5 Sosok Perempuan di Dunia Kurator
Berita

5 Sosok Perempuan di Dunia Kurator

Ternyata, latar belakang mereka menjadi kurator sangat beragam.

Oleh:
FNH/CR20
Bacaan 2 Menit
Kolase Iva Diah Noor (kiri), Anna Lydia Yusuf (tengah), dan Esterina D. Ruru (kanan). Foto: FB dan DESTARA
Kolase Iva Diah Noor (kiri), Anna Lydia Yusuf (tengah), dan Esterina D. Ruru (kanan). Foto: FB dan DESTARA
Dunia kurator dan pengurus tak ubahnya seperti advokat. Cuma, kurator/pengurus harus berjuang membereskan aset debitor yang mungkin saja tersebar, menghadapi banyak kreditor, dan mungkin teror. Tanggung jawab kurator bukan hanya kepada para kreditor, tetapi juga kepada debitor dan hakim pengawas. Salah langkah, bisa saja kurator dilaporkan debitor atau kreditor ke polisi.

Resiko pekerjaan itu tak mengurungkan niat sejumlah perempuan memilih kurator atau pengurus sebagai profesinya. Sepanjang dilakoni dengan sungguh-sungguh, profesi kurator atau pengurus pun tak kurang menantang. Yang senior dan yunior tetap bersemangat. Tanya saja kelima kurator perempuan yang diwawancarai hukumonline.

Esterina D. Ruru
Menyandang gelar insinyur (Ir) dan sarjana hukum (SH), nama Esterina D. Ruru sangat dikenal di kalangan anggota Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). Di organisasi ini, Esterina tercatat sebagai bendahara umum periode kepengurusan 2013-2016.

Ia sosok yang mungkin amanah dalam mengelola dana organisasi. Buktinya, ia pernah dipercaya menjadi bendahara dalam beberapa organisasi seperti Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ikatan Alumni Universitas Indonesia, dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Lulus kuliah dari Universitas Indonesia, pilihan pekerjaan pertama Esterina adalah arsitek. Tetapi ketika terjadi krisis moneter pada 1997-1998, bisnis infrastruktur dan properti ambruk, dunia arsitektur lesu. Kondisi ini membuat Esterina mencoba jalan lain: profesi advokat. Lisensi sebagai advokat ia peroleh pada 1999.

Gelar insinyur menjadi bekal Esterina di kantor advokat karena ia sering diminta menangani kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan konstruksi, infrastruktur, pemukiman, dan tata kota.

Ia semakin larut menjalankan profesi advokat, seraya mengikuti berbagai pelatihan seperti mediasi dan kurator. Awal tahun 2000, lulus sebagai kurator, membuatnya semakin memperluas cakupan pekerjaan. Namun dalam menjalankan tugas, baik sebagai kurator maupun sebagai lawyer di Ruru & Partners Law Office, ia merasa tak beda dengan laki-laki dari segi profesionalitas. Jumlah perempuan yang terjun ke profesi kurator atau pengurus mungkin masih sedikit, tapi mengurangi tingkat profesionalitas kurator perempuan. Itu juga tekad .

“Jika dilihat perbandingannya  antara kurator perempuan dan kurator laki-laki, mungkin sekitar 30 banding 70,” ujarnya dalam perbincangan dengan hukumonline di sela-sela Rapat Anggota Tahunan AKPI.

Sandra Nangoy(10 Januari 1972).
Advokat senior (almarhum) Yan Apul, punya peran penting mengantarkan Sandra Nangoi menyelami profesi kurator. Kala itu Perempuan kelahiran 10 Januari 1972 ini sudah bergabung di firma hukum yang didirikan Yan Apul Girsang.

Setelah AKPI berdiri, Yan Apul mengajak anak buahnya di firma hukum untuk ikut belajar dunia kepailitan yang berkembang pasca krisis moneter 1997-1998. Menyelamai dunia kepailitan membuat Sandra tertarik menjalankan profesi kurator. Tugas profesi kurator  atau pengurus sedikit lebih menantang karena harus membereskan aset, dan ada banyak aturan yang membebani aset-aset itu. “Cukup menarik dan menantang,” ujarnya, tentang profesi kurator/pengurus.

Usai menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung, Sandra, tertarik menggeluti dunia advokat. Maka bergabunglah ia ke kantor Yan Apul Girsang. Di sini ia banyak belajar menangani perkara. Seiring banyaknya perkara kepailitan yang ditangani firma hukum ini, Sandra semakin banyak bersentuhan dengan pemberesan budel pailit. Sejak tahun 2000, ia resmi menjadi kurator. Beberapa tahun Sandra hanya menjadi ‘pendamping’ dalam pemberesan budel pailit. Barulah pada 2010 lalu, akhirnya Sandra dipercaya menangani sendiri pemberesan aset pailit.

Menjadi kurator/pengurus bukan tanpa resiko dan tantangan. Sandra melihat profesi ini sungguh-sungguh menantang. Paham UU Kepailitan dan PKPU bukan jaminan bisa menjalankan tugas dengan benar di lapangan. Sebab, banyak sekali peraturan yang harus diketahui. Alhasil, improvisasi seorang kurator di lapangan sangat dibutuhkan ketika berhadapan dengan masalah-masalah riil yang tak diperkirakan sebelumnya. Seringkali tugas yang dijalankan menjadi ribet karena berhadapan dengan debitor yang tak senang asetnya dibereskan. “Kurator juga harus tertib administrasi,” pesan Sandra kepada para kurator lain.

