Mahmilub, Mahkamah yang Awalnya Dibentuk untuk Mendukung Sosialisme
Sidang Mahmilub G30S

Mahmilub, Mahkamah yang Awalnya Dibentuk untuk Mendukung Sosialisme

Namun, pasca 1965, Mahmilub justru menjatuhi hukuman mati ke sejumlah tokoh Komunis Indonesia.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Mahmilub, Mahkamah yang Awalnya Dibentuk untuk Mendukung Sosialisme
Hukumonline
Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) merupakan lembaga peradilan yang menjadi momok bagi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pasalnya, pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965, banyak tokoh-tokoh sentral PKI yang diadili melalui forum Mahmilub ini. Bahkan, tak sedikit di antara para tokoh sosialis-komunis yang cukup berpengaruh di  Indonesia itu dijatuhi hukuman mati.

Uniknya, Mahmilub ini awalnya justru dibentuk untuk mendukung paham sosialis, ideologi yang berdekatan dengan komunisme. (Baca Juga: Secuil Cerita Seputar Mahkamah yang Luar Biasa).

Fakta tersebut bisa ditemukan dalam bagian konsideran UU No.16/PNPS/1963 tentang Pembentukan Mahkamah Militer Luar Biasa. “Bahwa masih terjadi perkara-perkara yang merupakan bahaya besar bagi keamanan Bangsa dan Negara yang sedang berevolusi membentuk masyarakat sosialis Indonesia, hingga memerlukan penyelesaian yang segera,” demikian bunyi bagian menimbang dalam aturan yang diteken oleh Presiden Sukarno pada 24 Desember 1963.   

Selain itu, aturan tersebut juga menjelaskan bahwa Mahmilub dibentuk sebagai suatu badan peradilan khusus yang dapat memeriksa dan mengadili perkara-perkara dengan cepat. Perkara-perkara yang dimaksud adalah yang sangat erat hubungannya dengan keamanan atau pun pertahanan. “Maka badan peradilan yang dibentuk merupakan badan di lingkungan peradilan militer,” demikian bunyi salah satu konsideran aturan tersebut.

Proses yang cepat ini digambarkan dari kewenangan Mahmilub yang memeriksa dan mengadili perakara dalam tingkat pertama dan terakhir sebagaimana disebutkan Pasal 1 UU No.16/PNPS/1963 ini. Artinya, tidak ada upaya hukum lainnya setelah vonis Mahmilub. Sedangkan, untuk aturan hukum pembuktian mengikuti pembuktian yang ada di Mahkamah Agung (MA).

Karena sifatnya yang khusus, Mahmilub hanya dibentuk oleh Presiden apabila ada perkara yang dinilai membahayakan bangsa dan negara. Misalnya, dalam kasus G30S, pembentukan Mahmilub berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 370 Tahun 1965. (Baca Juga: Ihwal Siaran Langsung Radio dan Pledoi ‘Cemburu’ Sudisman).

Mayjen (Purn) Samsudin, dalam bukunya yang bertajuk “Mengapa G30S/PKI Gagal? (Suatu Analisis)”, menyebutkan bahwa Keppres yang ditandatangi oleh Presiden Sukarno tersebut menunjukan sekaligus bantahan bahwa Presiden Sukarno tidak terlibat dalam peristiwa pembunuhan sejumlah jenderal tersebut. “Bung Karno menyebutkan bahwa G30S/PKI adalah gerakan petualangan kontra revolusi,” sebutnya.

Salah satu poin penting dalam Keppres yang ditandatangani pada 4 Desember 1965 adalah memberi peran yang signifikan kepada Mayjen Suharto terhadap perkara-perkara itu. Setidaknya, ada tiga kewenangan yang diberikan kepada Suharto, yakni (1) Menentukan tokoh-tokoh yang diduga terlibat dalam peristiwa G30S; (2) Bertindak sebagai perwira penyerah perkara dalam perkara-perkara tersebut; (3) Menentukan susunan Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mempersiapkan, memeriksa dan mengadili perkara-perkara tersebut.

G30S Bukan Kasus Pertama 
Meski Mahmilub kerap diidentikan dengan G30S, tetapi kasus tersebut bukan yang pertama kali diadili di Mahmilub. Faktanya UU No.16/PNPS/1963 telah terbit terlebih dahulu dua tahun sebelum peristiwa G30S itu meledak. Hingga, akhirnya sejumlah terdakwa mulai diperiksa dan diadili pada 1966. (Baca Juga: Kisah Sederet Abjad yang Mengklasifikasi PKI).

Samuel Gulton dalam buku bertajuk “Mengadili Korban: Praktek Pembenaran terhadap Kekerasan Negara” menjelaskan bahwa kasus pertama yang diadili oleh Mahmilub adalah perkara atas terdakwa Dr Soumokil yang berkaitan dengan gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS).

Berdasarkan penelusuran hukumonline, Dr Soumokil ditangkap pada 2 Desember 1963. Lalu, ia diajukan ke Mahmilub, kemudian dihukum mati. “Perkara Soumokil diputus berdasarkan Putusan Mahmilub No.1 25 April 1964,” sebut Samuel.

Kehakiman ABRI
Pada 1972, Presiden Suharto menerbitkan Keputusan yang memperjelas organisasi Mahmilub. Dalam Keppres Nomor 52 Tahun 1972 tentang Kedudukan Organisatoris Administratip dan Finansiil Mahkamah Militer Luar Biasa, Presiden Suharto menyatakan bahwa Mahmilub merupakan unsur yustisi dalam lingkungan Kehakiman Angkatan Bersenjata (KEH.ABRI), tetapi secara organisatoris, administratif dan finansial ada di bawah Departemen Pertahanan-Keamanan. 

Selain itu, Menteri Pertahanan-Keamanan dan Kehakiman ABRI diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan terhadap Mahmilub. Pembinaan dan bimbingan ini harus dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku dan menghormati asas peradilan bebas. Aturan ini dapat ditemukan di Pasal 2 Keppres tersebut.

Sedangkan Pasal 3 mengatur mengenai biaya peradilan di Mahmilub. “Biaya peradilan dalam Mahmilub dibebankan kepada Departemen Pertahanan-Keamanan dan Anggaran khusus Kehakiman ABRI,” demikian bunyi ketentuan tersebut.

Pasca Keppres Nomor 52 Tahun 1972, Hukumonline tidak lagi menemukan aturan hukum setingkat undang-undang atau peraturan pemerintah yang berkaitan dengan Mahmilub.
Tags:

Berita Terkait