Ketum Asosiasi Ragukan Dugaan Kartel Motor Skutik
Berita

Ketum Asosiasi Ragukan Dugaan Kartel Motor Skutik

Gunadhi meyakini anggota asosiasi memahami UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Sidang dugaan kartel skutik. Foto: KPPU
Sidang dugaan kartel skutik. Foto: KPPU
Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) kembali menggelar sidang kasus dugaan kartel motor skutik. Termohonnya  PT Astra Honda Motor (AHM) dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM). Kedua terlapor ditengarai melakukan kartel, perbuatan yang dilarang Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam sidang yang berlangsung Selasa (06/9), majelis KPPU mendengar keterangan saksi Gunadhi Sindhuwinata. Saksi adalah pengurus Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).

Dalam keterangannya, Gunadhi menyebutkan keraguan dirinya atas tudugan kartel. Dengan kata lain ia tak meyakini dugaan kartel yang dilakukan anggota AISI. Sebab, tiap-tiap perusahaan anggota bersaing ketat mendapatkan konsumen. Salah satunya melalui iklan. Anggota AISI berasal dari lima merek kendaraan: Honda, Yamaha, Kawasaki, Suzuki, dan TVS.

Gunadhi menanggapi kenaikan harga motor tiga hingga empat kali dalam setahun. Menurut dia, temuan investigator KPPU itu dilakukan tak lepas dari Upah Minimum Regional (UMR) yang turun naik. Kenaikan harga motor skutik juga pengaruhi faktor-faktor lain termasuk nilai tukar rupiah. Kenaikan harga tersebut juga bervariasi mulai dari 100 ribu hingga 400 ribu rupiah.

Berkaitan dengan komponen satu unit sepeda motor, Gunadi menjelaskan untuk membuat satu unit motor komposisi dalam negeri lebih banyak yakni 85 persen, sementara sisanya sebanyak 15 persen diimpor dari luar seperti jarum speedometer. “Mesin itu dari dalam negeri. Yang impor itu hal-hal kecil seperti jarum speedometer. Itu ada negara yang memang membuat secara besar-besaran. Kalau kita (Indonesia) bikin sendiri maka khawatirnya tidak bisa bersaing,” kata Gunadhi.

Selaku Ketua Umum AISI, Gunadhi mengklaim telah sosialisasi UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat kepada seluruh anggota asosiasi. Sosialisasi memang dilakukan secara lisan dan bukan tulisan. Tapi ia yakin para pelaku usaha sudah paham. “Kami anggap bahwa semua anggota setuju dengan cara melakukan persaingan usaha yang terbuka dan fair,” paparnya.

Gunadhi meragukan dugaan kartel terhadap dua anggota AISI seperti yang dituduhkan KPPU. Penetapan harga untuk sepeda motor skutik tidak memiliki rumusan yang pasti. Harga bahkan tergantung kepada investasi terhadap motor skutik yang saat ini tengah menjadi tren. Sehingga, lanjutnya, Yamaha dan Honda saling berlomba-lomba untuk menciptakan produk-produk dengan inovasi tinggi.

“Saya katakan bahwa saya percaya bahwa anggota AISI taat UU. Kita melihat persaingan itu menyebabkan salah satu merek kalah. Kalau dia berkartel di situ pasti akan bagi-bagi kue,” tegasnya.

Sebelumnya, Executive Vice President YMIM Dyonisus Bety  menegaskan email dan pertemuan di lapangan golf yang dijadikan bukti oleh investigator KPPU tidak dapat dijadikan bukti. Menurutnya, email yang diterima adalah pernyataan sepihak dari Yutaka Terada. Dyon meminta majelis KPPU tidak melanjutkan persidangan dugaan kartel itu.

Permintaan senada disampaikan pihak Honda. Deputy Head of Corporate Communication Honda, Ahmad Muhibbuddin meminta majelis KPPU untuk membatalkan dakwaan agar tidak menjadi preseden buruk bagi upaya penciptaan iklim bisnis yang kondusif di negeri ini.
Tags:

Berita Terkait