Pelaku Usaha Harap Regulasi Fintech Rampung Tahun Ini
Berita

Pelaku Usaha Harap Regulasi Fintech Rampung Tahun Ini

Agar transaksi aman dan berkelanjutan.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Chairman perusahaan Financial Technology (Fintech), Investree, Adrian Asharyanto Gunadi, berharap proses pembuatan regulasi mengenai layanan keuangan berbasis teknologi dapat selesai pada akhir tahun 2016. Tujuannya, agar transaksi yang dilakukan berlangsung aman dan berkelanjutan.

"Kami sebagai wakil dari Asosiasi Fintech Indonesia bersama otoritas terkait sedang menyusun aturan main peer-to-peer lending, dan harapannya akhir tahun sudah muncul agar transaksi dapat aman dan berkelanjutan," kata Adrian di Jakarta, Rabu (28/9).

Regulasi dari otoritas terkait mengenai Fintech bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan industri tersebut. Pendekatan yang mengedepankan kehati-hatian perlu dilakukan untuk menghindari kegagalan yang bisa merugikan konsumen.

Melalui pemantauan yang intensif oleh otoritas terkait diharapkan proses perumusan kebijakan dapat lebih tepat dan antisipatif. Adrian mengatakan proses pembentukan regulasi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) berlangsung positif dalam perumusan aturan main melalui fasilitas regulatory sandbox.

"Aspek yang diperhitungkan antara lain manajemen risiko, permodalan, perlindungan konsumen, dan izin," ucap dia. (Baca Juga: 6 Poin yang Akan Diatur Dalam Peraturan OJK tentang Fintech)

Regulatory sandbox sendiri merupakan sarana untuk memonitor secara langsung evolusi model bisnis dan risiko yang mungkin melekat dari ragam model bisnis Fintech. Selain fasilitas regulatory sandbox, BI juga akan meluncurkan beberapa stimulus pada pertengahan Oktober 2016 untuk mengembangkan bisnis ini.

Misalnya, kata Adrian, dengan mendirikan Fintech Office untuk menampung inovasi dari pelaku industri dan mendorong terbitnya peraturan yang akomodatif. Fintech Office merupakan wadah bagi BI dan pelaku industri untuk mengevaluasi, menguji dan memitigasi risiko industri Fintech. Dalam wadah ini, akan tercipta pusat data terbaru yang bisa menjadi landasan kebijakan terkait Fintech.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memproyeksikan investasi Fintech pada 2018 akan mampu menembus angka AS$8 miliar atau sekitar Rp105,6 triliun. Pada tahun 2008, investasi di Fintech masih sekitar AS$900 juta dan meningkat menjadi AS$3 miliar pada 2013.

Sebelumnya, Kepala Badan Inovasi dan Teknologi Start-up Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Patrick Walujo, mengatakan bahwa fenomena Fintech di Indonesia mesti disikapi dengan cepat. Dalam hal ini, Kadin misalnya langsung membentuk badan atau lembaga baru yang khusus menyoroti mengenai Fintech, yakni Badan Inovasi dan Teknologi Start-up (Bits). (Baca Juga: 5 Masukan Aturan Financial Technology untuk OJK)

Dikatakan Patrick, Kadin berkepentingan menjadi jembatan antara pelaku lama dengan pelaku start-up dalam hal terjadi sengketa yang mungkin timbul kemudian. “Industri baru akan berpotensi alami tantangan dan sengketa. ini perlu dijembatani,” katanya.

Terlepas dari hal itu, Patrick menyatakan bahwa Fintech menjadi jawaban ketika belum sepenuhnya masyarakat inklusif dengan sektor jasa keuangan, terutama perbankan. Menurutnya, apa yang kini dilakukan OJK sangat patut diapresiasi lantaran cepat merepson fenomena Fintech sektor jasa keuangan ini.
Tags:

Berita Terkait