12 Keluarga Pasien Korban Vaksin Palsu Ajukan Gugatan Perdata
Berita

12 Keluarga Pasien Korban Vaksin Palsu Ajukan Gugatan Perdata

Total ganti rugi diajukan kepada tergugat dengan rincian, kerugian imateri Rp50 miliar sebagai kompensasi asuransi kesehatan selama pasien hidup dan tambahan kerugian materi Rp50 juta berdasarkan biaya pelayanan vaksinasi yang ditanggung orang tua.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi vaksin palsu. Ilustrator: HGW
Ilustrasi vaksin palsu. Ilustrator: HGW
Dua belas keluarga pasien Rumah Sakit St Elisabeth Bekasi, Jawa Barat, mengajukan ganti rugi materi dan imateri total sebesar Rp50 miliar atas kerugian penggunaan vaksin palsu. "Kami resmi mendaftarkan gugatan perdata kasus penggunaan vaksin palsu di RS St Elisabeth Bekasi kepada Pengadilan Negeri Bekasi dengan tergugat sebanyak delapan pihak," kata kuasa hukum keluarga pasien, Hudson Markiano Hutapea di Bekasi, Rabu (5/10).

Sebanyak 12 keluarga pasien tersebut resmi mengajukan gugatan hukum perdata nomor 527/pdf.6.2016.PN-BKS dengan menggugat sejumlah pihak terkait peredaran vaksin palsu. Delapan pihak yang digugat di antaranya Yayasan RS St Elisabeth, CV Azka Medical selaku distributor vaksin palsu, Dokter Antonius Yudianto selaku Direktur Utama RS St Elisabeth, Dokter St Elisabeth Bekasi Fianna Heronique, Dokter St Elisabeth Bekasi Abdul Haris Thayeb, Kementerian Kesehatan, Kepala Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Menurut dia, total ganti rugi tersebut diajukan pihaknya kepada tergugat dengan rincian kerugian imateri Rp50 miliar sebagai kompensasi asuransi kesehatan selama pasien hidup dan tambahan kerugian materi Rp50 juta berdasarkan biaya pelayanan vaksinasi yang ditanggung orang tua.

"Kami sudah cek laboratorium bahwa ke-12 anak yang kita advokasi ini tidak memiliki kekebalan tubuh akibat vaksin pendiacel yang disuntikan pihak RS St Elisabeth Bekasi ternyata palsu. Otomatis harus ada kompensasi asuransi selama anak itu hidup dari efek samping vaksin palsu yang sewaktu-waktu muncul," katanya.

Menurut dia, selama menjalani pelayanan vaksin di rumah sakit tersebut, rata-rata orang tua menghabiskan uang ratusan ribu bahkan jutaan rupiah, jika ditotal mencapai Rp50 juta. Dikatakan Hudson, dari total 125 pasien yang terkontaminasi vaksin palsu di RS St Elisabeth Bekasi, hanya sepuluh di antaranya yang mengajukan gugatan di tambah dua keluarga pasien dari rumah sakit lain.

"Sebagain besar memilih untuk tidak menggugat dengan beragam alasan, hanya 12 saja yang kita advokasi," katanya. (Baca Juga: Soal Vaksin Palsu, Penggugat Kemenkes-BPOM Ingin 37 Nama Faskes Dipublikasikan)

Hudson mengakui bahwa upaya pihaknya mengajukan gugatan perdata baru 2,5 bulan pascamerebaknya kasus vaksin palsu karena selama ini pihaknya masih fokus pada gugatan pidana di Polda Metro Jaya. "Gugatan pidananya masih berjalan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, kemarin kita fokus dulu di sana," katanya.

Dilimpahkan ke Kejaksaan
Sejauh ini, Bareskrim Polri menyatakan tiga berkas perkara vaksin palsu telah lengkap atau P21, yakni berkas atas nama tersangka Mirza, Irnawati, dan Sutarman. "Dalam kasus ini, peran ketiga tersangka tersebut, yakni Irnawati sebagai pengepul botol bekas, sedangkan Sutarman dan Mirza sebagai distributor vaksin palsu ke rumah sakit dan bidan," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya.

Agung mengatakan penyidik telah mengirimkan seluruh berkas perkara tersangka vaksin palsu yang sebanyak 23 berkas perkara ke Kejaksaan Agung sejak September 2016. Total tersangka yang diamankan dalam kasus ini berjumlah 25 orang, yakni enam tersangka selaku produsen, sembilan tersangka selaku distributor, dua tersangka selaku pengumpul botol, satu tersangka sebagai pencetak label, dua tersangka berprofesi bidan, dan lima tersangka berprofesi dokter.

Dalam kasus ini, diketahui ada empat komplotan. Satu jaringan dengan delapan tersangka, yakni Sugiarti, Nuraini, Ryan, Elly, Syahrul, dr Indra, dr Harmon, dan dr Dita. (Baca Juga: Tak Umumkan Penelitian Vaksin Palsu, Advokat Gugat BPOM)

Jaringan kedua, yakni Agus, Thamrin, Sutanto, dan dr Hud. Jaringan ketiga terdiri dari tujuh tersangka, yakni Rita Agustina, Hidayat, Sutarman, Mirza, Suparji, Irna, dan Irmawati. Jaringan keempat terdiri atas enam tersangka, yakni Syahfrizal, Iin, Seno, M Farid, dr Ade, dan Juanda. Seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.

Tags:

Berita Terkait