5 Rekomendasi Komnas HAM Terkait Kebakaran Hutan dan Lahan
Berita

5 Rekomendasi Komnas HAM Terkait Kebakaran Hutan dan Lahan

Pemerintah diminta melindungi masyarakat adat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sering terjadi di Indonesia.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan lima rekomendasi kepada pemerintah terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masih terjadi hingga kini. Komnas HAM juga meminta pemerintah melindungi masyarakat adat dari bencana karhutla.

"Komnas HAM merekomendasikan pemerintah agar segera, pertama, menyusun dan mengimplementasikan langkah perlindungan hak atas dasar kesehatan bagi masyarakat khususnya di daerah yang wilayahnya menjadi sumber asap karhutla," ujar Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (8/9).

Kedua, Sandrayati melanjutkan, pemerintah diminta untuk melakukan kajian menyeluruh dan terpadu terhadap kondisi kesehatan masyarakat yang sudah terpapar asap karhutla selama kurang lebih 18 tahun. Ini dilakukan agar diperoleh gambaran atas dampak kesehatan yang ditimbulkan karhutla dan dapat digunakan untuk menyusun langkah perlindungan dan pemulihan.

Ketiga, pemerintah didesak untuk membenahi peraturan perundang-undangan terkait penanganan asap karhutla sehingga konsep penanganan dapat terencana, sistematis, terpadu dan berorientasi pada pemenuhan hak kesehatan masyarakat. Keempat, Komnas HAM menyarankan pemerintah agar mengevaluasi dan membenahi organisasi serta prosedur operasional standar perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan akibat karhutla.

Kelima, pemerintah harus memperkuat kapasitas masyrakat dan lembaga pemerintah di tingkat lokal dan nasional dalam perlindungan hak atas kesehatan masyarakat yang terpapar karhutla. (Baca Juga: Pemerintah Didesak Bekukan Perusahaan Pembakar Hutan)

Adapun Komnas HAM, melalui Tim Pengamatan Situasi HAM sebagai Dampak Bencana Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Pulau Kalimantan dan Sumatera yang dipimpin Sandrayati, telah melakukan kajian hukum bersama lembaga Indonesia Center of Environmental Law (ICEL) pada tahun 2016 dan pemantauan di tiga provinsi yaitu Sumatera Selatan, Riau dan Kalimantan Tengah di rentang tahun 2015-2016.

Hasilnya, Komnas Ham menemukan dugaan adanya pengabaian hak kesehatan masyarakat dan penegakan hukum diskriminatif oleh pemerintah. Selain itu pendekatan pemerintah terhadap karhutla dianggap hanya berorientasi pada pemadaman api, Ditambah lagi, peraturan perundang-undangan terkait penanganan akibat dari karhutla masih bersifat sektoral dan multitafsir, yang menyebabkan terjadinya ketidakjelasan koordinasi atas upaya-upaya pencegahan, penanganan dan rehabilitasi korban terdampak asap karhutla.

Sementara di tingkat daerah, Komnas HAM melihat fakta bahwa sebagian besar pemerintah daerah tidak memiliki anggaran beserta saran dan prasarana memadai untuk menanggulangi efek karhutla. Penanganan asap oleh pemerintah pun dianggap mengabaikan hak asasi manusia.

Berdasarkan catatan Komnas HAM, kejadian asap karhutla pada tahun 2015 telah merenggut sedikitnya 23 nyawa. Dan selama sekitar 18 tahun terjadi karhutla, kesehatan masyarakat di wilayah terpapar terus mengalami penurunan, karena asap karhutla diduga kuat berdampak serius kepada kesehatan paru-paru dan jantung warga, khususnya anak-anak dan kelompok rentan termasuk perempuan hamil, mereka yang lanjut usia dan penderita penyakit terkait pernapasan.

Sebelumnya, beberapa waktu lalu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan saat ini kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi pada sejumlah wilayah di Tanah Air, tetapi keadaannya tidak separah dibanding tahun 2015. Siti mengatakan, jumlah titik panas tercatat secara nasional berkurang 70 hingga 90 persen dari periode yang sama tahun lalu yakni dari 8.247 menjadi 2.356 titik. (Baca Juga: Penggunaan Strict Liability Perlu Terus Didorong)

Penurunan titik panas tersebut terjadi di Riau dan Kalimantan Tengah. Di Riau, tercatat ada 317 titik tahun 2016, berkurang dibandingkan 1.292 titik panas pada tahun 2015. Sementara itu di Kalimantan Tengah, dari 1.137 titik panas tahun sebelumnya, turun menjadi 56 titik panas pada tahun 2016.

Lindungi Masyarakat Adat
Selain itu, Komnas HAM meminta pemerintah melindungi masyarakat adat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sering terjadi di Indonesia. "Masyarakat adat punya hak yang juga dilindungi undang-undang," ujar Sandrayati.
Memberikan perlindungan, menurut Sandrayati, seharusnya diawali dengan adanya pendataan yang akurat mengenai masyarakat adat di suatu daerah, termasuk tentang wilayah, sosial, budaya dan ekonomi. Sayangnya pada umumnya data ini tidak dimiliki oleh pemerintah daerah.

"Padahal peran pemerintah daerah sangat penting untuk mengindentifikasi masyarakat adat," kata Sandrayati.

Dengan memiliki pemetaan mumpuni tentang warga dengan kearifan lokal itu, kebakaran hutan dan lahan juga dapat dicegah. Pemerintah dapat membedakan pembakar lahan, apakah memang berasal dari warga adat atau tidak. Sebab, sesuai Pasal 69 ayat (2) UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah mempersilakan pembakaran lahan bagi pemeluk kearifan lokal.

Namun, luasan maksimal yang diperkenankan untuk dilalap api adalah dua hektare perkepala keluarga dan harus ditanami varietas lokal, dengan sekat bakar demi mencegah penjalaran api. "Pemda dan pihak kepolisian harus bisa melihat undang-undang ini dengan jelas. Karena dari berbagai kasus karhutla, sebagian besar tersangkanya adalah petani," tutur Sandrayati.

Tags:

Berita Terkait