Iva Diah Noor
Orang yang paling berjasa bagi Iva Diah Noor dalam menjalankan profesi kurator adalah seorang perempuan yang ikut mendirikan AKPI. Dia adalah Siti Zaitin Noor. Dulu, ketika rezim kepailitan digaungkan kembali pada 1998, Iva sering mengikuti perjalanan Siti Zaitin mengurus perkara kepailitan, apalagi sertifikat sebagai kurator sudah ia pegang sejak 1999. Mereka bukan saja terikat pekerjaan, tetapi juga hubungan kekeluargaan. Siti Zaitin adalah ibu dari Iva.

Menyadari besarnya tanggung jawab sebagai kurator, Iva memilih untuk mempelajari terlebih dahulu bagaimana kerja seorang kurator dengan bekerja di kantor orang tuanya. Iva baru berani bekerja sebagai kurator dan pengurus menangani kasus kepailitan dan PKPU pada 2007.

Salah satu pengalaman tak terlupakan Iva adalah saat membereskan aset-aset pabrik di Bekasi. Buruh berdemo dan menduduki pabrik. Iva terpaksa dikawal polisi saat berdialog dengan buruh perusahaan. Dengan pendekatan yang baik, aset perusahaan yang pailit bisa dibereskan. Iva juga termasuk kurator yang sempat dikriminalisasi, dengan tuduhan menggelapkan aset. “Padahal pada saat itu saya justru ingin menyelamatkan aset negara,” jelasnya kepada hukumonline.

Tentang perempuan yang berprofesi sebagai curator, Iva punya penjelasan sendiri. “Pada saat mengangani kasus, jam kerja kurator juga panjang, kadang bisa 24 jam. Pandangan masyarakat terhadap perempuan yang bekerja hingga larut malam, kadang masyarakat malah menaruh kecurigaan, padahal kita benar-benar bekerja,” ujarnya.

Ernie Hutagalung
Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Erni memilih advokat sebagai profesi. Sudah 16 tahun kini profesi lawyer itu dia jalani. “Lawyer adalah cita-cita saya,” kata Erni dalam perbincangan dengan hukumonline.

Bertahun-tahun menjalani profesi officium nobile, Ernie semakin sadar betapa pentingnya menambah pengetahuan dan kemampuan di tengah persaingan yang semakin ketat. Pikirannya semakin terbuka, banyak hal hal baru yang perlu dipelajari. Itulah yang kemudian mengantarkan Ernie menggeluti dunia kurator hingga kini. Bersama Darwin Aritonang, Ernie pernah membereskan aset-asep sebuah perusahaan bernilai 1,3 trilun rupiah. Sebagai kurator, mereka harus membagi budel itu secara proporsional kepada kreditor yang jumlahnya banyak.

Justru dalam kasus seperti itulah seni seorang kurator dibutuhkan, yakni bagaimana ia mengatasi problem pemberesan aset di lapangan. Kadang, kurator harus bepergian jauh menelusuri aset debitor, mengatasi beragam kerumitan, dan menghabiskan biaya yang tak sedikit. Seorang kurator sangat mungkin menghadapi orang-orang yang tak terlalu paham dunia kepailitan, khususnya tugas dan kewajiban kurator. Ernie percaya kredibilitas seorang kurator sangat menentukan keberhasilan menjalankan tugas pemberesan budel.

Ernie yakin akan semakin banyak perempuan yang tertarik menggeluti profesi kurator meskipun tantangannya berat dan beragam. Menghadapi beragam tantangan dan masalah kepailitan justru menimbulkan kesan dalam menjalankan profesi. “Kreditor itu kan banyak manusianya, dan itu yang paling berkesan buat saya,” kata dia.

Anna Lydia Yusuf
Dalam Rapat Anggota Tahunan AKPI Tahun 2016, banyak kurator muda yang hadir dan memberi warna perhelatan. Salah seorang yang berhasil ditemui Hukumonline adalah Anna Lidya Yusuf.

Punya latar belakang ekonomi dan hukum membuat Anna sedikit lebih mudah menjalankan profesi kurator. Meskipun baru tiga tahun terakhir profesi itu dijalankan, Anna sudah melihat betapa besar tanggung jawab dan resiko yang harus dihadapi seorang kurator.

Sejak lulus dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Jakarta, Anna memilih profesi advokat. Namun tugas-tugas di tempatnya bekerja, firma hukum Syahrial Ridho, membuatnya sering bergelut dengan masalah kepailitan dan PKPU. Walhasil, ia memutuskan menjadi seorang kurator sejak tiga tahun lalu. 

Meskipun banyak risiko dalam menjalankan profesi ini, Anna tetap optimis perempuan bisa menjalankannya. Yang penting pantang menyerah. “Harus mempunyai integritas tinggi dan mau bekerja keras”.
Tags:

Berita Terkait