Berstatus Justice Collaborator, Rekanan Proyek Simulator Dituntut 4,5 Tahun
Berita

Berstatus Justice Collaborator, Rekanan Proyek Simulator Dituntut 4,5 Tahun

Sesuai dengan dakwaan primer.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri, Sukotjo Sastronegoro Bambang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (24/5). Berkas perkara Sukotjo telah dinyatakan lengkap atau P21 yang berarti akan segera memasuki tahap persidangan.
Tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri, Sukotjo Sastronegoro Bambang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (24/5). Berkas perkara Sukotjo telah dinyatakan lengkap atau P21 yang berarti akan segera memasuki tahap persidangan.
Rekanan proyek pengadaan driving simulator roda dua (R2) dan roda empat (R4) pada Kakorlantas 2011, Sukotjo Sastronegoro Bambang dituntut empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan oleh penuntut umum KPK. Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia itu juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp3,933 miliar subsider satu tahun penjara.

Jaksa menilai, terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Penuntut umum KPK Alif Fikri mengatakan, uang pengganti dibayarkan paling lama setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap.

“Jika tidak, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang penganti, bila harta bendanya tidak mencukupi maka dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun," kata Alif.

Dalam perkara ini, terdakwa memperoleh status justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor KEP-918/01-55/8/2016 tanggal 22 Agustus 2016. Status ini menjadi salah satu hal meringankan yang melekat pada diri Sukotjo.

Selain itu, terdakwa juga terus terang mengakui dan menyesali perbuatannya. Hal meringankan lainnya, terdakwa bukanlah pelaku utama, kooperatif dan konsisten dalam memberikan keterangan baik sebagai saksi, tersangka maupun terdakwa. Terdakwa juga membuka keterlibatan pihak lain dan memberikan data serta dokumen sehingga KPK mampu menyelamatkan keuangan negara yang besar. (Baca Juga: KPK Pegang Transaksi Mencurigakan Simulator SIM)

KPK menilai, terdakwa terbukti memperkara diri sendiri sebesar Rp3,933 miliar dan memperkara orang lain yakni, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto Rp88,44 miliar, mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo sebesar Rp32 miliar, mantan Wakakorlantas Brigjen Pol Didik Purnomo sebesar Rp50 juta, Pimer Koperasi Direktorat Lalu Lintas Kepolisian RI (Primkoppol Dit Lantas Polri) sebesar Rp15 miliar, Wahyu Indra sebesar Rp500 juta, Gusti Ketut Gunawa sebesar Rp50 juta, Kepala Bagian Perencanaan Anggaran Khusus (Bagrengarsus) Mabes Polri Darsian Rasyid sebesar Rp50 juta, Warsono Sugantoro alias Jumadi sebesar Rp20 juta sehingga total kerugian negara adalah sebanyak Rp121,830 miliar.

Awalnya, terdakwa bermitra dengan Budi Susanto untuk melakukan pekerjaan pengadaan driving simulator R2 dan R4 masing-masing sebanyak 1000 unit. Proyek dilaksanakan dari Oktober 2010 sampai dengan Desember 2010 dengan menggunakan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Korlantas Mabes Polri TA 2010. Namun, karena PNBP 2010 tidak memenuhi target maka yang terealisasi hanya sebanyak 100 unit R2 dan 50 unit R4 yang dilakukan Sukotjo dan Budi.

Atas perintah Djoko Susilo sebagai Kakorlantas maka disusunlah kebutuhan pengadaan driving simulator R2 dan R4 tahun anggaran 2011 dengan R2 sebanyak 700 unit masing-masing senilai Rp80 juta dengan total anggaran Rp56 miliar dan R4 sebanyak 556 unit dengan nilai sebesar Rp260 juta yang total anggarannya Rp144,56 miliar. Sukotjo dan Budi kemudian mendapatkan kredit modal kerja dari Bank BNI sebesar Rp100 miliar dengan jaminan dari Djoko Susilo padahal rencana umum anggaran belum ditetapkan dan pagu anggaran definitif juga belum diumumkan. (Baca Juga: KPK Klaim Lebih Dulu Tangani Kasus Simulator)

Dan dalam pelaksanaannya, juga terjadi sejumlah penyimpangan seperti PT CMMA dan PT ITI sudah melakukan berbagai aktivitas dengan Korlantas Polri terkait pengadaan driving driving simulator R2 dan R4 meskipun lelang belum dimulai. Data-data spesifikasi teknis dan HPS untuk pengadaan ini menggunakan data dari PT ITI, perusahaan-perusahaan yang mendaftar sebagai peserta pengadaan hanyalah peserta pelengkap (shell company).

"PT CMMA tidak memenuhi kualifikasi dan pengalaman sebagai penyedia driving simulator baik R2 maupun R4, sehingga PT CMMA sebenarnya tidak layak ditunjuk sebagai pemenang lelang," ungkap jaksa.

Selanjutnya, juga terjadi penyimpangan berupa penggelembungan (mark up) nilai kontrak dengan cara menaikkan harga komponen barang-barang tertentu menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya. Beberapa komponen sebenarnya tidak ada atau tidak digunakan, namun dibuat seolah-olah ada. Beberapa rincian jenis barang sebenarnya hanya merupakan satu jenis barang saja, seperti spedo meter.

Terakhir terjadi penyimpangan pada proses pembayaran yaitu pembayaran dilakukan 100 persen kepada PT CMMA dilakukan meskipun barang belum diserahkan sepenuhnya kepada pihak Korlantas Polri baik untuk R-2 maupun untuk R-4. Apalagi sebagian dari driving simulator R2 dan R4 yang diserahkan oleh PT CMMA tidak memenuhi spesifikasi teknis yang diatur dalam kontrak seperti spedo meter, LCD. (Baca Juga: Kisah Perusahaan Pinjaman Lelang Simulator)

Penyimpangan-penyimpangan itu menyebabkan kerugian negara sebesar Rp121,83 miliar yang terdiri dari kerugian negara akibat penggelembungan nilai kontrak adalah sebesar Rp100,342 miliar, dengan perincian driving simulator R2 Rp13,372 miliar dan Driving Simulator R4 Rp86,97 miliar dan kerugian negara akibat ketidaksesuaian spesifikasi teknis seperti yang diatur dalam kontrak untuk driving simulator roda dua (R2) adalah sebesar Rp10,156 miliar dan driving simulator roda empat (R4) sebesar Rp11,33 miliar.

Atas tuntutan itu, Sukotjo akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 5 Oktober. "Akan mengajukan pledoi pribadi dan pledoi penasihat hukum," tutupnya.
Tags:

Berita Terkait