan Sufmi, cuti di luar tanggungan negara berbeda dengan berhenti atau mundur yang juga diatur Pasal 7 ayat (2) huruf p UU Pilkada apabila petahana yang hendak mencalonkan kepala daerah di daerah lain. Berbeda, dengan petahana yang hendak mencalonkan diri di daerah yang sama tidak harus mundur, tetapi diwajibkan cuti di luar tanggungan negara.

“Jadi, persepsi keliru, apabila cuti saat berkampanye mengurangi masa jabatannya selama 5 tahun penuh. Ini menunjukan Pemohon tidak memahami hal yang dimohonkan. Karena itu, seharusnya permohonan ini tidak dapat diterima atau ditolak,” katanya.

Konsistensi Ahok
Pemerintah juga mempertanyakan konsistensi Ahok saat pernyataannya dalam Pilkada DKI sebelumnya agar petahana cuti demi mewujudkan pilkada yang jujur dan adil. Namun, mengapa saat ini Pemohon justru menginginkan petahana tetap melaksanakan tugasnya dengan tidak cuti.

“Pada 6 Juni 2012, saat Pemohon mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pernah berkata ‘bukan soal takut, kalau tidak cuti tidak masalah, hanya saja kami mau Jakarta sebagai contoh penegakan semua undang-undang. Kalau sampai Gubernur DKI Jakarta (Fauzi Bowo) tidak cuti nanti seluruh daerah mencari cara-cara seperti itu’,” ujar  Kepala Biro Hukum Kemendagri, W. Sigit Pudjianto mengutip pernyataan Ahok kala itu di media.

“Masyarakat yang punya hak pilih dalam Pilkada DKI Jakarta beranggapan Pemohon tidak konsisten dengan ucapannya sendiri,” kritiknya.

Menurutnya, pembentuk UU telah memberi aturan yang bijaksana bagi setiap petahana yang hendak maju kembali dalam Pilkada khususnya dalam hal cuti. Termasuk dalam hal antisipasi terhadap kekosongan kekuasaan roda pemerintahan daerah dalam upaya melayani kepentingan masyarakat. Misalnya, gubernur cuti bisa digantikan wakil gubernur. Apabila keduanya cuti bisa digantikan Sekretaris Daerah. “Jadi, kita minta permohonan ini ditolak karena pasal yang dimohonkan tidak bertentangan dengan UUD 1945,” harapnya.

Usai sidang, Ahok menegaskan dirinya tetap pada pendiriannya dalam permohonannya kalau petahana kampanye tidak dilarang untuk tidak cuti. “Saya sebenarnya tidak bilang kalau kampanye tidak cuti, saya hanya memprotes cuti petahana selama 4 bulan. Cutinya ini tidak masuk akal kalau sampai 4 bulan, kalau dulu cuti hanya 2 minggu. Dari tahun ke tahun petahana sering salahgunakan wewenang, namanya juga petahana,” kata Ahok.  “Tetapi, saya serahkan keputusannya pada MK.”
Tags:

Berita Terkait