9 Lembaga Nonstruktural Bakal Dibubarkan, Ini Komentar YLKI
Berita

9 Lembaga Nonstruktural Bakal Dibubarkan, Ini Komentar YLKI

Di tengah masih maraknya penyakit yang ditularkan melalui hewan (Zoonosis), seperti rabies, anthrax, malaria dan zika; maka keberadaan Komisi Pengendalian Zoonosis dinilai masih sangat diperlukan.

Oleh:
Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id
Pembubaran 9 Lembaga Non Struktural (LNS) yang diputuskan pemerintah dalam Rapat Terbatas, Selasa (20/9) lalu, selain memberikan dampak pada penghematan anggaran, namun yang lebih penting adalah menghapus terjadinya pemborosan kewenangan antar instansi pemerintah. Meski mendukung keputusan pemerintah, namun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan jika Komisi Pengendalian Zoonosis turut dibubarkan nantinya.

Secara umum YLKI bisa memahami jika Presiden Joko Widodo mengevaluasi keberadaan beberapa lembaga/komisi negara, yang dianggapnya tumpang tindih. Namun, langkah Presiden yang membubarkan Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, sangat disesalkan. Menurut Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, langkah pembubaran Komisi Pengendalian Zoonosis justru bisa memicu penularan penyakit yang ditularkan oleh zoonosis makin tidak tertangani dan bahkan kian meluas.

“Oleh karena itu, di tengah masih maraknya penyakit yang ditularkan melalui hewan (Zoonosis), seperti rabies, anthrax, malaria dan zika; maka keberadaan Komisi ini masih sangat diperlukan,” kata Tulus dalam rilis yang dikutip hukumonline, Kamis (22/9).

Tulus mengingatkan kepada pemerintah bahwa isu Zoonosis adalah msalah lintas sektor (Kemenkes, Kementan dan Pemda). Sehingga keberadaan Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis masih dibutuhkan sebagai lembaga yang mengkoordinasikan semua instansi terkait. Selain itu, komisi ini masih sangat dibutuhkan, mengingat sampai saat ini tidak semua pemerintahan kota/kabupaten sudah memiliki dokter hewan/veteriner.

Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang sudah diubah melalui Undang-Undang No.41 Tahun 2014, pemerintah diamanatkan untuk membentuk Otoritas Veteriner. “Sambil menunggu proses pembentukan Otoritas Veteriner tersebut, sebaiknya Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis tetap dipertahankan,” saran Tulus.

Sebelumnya, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Rini Widianti, mengatakan rencana pembubaran 9 LNS dikarenakan lembaga itu memiliki kewenangan yang overlapping dengan instansi pemerintah lainnya. (Baca Juga: Tinggal Tunggu Perpres, Ini 9 Lembaga Nonstruktural yang Bakal Dibubarkan)

“Dari 9 LNS itu, pemerintah menghemat lebih kurang Rp25 miliar per tahun, karena sebagian LNS itu sudah tidak memiliki alokasi anggaran. Setidaknya ada 5 LNS yang sudah tidak memiliki alokasi anggaran,” kata Rini, seperti dikutip dalam situs Setkab.

Meski kesembilan LNS itu dibubarkan, Rini menegaskan, bahwa pada dasarnya fungsi dari sembilan LNS tersebut tidak dihilangkan melainkan diintegrasikan ke kementerian atau lembaga yang berkaitan dengan fungsi tersebut.

Rini menegaskan, penataan kelembagaan pemerintah ini merupakan salah satu tujuan dari reformasi birokrasi untuk menghasilkan kelembagaan pemerintah yang tepat ukuran, tepat fungsi, dan tepat proses. Untuk keputusan resminya, Kemenpan RB sedang menunggu Peraturan Presiden (Perpres) nya.

Masih Ada 106 LNS
Rini Widianti mengatakan, dalam mengevaluasi keberadaan LNS, pemerintah memperhatikan tiga hal. Yang pertama, melihat dari mandat berdasarkan peraturan peraturan-perundang-undangan. Selanjutnya melihat peran lembaga dalam sistem penyelenggaraan pemerintah.

“Kami melihat dari aspek legalnya karena saat membuat organisasi aspek hukumnya harus jelas. Kemudian, dari peran lembaga tersebut kita ketahui apakah overlapping atau tidak, baru kemudian kita lihat kinerjanya,” terang Rini. (Baca Juga: Ini Petunjuk Menpan RB Soal Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pemprov dan Pemkab)

Yang terakhir dengan melihat dari segi kemanfaatan terhadap pembangunan dan masyarakat. “Jadi evaluasi kami lakukan tidak hanya melihat salah satu sisi saja. Namun ketiga hal tersebut kami pertimbangkan,” jelas Rini.

Ia menyebutkan, sebelumnya jumlah LNS adalah 127. Sepuluh diantaranya dihapuskan pada 2014, menyusul pembubaran dua LNS pada 2015. Dengan demikian, setelah sembilan lembaga diintegrasikan, saat ini tersisa 106 LNS, yang terdiri dari 85 lembaga yang dibentuk berdasarkan UU, 6 dibentuk berdasarkan PP, dan 15 dibentuk berdasarkan Keppres/Perpres.

Menurut Rini, pada awalnya, Kemenpan RB merekomendasikan 14 LNS untuk diintegrasikan, namun berdasarkan keputusan Rapat Koordinasi Khusus Tingkat Menteri dan Sidang Kabinet, saat ini diprioritaskan pada sembilan LNS terlebih dahulu.

Untuk penataan LNS yang dibentuk berdasarkan undang-undang diperlukan waktu lagi karena harus mengubah undang-undang yang berlaku. “Tantangan terbesar kami adalah menata LNS yang dibentuk berdasarkan undang-undang karena penataan tersebut juga harus dengan mengubah undang-undang, sehingga membutuhkan waktu yang cukup panjang,” kata Rini.

Selanjutnya Rini menyampaikan, bahwa sesuai arahan Presiden, kedepan dalam penyusunan undang-undang, tidak mengamanatkan pembentukan atau penyebutan nama lembaga dalam undang-undang mengingat organisasi bersifat dinamis. Presiden meminta Kemenpan RB untuk merampingkan dan mengefektifkan K/L yang ada.

Tags:

Berita Terkait