Mahkamah Tolak Permohonan Buruh Soal Upah Minimum
Berita

Mahkamah Tolak Permohonan Buruh Soal Upah Minimum

Perlawanan sebanyak 123 orang buruh ihwal ketentuan upah minimum di UU Ketenagakerjaan kandas di Mahkamah Konsitusi.

Oleh:
CR-20
Bacaan 2 Menit
Buruh garmen memperjuangkan nasib di PN Jakarta Pusat. Foto: RES
Buruh garmen memperjuangkan nasib di PN Jakarta Pusat. Foto: RES
Perlawanan 123 orang buruh ihwal ketentuan upah minimum di UU Ketenagakerjaan kandas di Mahkamah Konsitusi. Majelis Hakim MK menolak seluruh permohonan dan menyatakan alasan yang diajukan Pemohon tidak berasalan menurut hukum.
Mahkamah menilai penetapan upah dengan menggunakan Pasal 88 ayat 4 UU Ketenagakerjaan sudah memberikan dan memenuhi prinsip kepastian hukum serta keadilan, baik bagi pekerja maupun pengusaha. "Frasa 'dengan memperhatikan' pada Pasal 88 ayat 4 juga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memunculkan ambiguitas pemaknaan apapun," katanya.
Dalam putusannya mahkamah menilai adanya kekhawatiran dapat dipahami karena keberadaan frasa a quo membuka kemungkinan Pasal 88 ayat (4) UU Ketenagakerjaan ditafsirkan dalam dua cara, yaitu: 1) upah minimum merupakan akumulasi dari ketiga nilai/komponen dalam ketentuan a quo; atau 2) upah minimum merupakan nilai KHL yang besarnya dipengaruhi oleh dua nilai lainnya.
Dalam hal besarnya upah minimum ditetapkan berdasarkan cara/skema pertama, yaitu upah minimum merupakan akumulasi dari nilai KHL ditambah nilai produktivitas dan nilai pertumbuhan ekonomi, Mahkamah berpendapat penambahan demikian secara matematis tidak dapat dilakukan. Hal demikian karena ketiga nilai/komponen tersebut, secara logika, tidak berada dalam kategori yang sama. 
Nilai KHL merupakan angka konkret yang menunjuk pada nominal rupiah tertentu. Adapun nilai/komponen produktivitas dan nilai/komponen pertumbuhan ekonomi merujuk pada suatu angka indeks yang tidak menunjuk pada nominal rupiah tertentu secara pasti. Indeks demikian masih harus dikonversi terlebih dahulu agar memiliki nilai (nominal rupiah) konkret untuk dapat diterima sebagai upah minimum pekerja.
Seandainya pun pada skema pertama dimana nilai produktivitas dan nilai pertumbuhan ekonomi diasumsikan sebagai angka/nominal konkret yang dapat langsung dijumlahkan secara matematis dengan nilai KHL (untuk menetapkan upah minimum), rumusan yang diperoleh akan sama dengan rumusan skema kedua.
Hal ini terjadi karena nilai produktivitas dan nilai pertumbuhan ekonomi tidak selalu positif, melainkan dapat juga negative, sehingga selalu membuka kemungkinan hasil akhir atau besaran upah minimum dapat lebih tinggi atau dapat pula lebih rendah daripada nilai KHL. 
Halaman Selanjutnya:
Tags: