Dekan: Dewi Taviana, Ahli yang Dihadirkan Jessica Bukan Psikolog dari UI
Berita

Dekan: Dewi Taviana, Ahli yang Dihadirkan Jessica Bukan Psikolog dari UI

Yang bersangkutan hanya alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Dewi Taviana Walida Haroen. Foto: RES
Dewi Taviana Walida Haroen. Foto: RES
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) mengklarifikasi status Dewi Taviana Walida Haroen yang oleh banyak media disebutkan sebagai Ahli Psikologi Politik dari UI. Dekan Fakultas Psikologi UI, Tjut Rifameutia Umar Ali, menyatakan ahli yang dihadirkan pengacara Jessica Kumala Wongso, itu bukan psikolog dari UI.

"Yang bersangkutan tidak pernah bekerja di lingkungan Fakultas Psikologi UI," kata Rifameutia saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (23/9).

Berdasarkan data dari fakultas, Rifameutia mengatakan, Dewi masuk Fakultas Psikologi UI bernama lengkap Dewi Taviana Walida pada program S1 pada 1984. Selanjutnya, Dewi menyelesaikan pendidikan Sarjana Psikologi pada 1991, namun tidak pernah menjadi staf pengajar, peneliti maupun psikolog yang terafiliasi dengan UI.

Keberatan Rifameutia juga dipampang di Website Fakultas Psikologi UI. "Yang bersangkutan hanya alumni Psikologi UI," tutur Rifameutia.

Rifameutia menuturkan pihaknya harus meluruskan status Dewi yang disebut ahli psikolog politik Fakultas Psikologi UI saat menjadi saksi ahli pada sidang Jessica.

Rifameutia menambahkan, Dewi tidak memiliki latar belakang pendidikan akademis, rekam jejak penelitian maupun pengabdian pada bidang psikologi politik. “Kami tidak dapat menjamin apakah yang bersangkutan memiliki kualifikasi yang bisa dipertanggungjawabkan pada bidang psikologi politik," ujar wanita bergelar doktor itu.

Rifameutia menyampaikan keberatan jika Dewi Taviana disebutkan sebagaiahli psikologi politik dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. (Baca Juga: Hakim Perlu Perhatikan Integritas Ahli)

Untuk diketahui, Psikolog Dewi Taviana Walida, ahli dari terdakwa kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin diduga akibat kopi bersianida, Jessica Wongso, menyatakan hasil pemeriksaan kejiwaan terdakwa yang dilakukan atas perintah penyidik tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sebabnya, menurut Dewi, tujuan dan hasil pemeriksaan kejiwaan yang dilakukan pakar psikologi klinis Antonia Ratih Handayani tidak selaras. "Tujuan pemeriksaan itu adalah membuat profil (profiling) Jessica. Namun ternyata hasilnya hanya kesimpulan bahwa terdakwa waras, cerdas dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Itu bukan profiling," ujar Dewi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/9).

Seharusnya, menurut dia, profiling harus menggambarkan keseluruhan terdakwa seperti hubungan dengan keluarga dan masa kecilnya bagaimana. Artinya, hal ini tidak cukup hanya ditanyakan kepada Jessica saja.

Selain itu, Dewi juga mempertanyakan hasil pemeriksaan Antonia Ratih yang menyatakan bahwa Jessica waras dan cerdas, tetapi di sisi lain menuliskan pula bahwa terdakwa memiliki gangguan mental (mental disorder) dan cenderung narsistik. "Ini tidak sinkron," kata Dewi.

Meja 54 Pihak jaksa penuntut umum (JPU) kemudian mencecar Dewi dengan pertanyaan tentang perilaku Jessica di meja nomor 54 yang menaruh tas kertas di atas meja. Dewi menanggapinya dengan mengatakan bahwa tidak bisa secara langsung menyatakan bahwa ada tindakan kriminal di balik peletakan tas kertas. (Baca Juga: Pro Kontra ‘Motif’ dalam Kasus Pembunuhan Berencana)

"Harus melakukan pengecekan apakah itu kebiasaan atau tidak, telah dilakukan berulang kali atau tidak. Tentu mesti diselidiki dengan penelitian. Bisa saja diletakkan di meja karena harganya mahal atau takut kotor," tutur Dewi.

Dalam keterangannya, Dewi sendiri beberapa kali mengulang kalimat 'semua kemungkinan bisa terjadi'. Ketiadaan data primer seperti yang dimiliki Antonia Ratih membuat dasar argumentasi Dewi terbatas. "Saya hanya melihat dari metodologinya. Itu yang utama. Selebihnya saya tidak bisa melanjutkan," ujar Dewi.

Wayan Mirna Salihin tewas pada Rabu, 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Korban diduga meregang nyawa akibat menenggak kopi es vietnam yang dipesan oleh temannya, terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Tags:

Berita Terkait