Sejumlah Masalah di RUU Pemilu Dinilai Kewenangan DPR
Berita

Sejumlah Masalah di RUU Pemilu Dinilai Kewenangan DPR

Mulai dari penetapan sistem pemilu, ambang batas hingga bagaimana mengonversi suara menjadi kursi di Parlemen.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menyatakan bahwa sejumlah masalah dalam RUU tentang Pemilu merupakan kewenangan DPR melalui fraksi-fraksi untuk memutuskannya. Dari hasil rapat terbatas kabinet kemarin, terungkap ada 15 poin masalah.

"Mengerucut menjadi enam (masalah), ada beberapa yang kemudian domainnya bukan di pemerintah," kata Pramono Anung di sela sosialisasi amnesti pajak di Jakarta, Kamis (15/9).

Pramono menyebutkan dalam rapat terbatas kabinet Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menko Polhukam Wiranto menyampaikan ada 15 poin yang kemudian mengerucut menjadi enam masalah perlu mendapat arahan dan solusi dari Presiden Joko Widodo. Poin-poin itu antara lain berkaitan dengan sistem pemilu. Apakah akan digunakan sistem proporsional terbuka, proporsional tertutup atau proporsional terbatas.

"Ini keputusannya bukan benar atau salah tetapi menjadi pilihan politik dari fraksi-fraksi yang ada di DPR," katanya. (Baca Juga: Pemerintah-DPR Diminta Segera Bahas RUU Pemilu)

Poin lainnya adalah tentang ambang batas parlemen yang dulu ditetapkan 3,5 persen. "Apakah akan tetap 3,5 persen atau 2,5 atau 3,0 atau bahkan ditingkatkan menjadi lima persen. Itu bukan domain pemerintah tapi keputusan fraksi-fraksi yang ada di DPR," katanya.

Masalah lainnya, lanjut Pramono, adalah bagaimana mengonversi suara menjadi kursi, metode apa yang akan digunakan. "Pemilihan metode ini juga memunculkan tarik-menarik karena terhadap sisa suara itu, masing-masing partai/fraksi pasti akan berbeda menyikapinya," kata mantan Anggota DPR dari PDIP itu.

Masalah berikutnya terkait bagaimana dengan parpol baru. Misalnya, parpol baru itu diperbolehkan atau tidak mencalonkan presiden. "Mereka kan belum punya ambang batas. Kemudian apakah penggunaan ambang batas itu akan bersamaan saat pemilu presiden dan pemilu legislatif," katanya.

Ia menyebutkan isu-isu itu domainnya ada di DPR bukan lagi di pemerintah. "Pemerintah memberikan pilihan tetapi nanti keputusannya adalah peristiwa politik," kata Pramono.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan RUU Pemilu yang akan diusulkan pemerintah ke DPR tidak terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek. "Harus dipastikan UU Pemilu bisa menjamin proses demokrasi, berjalannya demokrasi jujur dan adil," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas yang membahas RUU Penyelenggaraan Pemilu di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (13/9).

Presiden mengakui bahwa sejak reformasi, UU Pemilu, baik UU tentang Anggota DPR, DPRD, DPD maupun UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah dirombak beberapa kali. "Bahkan saya lihat setiap pemilu ada perubahan UU Pemilu," ungkapnya. (Baca Juga: Presiden: RUU Pemilu Tidak Terjebak Jangka Pendek)

Jokowi menyatakan, perubahan UU Pemilu ini merupakan sebuah keniscayaan karena sejalan dengan dinamika perubahan sistem ketatanegaraan dan upaya meningkatkan kualitas demokrasi. Menurutnya, RUU ini merupakan persiapan regulasi baru yang menyesuaikanputusan Mahkamah Konstitusi bahwa pemilu legislatif dan pemilihan presiden dilakukan secara bersamaan.

"Untuk itu saya minta dalam rancangan UU yang diusulkan pemerintah subtansinya menyederhanakan, menyelaraskan tiga UU yang sebelumnya terpisah," ungkap Jokowi.

Ketiga UU yang akan disatukan adalah UU Pemilu Anggota DPR, DPRD, DPD (legislatif), UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta UU Penyelenggaraan Pemilu. RUU Pemilu ini bertujuan untuk menyempurnakan substansi berdasarkan pengalaman praktik pemilu sebelumnya.

"Baik dari segi teknis penyelenggaraan, tahapan pemilu, tata kelola penyelenggaraan pemilu dan pencegahan praktek politik uang," harap Presiden.

Jokowi juga berharap rancangan UU Pemilu yang baru ini juga bisa jadi instrumen menyederhanakan sistem kepartaian, mewujudkan lembaga perwakilan yang lebih akuntabel, serta memperkuat sistem presidential. Iajuga berharap dalam rumusan UU Pemilu yang baru ini, rumusan pasal-pasalnya tidak menimbulkan multitafsir dan menyulitkan penyelenggara pemilu.

"Untuk itu pemilihan mengenai sistem pemilu, ambang batas parlemen, sistem pencalonan presiden dan wapres, penataan daerah pemilihan, metode konversi suara ke kursi harus betul-betul dikalkulasi secara matang sehingga menghadirkan pemerintahan yang efektif dan anggota legislatif yang baik," katanya.
Tags:

Berita Terkait