Ombudsman Soroti Penanganan Kekerasan Seksual Perempuan-Anak
Berita

Ombudsman Soroti Penanganan Kekerasan Seksual Perempuan-Anak

Dari hasil monitoring yang dilakukan Ombudsman, masih terdapat sejumlah kendala dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Memperingati Hari Perempuan Internasional, Parade Juang Perempuan Indonesia melakukan aksi di kawasan jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (8/3). Dalam aksinya, Parade Juang Perempuan Indonesia menyatakan menolak diskriminasi, kekerasan serta pelecehan seksual terhadap perempuan.
Memperingati Hari Perempuan Internasional, Parade Juang Perempuan Indonesia melakukan aksi di kawasan jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (8/3). Dalam aksinya, Parade Juang Perempuan Indonesia menyatakan menolak diskriminasi, kekerasan serta pelecehan seksual terhadap perempuan.
Ombudsman Republik Indonesia menyoroti berbagai masalah dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang semakin marak terjadi.

"Karena itu kami menyampaikan beberapa saran untuk memonitoring masalah ini di seluruh Indonesia. Memang saat ini kita baru memonitoring di wilayah DKI Jakarta," kata Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu di Jakarta, Selasa (27/9).

Dalam monitoring saran terbuka Ombudsman RI terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dalam bidang pelayanan publik juga dihadiri Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, perwakilan Kementerian Kesehatan serta dari lembaga terkait.

Dari hasil monitoring yang dilakukan Ombudsman, masih terdapat sejumlah kendala dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) misalnya, Ninik menjelaskan ada beberapa hal yang belum terselenggara. Meski kementerian tersebut memiliki Unit Pengaduan, tapi belum terintegrasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Kemenkes dan Kemsos.

"Proses integrasi akan memperbaiki penanganan korban. Karena Menteri PPPA adalah menteri koordinator dalam penanganan korban, kalau koordinasi ini belum berjalan secara maksimal maka penanganan belum bisa dilakukan," ujar Ninik.

Masalah juga ditemukan di kepolisian, meski juga sudah memiliki Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), tapi hampir sebagian besar polsek belum punya ruangan khusus untuk pelayanan.(Baca Juga: Ingat! Korban Kekerasan Seksual Juga Punya Hak Restitusi)

"Kalau ada tiga saja pelapor, bagaimana mereka bisa melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara aman dan nyaman bagi korban karena standar pelayanan minimalnya itu harus ada ruang pelayanan khusus, itu berarti maladministrasi dalam penanganan korban," katanya menambahkan.

Begitu juga dengan Kemsos yang melakukan proses rehabilitasi sosial terhadap korban melalui Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) dan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA).

Menurut dia, dalam temuan Ombudsman perlu ada peningkatan kapasitas dari layanan RPTC dan RPSA. Selain itu, harus ada indikator terkait berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan upaya pemulihan dan rehabilitasi sosial.

"Berapa lama waktunya karena selama ini hanya punya waktu dua minggu, sementara kebutuhan korban lebih dari itu, karena kalau ini tidak dipulihkan secara utuh korban juga bisa jadi pelaku," ujar dia. (Baca Juga: DPR dan Pemerintah ‘Ditantang’ Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual)

Seperti diketahui, sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan perempuan mulai bermunculan ke publik. Sebelumnya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menantang DPR dan pemerintah untuk segera melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) secara tripatrit.

Menurut Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Indonesia seperti dalam kondisi darurat terhadap kekerasan seksual terhadap anak. Sayangnya, hukum yang ada tidak mampu memberikan efek jera terhadap pelaku. Bahkan, bermunculan pelaku lain dengan kasus serupa. Selain itu, regulasi yang ada belum maksimal dalam memberikan advokasi dan perlindungan maksimal terhadap korban.

“Saat ini, DPD sudah menyusun naskah akademik RUU tersebut, tinggal dibahas dan segera disahkan bersama DPR RI dan Pemerintah,” ujar Hemas beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait