Presiden Harus ‘Jemput Bola’ Calon Pimpinan PPATK
Utama

Presiden Harus ‘Jemput Bola’ Calon Pimpinan PPATK

Disebutkan bahwa Presiden Joko Widodo telah diberikan nama-nama kandidat yang patut duduk di pucuk lembaga tersebut.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Diskusi yang digelar PUKAU di Jakarta. Foto: NNP
Diskusi yang digelar PUKAU di Jakarta. Foto: NNP
Akhir bulan ini, masa jabatan pimpinan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) akan berakhir. Tepat pada 26 Oktober 2016 nanti, Kepala PPATK M Yusuf dan Wakil Kepala PPATK Agus Santoso akan menanggalkan jabatan sebagai pimpinan lembaga yang telah terbentuk sejak tahun 2002 itu.

Mantan Kepala PPATK yang pertama, Yunus Husein mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk ‘jemput bola’ calon pimpinan PPATK mendatang. Menurutnya, Presiden harus lebih aktif mencari siapa sosok terbaik untuk memimpin lembaga financial intelligence unit (FIU) untuk lima tahun mendatang. Sebab, ketika Presiden bertindak pasif, ia khawatir pilihan yang diputuskan tidak berdampak baik kepada lembaga yang bertugas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

“Presiden seharusnya jemput bola,” katanya dalam dalam Diskusi Publik yang digelar oleh Pusat Kajian Anti Pencucian Uang (PUKAU) di Jakarta, Kamis (6/10).

Sebagaimana diketahui, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan hak prerogatif penuh kepada Presiden untuk mengangkat dan memberhentikan Kepala dan Wakil Kepala PPATK. Artinya, Presiden dapat menunjuk siapapun calon pimpinan yang dianggap sesuai menempati posisi tersebut. Selain itu, lanjut Yunus, publik mesti bisa memastikan bahwa Presiden mendapatkan kandidat terbaik untuk mengisi posisi tersebut.

Yunus menambahkan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membentuk Panitia Seleksi (Pansel) untuk membantu Presiden menentukan calon terbaik. Usulan itupun juga telah ia sampaikan kepada Mensesneg Prartikno. Setelah berdiskusi, ternyata muncul problem di mana teknis pemilihan lewat Pansel membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Apalagi, masa jabatan pimpinan hanya tinggal beberapa minggu berakhir.

“Pemilihan lewat pansel ternyata tidak juga lebih baik,” katanya. (Baca Juga: Ini Pihak-Pihak Wajib Lapor PPATK Terkait Transaksi Mencurigakan)

Lebih lanjut, Yunus sempat mencoba memperhatikan usulan agar pimpinan PPATK diubah statusnya sebagai pejabat negara. Dengan berstatus sebagai pejabat negara, maka proses pemilihannya dapat mesti melibatkan DPR, seperti proses fit and proper test. Dan lagi, ada hambatan mengenai payung hukum yang mesti disesuaikan dengan rencana tersebut. Alhasil, kata Yunus, Presiden diberikan masukan secara langsung mengenai sosok yang mumpuni untuk menduduki kursi pimpinan. Sayangnya, ia tak menjelaskan lebih lanjut siapa sosok nama yang diusulkan kepada Presiden itu.

“Tapi Presiden sudah diberi masukan, tinggal menentukan dari pilihan yang terbaik itu,” sebutnya.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan bahwa rekam jejak mutlak diperhatikan oleh Presiden sebelum mengangkat Kepala dan Wakil Kepala PPATK. Selain track record yang jelas, ia berharap Presiden juga memperhatikan mengenai integritas, independensi, serta kompetensi calon yang akan dipilih. Menurutnya, apapun yang menjadi pilihan, KPK akan terus mendukung proses tersebut.

“Posisi PPATK sangat sentral. Tidak hanya tindak pidana korupsi, tapi perdagangan senjata, terorisme, obat, dan lainnya sekaligus jaga kesehatan sistem jasa keuangan. Karena selama ini hanya dianggap sebagai pencehagan korupsi,” kata Laode.

Sebagai informasi, Pasal 51 UU Nomor 8 Tahun 2010 mengatur sembilan syarat normatif bagi calon Kepala dan Wakil Kepala PPATK. Beberapa syarat penting yang mesti diperhatikan misalnya, berpengalaman minmal 10 tahun pada salah satu keahlian di bidang ekonomi, keuangan, atau hukum, bukan pemimpin partai politik, bersedia memberikan informasi mengenai daftar harta kekayaan, serta tidak pernah dijatuhi pidana penjara.

Peneliti ICW, Donal Fariz menyayangkan sikap pemerintah yang terlihat ‘senyap’ dalam proses penentuan calon pimpinan PPATK. Ia menduga pemerintah telah mengantongi nama yang akan dipasang sebagai pucuk pimpinan lembaga tersebut. Apalagi PPATK sangat rentan disusupi orang-orang yang anti terhadap pemberantasan korupsi dan pencucuian uang. “Ini harus menjadi prioritas Presiden Jokowi dalam pengisian PPATK menjelang 14 hari jabatan berakhir,” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani memastikan bahwa DPR RI tidak akan melakukan intervensi dalam proses penentuan pimpinan PPATK. Sebab, hingga jelang akhir masa jabatan, suasana yang terjadi diantara anggota Komisi III boleh dikatakan ‘adem ayem’. Hal itu bisa ia rasakan perbedaannya ketika pemilihan calon Kaporir, Jaksa Agung, bahkan Hakim Agung.

“Kami tidak akan intervensi karena kepentingan politik juga tidak terlalu besar. Kecuali kewenangan ditambah dalam penindakan, PPATK kan hanya pencegahan saja,” ujarnya. (Baca Juga: PPATK Berwenang Meminta Data dan Informasi dari Organisasi Advokat)

Lebih lanjut, Arsul berharap kedepan PPATK bisa bersinergi dengan KPK, terutama dalam mendorong RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai atau Pembatasan Uang Kartal. Nantinya, PPATK mesti bisa menggolkan dua RUU tersebut paling tidak bisa masuk dalam daftar prolegnas prioritas tahun 2017 nanti. “Dengan tidak adanya atensi dari Komisi III, ini jadi kesempatan buat usulkan yang terbaik.,” kata Politisi PPP itu.

Pertimbangkan Incumbent
Pasal 55 UU Nomor 8 Tahun 2010 membuka peluang bagi pasangan M Yusuf dan Agus Santoso untuk kembali diangkat sekali lagi sebagai Kepala dan Wakil Kepala PPATK. Dalam pasal tersebut, jelas disebut bahwa Kepala dan Wakil Kepala PPATK memegang jabatan selama lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Sebagaimana diketahui, duet Yusuf dan Agus dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tepatnya pada 25 Oktober 2011.

Disebutkan Yunus, Ikatan Pegawai PPATK bisa memberikan masukan kepada Presiden apakah pasangan incumbent pantas kembali melanjutkan jabatannya untuk yang kedua kalinya. Teknisnya, tentu mesti segera dipikirkan. Bisa saja, misalnya melalui dorongan bersama masyarakat sipil dan disampaikan kepada Kantor Staf Presidenan (KSP) untuk diteruskan kepada Presiden. (Baca Juga: Ketika Kepala PPATK Berceramah)

“Ikatan Pegawai bisa kasih masukan seperti itu,” tutupnya.
Tags:

Berita Terkait