Ini Sanksi Bagi Penjual yang Menolak Pembayaran Pakai Uang Receh
Berita

Ini Sanksi Bagi Penjual yang Menolak Pembayaran Pakai Uang Receh

Bagi yang enggan menerima/menolak pembayaran dengan uang logam, dapat dihukum pidana berupa penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Oleh:
Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Foto: bawean.net
Foto: bawean.net
Belakangan dihebohkan dengan Setiadi, pria yang berdomisili di Depok yang membeli Honda CBR150R seharga Rp33,425 juta dengan berember-ember uang receh di Honad Care Motor Depok. Setelah ditolak tujuh dealer, Setiadi akhirnya bisa memiliki motor impiannya itu setelah dealer kedepalan menerima uang receh yang disodorkan Setiadi. Uang receh seberat 120 Kg tersebut, dihitung oleh para sales dari dealer menghabiskan waktu beberapa hari.

Tetapi tahukah bahwa terdapat sanksi bagi penjual yang tidak mau menerima pembayaran dengan uang receh? Seperti dijelaskan Klinik hukumonline, Pasal 23 UU UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran.

Pasal 23 UU Mata Uangberbunyi: (1) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis

Adapun sanksi bagi setiap orang yang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran terdapat dalam Pasal 33 ayat (2) UU mata uang. Dalam pasal 33 ayat (2) tersebut orang yang menolak pembayaran dengan mata uang dipidana dalam kurngan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta. Penolakan pembayaran dengan uang hanya boleh dilakukan ketika terdapat keraguan atas keaslian rupiah.

Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uangberbunyi:Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam: a.    setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; b.    penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau; c.    transaksi keuangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

Jadi, pengecualian penolakan rupiah hanya berlaku dalam hal terdapat keraguan atas keaslian uang rupiah. Di luar itu pengecualian itu, setiap orang dilarang menolak, termasuk dalam bentuk receh sekalipun. (Baca Juga:  Kisah Pembatasan Transaksi Tunai dalam Hukum Indonesia)

Sekadar catatan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Aceh, Zulfan Nukman, menegaskan bahwa uang rupiah logam masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Bagi yang enggan menerima/menolak pembayaran dengan uang logam, dapat dihukum pidana berupa penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta. Ketentuan ini didasarkan pada Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang.

Zulfan menjelaskan bahwa pihaknya mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan bahwa sebagian masyarakat sudah tidak mau lagi menerima atau menggunakan uang logam sebagai alat pembayaran. Meski secara nominal nilai uang logam murah, namun sangat disayangkan jika uang logam tidak diperlakukan sebagaimana mestinya sebagai alat tukar yang sah.

Pada prinsipnya, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) UU Mata Uang, rupiah wajib digunakan dalam Tiap transaksi dengan tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Indonesia.

Untuk diketahui, uang receh pada dasarnya tidak dikenal dalam UU Mata Uang. Namun, istilah uang receh dapat dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang artinya adalah pecahan uang kecil. Sehingga uang receh yang dimaksud di sini antara lain adalah uang logam.

Tags:

Berita Terkait