AAI: Jangan Lahirkan Advokat dengan Standard yang Tak Jelas
Berita

AAI: Jangan Lahirkan Advokat dengan Standard yang Tak Jelas

Para advokat senior disarankan untuk tidak bereuforia mendirikan organisasi baru.

Oleh:
Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa
Menjamurnya organisasi-organisasi advokat baru akibat dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015tentang Penyumpahan Advokat, maka kini bermunculan advokat-advokat instan yang tidak memiliki standarisasi pendidikan profesi sesuai dengan amanat Pasal 2 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat.  

Oleh karena itu, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI) mendorong pelaksanaan Pendidikan Profesi Advokat yang sesuai dengan ketentuan Kurikulum Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk mewujudkan pendidikan profesi advokat yang sesuai dengan standard pendidikan nasional, serta melahirkan advokat yang memiliki kualitas baik.

"Akibat menjamurnya organisasi advokat baru dan mereka menyelenggarakan kursus-kursus advokat sendiri yang tidak memiliki acuan terkait standardisasi kurikulum yang jelas, serta abai terhadap standardisasi pendidikan profesi advokat, maka kami mengadakan sosialisasi pendidikan profesi sesuai kurikulum Dikti untuk mencegah advokat instan yang tidak berkualitas," kata Ketua Umum DPP AAI, Muhammad Ismak, dalam rilis, Rabu (21/9/2016).

Ismak menjelaskan, sebagai akibat banyaknya organisasi advokat baru yang bermunculan dan kemudian menyelenggarakan pendidikan profesi advokat yang tidak memiliki keseragaman dalam standardisasi penyelenggaraannya, maka ia mengimbau agar para advokat senior maupun yang lainnya untuk tidak bereuforia mendirikan organisasi baru.

"Kita mengimbau para advokat yang lain menahan diri untuk tidak bereuforia dengan mendirikan organisasi baru,bahkan melahirkan advokat dengan standardisasi yang tidak jelas,” ujarnya. (Baca Juga: Kemenaker Atur Registrasi Standar Khusus Advokat)

Menurut Ismak, pendidikan Profesi hendaknya menekankan pemahaman Pendidikan Profesi sebagai Pendidikan Tinggi di atas level Sarjana (Level 7) dan di bawah Magister (Level 8) sesuai UU No.12Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Perpres No. 8Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Permenristek-Dikti No.44Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

“Untuk itu AAI bekerjasama dengan Dikti untuk membenahi pendidikan profesi advokat yang ada sekarang ini," tegasnya.

Ismak mengatakan, sudah seharusnya AAI mendorong penyelenggaraan pendidikan profesi advokat yang profesional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebab, apabila tidak terdapat keseragaman dalam standarisasi penyelenggaraan pendidikan profesi advokat, maka dikhawatirkan berdampak pada kualitas dan profesionalitas para calon-calon advokat hingga merugikan masyarakat yang mencari keadilan.

"Padahal profesi advokat adalah profesi terhormat alias Officium Nobile," tukas Ismak.

Tags:

Berita Terkait