Bekas Pejabat Kemendagri Enggan Ungkap Aliran Dana Proyek E-KTP
Aktual

Bekas Pejabat Kemendagri Enggan Ungkap Aliran Dana Proyek E-KTP

Oleh:
ANT | Sandy Indra Pratama
Bacaan 2 Menit
Bekas Pejabat Kemendagri Enggan Ungkap Aliran Dana Proyek E-KTP
Hukumonline
Bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman, enggan mengungkapkan aliran dana Rp2 triliun yang diduga menjadi kerugian keuangan negara, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan KTP elektronik (E-KTP) pada tahun 2011-2012.
"Saya tidak tahu (Rp2 triliun) itu, sudah saya sampaikan ke penyidik, biar penyidiklah yang menyampaikan," kata Irman seusai diperiksa sebagai saksi di gedung KPK Jakarta, kemarin.
Irman yang sudah ditetapkan sebagai tersangka bersaksi untuk tersangka lain yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto. Mereka diduga terlibat dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau disebut KTP elektronik 2011-2012 pada Kemendari.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2 triliun karena penggelembungan harga.
Saat ditanyai, Irman enggan mengungkapkan hubungan kasus ini dengan mantan Mendagri Gamawan Fauzi. "Wah saya melindungi? saya tidak usah komentar lagi lah, saya tidak usah komentar karena saya sudah sampaikan pada penyidik nanti biar penyidik yang sampaikan, saya sudah sampaikan ke penyidik," kata Irman singkat.
Irman dan Sugiharto disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Tags: