Menkopolhukam: UU Pemberantasan Terorisme Merupakan Senjata Aparat
Berita

Menkopolhukam: UU Pemberantasan Terorisme Merupakan Senjata Aparat

Kerja sama antara aparat keamanan dan masyarakat sangat dibutuhkan menangkal doktrin radikal dan menanggulangi terorisme.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penanganan aksi terorisme di Jakarta. Foto: RES
Ilustrasi penanganan aksi terorisme di Jakarta. Foto: RES
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme segera diselesaikan. Alasannya karena UU tersebut merupakan senjata bagi aparat keamanan dalam melawan terorisme.

"Kalau kita tidak ada suatu senjata yaitu payung (hukum) undang-undang ekstra untuk melawan teroris ya sama saja kita melawan mereka dengan tangan terikat," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (27/9).

Menurut Wiranto, kerja sama antara aparat keamanan dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menangkal doktrin radikal dan menanggulangi terorisme. Sementara pemerintah terus berupaya memberantas kemiskinan dan kesewenang-wenangan yang menjadi akar gerakan radikal di berbagai negara, termasuk Indonesia.

"Dampak radikalisme dan terorisme akan dihadapi seluruh bangsa, maka sebelum terjadi kita harus bekerja sama melawannya," kata Wiranto. (Baca Juga: Isu Teror Jadi Bahasan Utama di Sidang Interpol Bali)

Akhir Agustus lalu, anggota Panitia Khusus (Pansus) Terorisme, Arsul Sani mengatakan pembahasan revisi UUPemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih pada tahap mendengarkan masukan dari masyarakat tentang Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh setiap fraksi di DPR.

Beberapa pasal yang dipermasalahkan antara lain sanksi pencabutan kewarganegaraan bagi pihak yang terlibat tindak pidana terorisme serta pasal terkait pelibatan TNI. Sedangkan kebijakan dan strategi nasional penanggulangan terorisme dilakukan Polri, TNI dan lembaga nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme.

Pasal 43B ayat (1) draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan bahwa kebijakan dan strategi nasional penanggulangan tindak pidana terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme.Pasal 43B ayat (2) menyatakan peran TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan bantuan kepada Polri.

Arsul mengatakan ada pula usul untuk memperkuat fungsi pengawasan mengingat ada sejumlah kasus terorisme yang tidak jelas penyelesaiannya seperti kasus terduga teroris Siyono.Identifikasi masalah yang dituangkan dalam DIM harus diserahkan oleh semua fraksi di DPR pada akhir Oktoberini. (Baca Juga: Pansus Revisi UU Terorisme Minta PPATK Awasi Dana Asing di Densus 88)

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, bahwa tantangan yang harus dihadapi negara-negara di dunia dalam memberantas terorisme akan semakin besar. Atas dasar itu, kerja sama internasional menjadi keharusan dalam menghadapi tantangan ekstrimisme dan terorisme yang semakin besar.

Retno mengatakan, setiap negara tidak dapat mengatasi sendiri ancaman dari terorisme yang memiliki jaringan lintas batas dan akses kepada teknologi komunikasi yang semakin maju. Maka itu, perlu diperkuat strategi dalam upaya memerangi ekstrimisme dan terorisme.
Tags:

Berita Terkait