Keputusan Strategis Terkendala Alotnya Pembahasan RUU Migas
Berita

Keputusan Strategis Terkendala Alotnya Pembahasan RUU Migas

Tanpa UU Migas, upaya mencapai kedaulatan energi dinilai sia-sia.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perusahaan migas. Foto: SGP
Ilustrasi perusahaan migas. Foto: SGP
Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (Migas) Fahmy Radhi mengatakan, pembahasan RUU Migas yang merupakan inisiatif DPR sudah mendesak untuk segera disahkan. "Salah satu alasan perlunya UU Migas baru ini dikarenakan banyak keputusan strategis yang tidak bisa dilakukan akibat belum ada payung hukumnya," ujar dosen UGM tersebut, Rabu (28/9).

Bahkan, ia meminta Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) jika dalam waktu dekat UU Migas belum bisa diundangkan. "Tanpa UU atau perppu, upaya mencapai kedaulatan energi akan sia-sia belaka," tambah Fahmy.

Hal senada juga diutarakan pengamat energi Komaidi Notonegoro. Menurutnya, revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas tersebut sudah menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi, lanjutnya, revisi UU Migas sudah menjadi rekomendasi Pansus Hak Angket BBM DPR sejak delapan tahun lalu.

"Tapi, sampai sekarang belum selesai juga revisinya," kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu. (Baca Juga: RUU Migas Diharapkan Jadi Solusi Masalah Hukum Sektor Migas)

Komaidi menambahkan, substansi utama dari RUU Migas adalah membenahi permasalahan kelembagaan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengamanatkan usaha migas harus dilakukan oleh BUMN. Sesuai amanat MK itu, lembaga Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) harus berbentuk BUMN.

"Nantinya, apakah BUMN baru ini bergabung ke Pertamina atau jadi BUMN tersendiri, itu berpulang ke pemerintah dengan pertimbangan paling efisien dan baik bagi bangsa dan negara," ujarnya.

Fahmy juga mengatakan, lembaga SKK Migas sesungguhnya sudah tidak sesuai dengan putusan MK, yang telah membubarkannya. "Peran dan fungsi SKK Migas sebaiknya dibentuk BUMN khusus yang mewakili negara dalam pengelolaan ladang migas," katanya.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PKB Syaikhul Islam Ali mengatakan, saat ini, pihaknya sedang memfinalisasi draf RUU Migas tersebut. Ia sepakat, jika pembahasan RUU Migas untuk segera diselesaikan merupakan sebuah keharusan.

"Saya setuju bahwa UU ini mendesak diperlukan, karena banyak pasalnya yang invalid setelah dibatalkan MK," katanya. (Baca Juga: Bentuk Badan Usaha Khusus Migas Perlu Diatur dalam RUU Migas)

Menurut Syaikhul, melalui UU Migas yang baru nanti diharapkan lahir BUMN, yang memegang hak pengusahaan migas secara penuh. "Kami berharap BUMN itu adalah Pertamina," ujarnya.

Terkait kelembagaan, Syaikhul juga mengusulkan agar peran Pertamina dikembalikan sesuai UU Tahun 1971 tentang Pertambangan. "Nantinya, Pertamina yang berkontrak dengan KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) dan bukan lagi pemerintah," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait