KPK Telusuri Laporan PPATK Terkait Gratifikasi Farmasi
Berita

KPK Telusuri Laporan PPATK Terkait Gratifikasi Farmasi

Analisa dan penelusuran membutuhkan waktu yang tak sebentar.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
KPK masih menelusuri laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait gratifikasi sebesar Rp800 miliar yang diduga diberikan oleh perusahaan farmasi kepada dokter-dokter selama tigatahun. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, penelusuran tersebut membutuhkan waktu yang tak sebentar.

"Mengenai laporan PPATK tentang perusahaan farmasi yang disebut memberikan gratifikasi, banyak laporan dari PPATK yang disampaikan ke KPK jadi masih harus dianalisa dan ditelusuri, tidak bisa langsung diusut masih butuh waktu apakah kasus itu terkait korupsi," kata Yuyuk di gedung KPK di Jakarta, Jumat (16/9).

Yuyuk menyampaikan hal tersebut, menyusul pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyatakan menerima laporan PPATK mengenai dugaan pemberian gratifikasi kepada dokter dalam jumlah yang fantastis. Menurut Agus, kebiasaan pemberian gratifikasi ini harus diubah. (Baca Juga: Aturan Gratifikasi Dokter Swasta, Ini Pandangan IDI)

"Beberapa hari lalu, saya dilapori PPATK, salah satu di bidang farmasi yang tidak terlalu besar, selama 3 tahun mentransfer uang ke dokter Rp800 miliar. Masih ada pabrik farmasi yang lain. Ini harus diperkenalkan hal-hal baru yang mengubah kebiasaan itu. Ini membutuhkan komitmen banyak pihak. Pengenalan sistem baru tadi akan menjadi salah satu kegiatan KPK," kata Agus pada Kamis (16/9).

Menurut Yuyuk, KPK juga sudah melakukan program pencegahan di bidang kesehatan. Tindak lanjut program pencegahan tersebut masih menjadi pembicaraan antara KPK dengan Kementerian Kesehatan.

"KPK dalam hal ini selain penindakan juga melakukan pencegahan dengan bekerja sama dengan Kemenkes. Nanti akan muncul peraturan yang mengatur sponsorship mengenai dokter-dokter itu. Sementara ini sponsorship itu boleh untuk menambah kompentensi tenaga kesehatan sedangkan kalau penindakan ditemukan tindak pidana korupsi terkait industri bidang apapun maka KPK akan menindaklanjuti dan menelusuri," tambah Yuyuk.

Saat ini menurut Yuyuk, sedang dilakukan pembenahan sistem sebagai kerja sama antara KPK dan Kementerian Kesehatan. "Momentum (pencegahan) itu bisa diciptakan, tapi yang paling penting apakah ada alat bukti yang ditemukan KPK untuk menetapkan tersangka," ungkapnya.

KPK menduga perusahaan farmasi yang memberikan gratifikasi itu tidak hanya satu perusahan. "Perusahaan tidak cuma satu, tapi ini masih dianalisa oleh KPK. Kami sedang melakukan tindakan,tapi tidak bisa merinci siapa saja." tutur Yuyuk. (Baca Juga: KPK Akan Bidik Swasta yang Terlibat Gratifikasi Farmasi)

Namun, Yuyuk menegaskan bahwa KPK hanya berwenang untuk dokter-dokter yang merupakan pegawai negeri. "KPK berwenang untuk dokter yang merupakan pegawai negeri, bukan yang swasta, kalau terkait promosi peningkatan kompetensi seperti seminar tidak bisa dikategorikan sebagai gratifikasi," katanya.

Sebelumnya, dari penelitian Transparency International Indonesia (TII) tahun 2015, Bribe Payer Index menunjukkan kalau sektor farmasi dan kesehatan masuk dalam peringkat ketujuh terburuk dari 19 sektor yang diteliti. Atas dasar itu, TII menilai, seharusnya treatment yang diberikan bisa lebih seimbang atau fair. Sehingga, dokter swasta juga bisa diperlakukan sama dengan dokter pegawai negeri sipil.
Tags:

Berita Terkait