Ini Pesan Menkumham untuk Majelis Kehormatan Notaris
Berita

Ini Pesan Menkumham untuk Majelis Kehormatan Notaris

Selain mendampingi notaris nakal, MKN diminta tegas terhadap permohonan pihak penyidik, penuntut umum atau hakim dalam memenuhi permintaan pemanggilan notaris terkait akta yang berada dalam penyimpanannya.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna Laoly. Foto: RES
Menkumham Yasonna Laoly. Foto: RES
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, menegaskan bahwa majelis kehormatan notaris yang terbentuk hingga tingkat wilayah itu harus mendampingi notaris bermasalah atau nakal yang sedang dipanggil oleh petugas kepolisian atau kejaksaan.

"Jika memang diketahui kalau notaris tersebut nakal, maka majelis kehormatan juga akan memberikan persetujuan terkait dengan penyidikan itu," katanya setelah melantik anggota majelis kehormatan notaris wilayah (MKNW) tahun 2016 di Surabaya, Kamis (22/9).

Namun, pihaknya juga berharap seluruh notaris yang ada taat pada undang-undang dan profesional serta tidak membuat akta-akta yang tidak benar. "Itu arahannya, dan memang ada beberapa oknum notaris yang tidak benar," katanya.

Sekali lagi, kata dia, dengan terbentuknya majelis kehormatan notaris ini kalau notaris tersebut ada panggilan polisi harus melalui rapat di majelis kehormatan terlebih dahulu. "Baru kemudian kalau ada unsur pidana maka akan diberikan izin," katanya.

Ia juga meminta kepada majelis kehormatan notaris untuk dapat bertindak tegas terhadap permohonan pihak penyidik, penuntut umum atau hakim dalam memenuhi permintaan pemanggilan notaris terkait akta yang berada dalam penyimpanannya.

"MKN harus cermat, dan tanggap terhadap permohonan tersebut dan teliti dalam proses pemeriksaan terhadap notaris yang bersangkutan sebelum surat persetujuan atau penolakan diberikan," katanya. (Baca Juga: Ini Pandangan Kejaksaan dan Kepolisian Terkait Majelis Kehormatan Notaris)

Terhadap pelaksanaan rapat koordinasi ini, lanjutnya, dilakukan untuk membangun sinergitas serta penyamaan persepsi terkait prosedur dan tata cara pemberian persetujuan atau penolakan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dalam memenuhi permintaan dari pihak penyidik, penuntut umum atau hakim untuk kepentingan proses peradilan.

"Dalam susunan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah ini juga terdapat unsur Kepolisian dan Kejaksaan, hal itu terjadi sebagai suatu langkah awal membangun sinergitas antara Majelis Kehormatan Notaris dengan instansi terkait terhadap penegakan dan perlindungan hukum terhadap notaris," katanya.

Seperti pernah diberitakan hukumonline, selama ini notaris memang jarang menjadi pesakitan. Jarang dibanding mereka yang dipanggil sebagai saksi atau menjadi pihak dalam suatu perkara. Bukan berarti tak ada notaris yang pernah ditetapkan sebagai tersangka atau didakwa di pengadilan.  

Kasubbid Bankum Bidang Hukum Polda Jabar, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yanuar Prayoga, menjelaskan di wilayah Polda Jawa Barat masih jarang notaris jadi tersangka. Kalaupun ada bukan karena niat jahat pribadi, melainkan terseret pihak-pihak yang berperkara.

“Hampir tidak ada notaris yang jadi tersangka. Tetapi ada juga yang jadi tersangka, tapi bukan karena ada niat jahat, cuma terseret oleh pihak-pihak dalam perjanjian,” kata Yanuar.

Notaris di Pusaran Kasus
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan Yanuar Prayoga sebagai polisi, ada tujuh hal berkaitan dengan produk notaris yang sering berujung ke kepolisian.

Pertama, akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan. Notaris membuat akta padahal ia tahu para pihak tidak saling berhadapan atau tidak ada di tempat. Salah satu atau kedua pihak tidak hadir saat akta dibuat. Pihak yang dirugikan biasanya melaporkan notaris.

Kedua, data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar, atau dianggap memberikan keterangan palsu. Permasalahan ini, kata Yanuar, kerap dijadikan senjata oleh para pihak untuk memperkarakan sebuah Akta. Pengaduan ke pihak Kepolisian biasanya dilakukan setelah perjanjian antara kedua belah pihak tidak terselesaikan, atau ada yang ingkar janji.

“Salah satu pihak berusaha mencari celah untuk mempidanakan dan memang faktanya ketemu. Sebenarnya tidak ada yang rugi, cuma memang terkadang ada alamat yang tidak benar. Sehingga di sini perlunya minuta dan dokumen lainnya,” jelas Yanuar. (Baca Juga: Keberadaan Majelis Kehormatan Notaris Dinilai Belum ‘Aman’)

Ketiga, data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Sehingga salah satu pihak dianggap memberikan keterangan palsu. Notaris terseret selaku pihak yang membuat akta perjanjian.

Keempat, data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta notaris yang diterbitkan dianggap akta palsu. Jerat yang biasa dipakai adalah memasukkan data palsu ke dalam akta otentik atau memalsukan dokumen.

Kelima, ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya sama tetapi isinya berbeda. “Ini sering terjadi, nomor, tanggal, dan judul sama, tetapi di akta yang satu cuma ada satu penghadap, dan akta satu lagi ada dua penghadap. Dua akta ini beredar, oleh pihak yang bersengketa ini dipermasalahkan. Kejadian ini sering terjadi misalnya perebutan saham,” ungkapnya.

Keenam, tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan. Ini bisa terjadi karena pembuatan akta dikejar-kejar waktu, dan salah satu pihak tidak berada di tempat. Mungkin juga ada kesengajaan untuk memalsukan tanda tangan.

Ketujuh, penghadap menggunakan identitas orang lain. Notaris belum tentu mengenal secara pribadi orang yang datang menghadap. Notaris tidak dalam posisi menelusuri jejak rekam seseorang, apalagi untuk sampai memastikan identitas dalam dokumen identitas resmi penghadap benar atau palsu.

Tags:

Berita Terkait