Praperadilan Gubernur Sulawesi Tenggara Digelar Selasa Depan
Berita

Praperadilan Gubernur Sulawesi Tenggara Digelar Selasa Depan

KPK diharap menghentikan dahulu penyidikan kliennya yang terjerat kasus dugaan korupsi.

Oleh:
Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Negeri Jaksel. Foto: RES
Pengadilan Negeri Jaksel. Foto: RES
Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK mengajukan gugatan praperadilan. Dirinya tidak terima atas penetapan tersangka atas dirinya tersebut. sidang perdana permohonan praperadilan tersebut rencananya akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (4/10) pekan depan.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Humas Pengadilan Negeri Jakrat Selata, Made Sutrisna yang menyatakan bahwa sidang permohonan praperadilan tersebut akan dipimpin oleh Hakim Tunggal I Wayan Karya. “Iya sidang perdana akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 Oktober 2016 dipimpin oleh Hakim I Wayan Karya,” ujarnya, Kamis (29/9).

Maqdir Ismail selaku kuasa hukum dari Nur Alam juga menyatakan sudah menerima surat pemanggilan untuk sidang. Maqdir juga berharap dan meminta agar KPK menghentikan dahulu penyidikan kliennya yang terjerat kasus dugaan korupsi. “Kami sudah menerima surat pemanggilan untuk sidang pada 4 Oktober 2016. Artinnya KPK juga harus menghentikan sementara penyidikan kasus Nur Alam sampai dengan adanya putusan praperadilan,” ungkapnya.

Dalam permohnannya, Nur Alam memberikan beberapa alasan atau keberatan terhadap penetapnnya sebagai tersangka terkait dengan pernerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dianggap telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- undang Tindak Pidana Korupsi.

“Ini pernah digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara oleh PT Prima Nusa Santosa. Dalam putusannya hakim menyatakan bahwa penerbitan IUP tersbeut sesuai dengan kewenangan dan prosedur dalam penerbitan IUP, sehingga berdasarkan ketentuan undang- undang yaitu Pasal 27 huruf b tentang Pertambangan MInera dan Batu Bara adalah kewenangan dari gubernur untuk penerbitan izinnya,” tuturnya.

KPK juga dianggap belum menghitung kerugian negara dalam kasus yang menjerat kliennya tersebut. selain itu, dia juga meyatakan bahwa KPK belum pernah memeriksa Nur Alam tetapi langusng menetapkannya sebagai tersangka.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) KPK pada 15 Agustus 2016. Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.

Perbuatan ini dilakukan dengan cara mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara. (Baca Juga: Sekda Akui Gubernur Sultra Minta Rekomendasi Izin Usaha Pertambangan)

Nur Alam dalam perkara ini disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pasal ini adalah pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar AS$4,5 juta atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri. Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.

Tags:

Berita Terkait