Catatan “Perang” Urat Saraf Dua BANI
LAPORAN KHUSUS

Catatan “Perang” Urat Saraf Dua BANI

Dari masalah pemilihan pengurus sampai konflik perlu tidaknya badan hukum sebuah badan arbitrase.

Oleh:
Hasyry Agustin/YOZ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi BANI Pecah. Ilustrasi: BAS
Ilustrasi BANI Pecah. Ilustrasi: BAS

Perpecahan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) cukup mengejutkan banyak pihak. BANI Pembaharuan yang berlokasi di Sovereign Plaza, Jakarta Selatan, rupanya mengusik keberadaan BANI sebelumnya yang berlokasi di Mampang, Jakarta Selatan. Saling tuding pun tak terelakkan dari dua belah pihak.    

Berikut hukumonline paparkan beberapa pernyataan kedua belah pihak. Dari kubu BANI Pembaharuan diwakili oleh Anita Kolopaking yang menjabat sebagai Dewan Pengawas. Sedangkan dari BANI Mampang diwakili oleh Husseyn Umar sebagai Ketua Pengurus.

Pernyataan BANI Pembaharuan:

1.  BANI Mampang dianggap tidak transparan mengenai pemilihan pengurus setelah dewan pendiri meninggal. Skema pengangkatan pengurus Husseyn Umar dan jajaran: ketika dewan pendiri, Priyatna meninggal, tidak ada dewan pendiri lagi. Kemudian Husseyn Umar mengangkat 7 orang sebagai Dewan Pendiri Pengganti, di mana dewan pendiri pengganti tersebut menetapkan Husseyn Umar sebagai Ketua Pengurus. Anita menilai penetapan Husseyn Umar sebagai Ketua Pengurus tidak sah karena tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) Statuta BANI. 

2.  Teguran “Pelanggaran Kode Etik” yang diberikan oleh BANI kepada Anita Kolopaking berdasarkan pengaduan masyarakat atas kualitas Anita sebagai arbiter dianggap bohong. Anita mengajukan keberatan dan meminta bukti atas laporan dari masyarakat tersebut. Anita juga menganggap bahwa BANI tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan pelangggaaran kode etik ketika dirinya berprofesi sebagai advokat, karena BANI tempat bernaung arbiter.

Anita menyatakan bahwa BANI sama sekali tidak memberikan bukti atas laporan masyarakat tersebut. Padahal, dirinya sudah memberikan bukti bahwa tidak pernah melakukan pelanggaran kode etik. Begitu pun di organiasi advokat. Sampai saat ini, ia mengaku tidak pernah diteguratau dijatuhi sanksi atas dugaan pelanggaran kode etik. (Baca Juga: BANI Berbadan Hukum Launching, Kini BANI Resmi Ada Dua)

3.  Anita menyatakan bahwa pembatasan jumlah kasus yang diberikan kepada arbiter berdasarkan aturan BANI tidak sesuai dengan Undang-Undang Arbitrase, di mana para pihak memiliki hak dan kewenangan untuk memilih arbiternya. Dengan adanya pembatasan kasus, para pihak seringkali menunggu arbiter yang diinginkan. Pembatasan tersebut juga membuat para pihak terbatas untuk memilih arbiter.

4.  Anita beranggapan bahwa BANI harus berbadan hukum. Menurutnya, BANI adalah lembaga atau institusi yang besar, sehingga harus didaftarkan dan diakui oleh pemerintah. Selain itu, akan jelas pemisahan antara pribadi dengan BANI itu sendiri. Anggaran Dasarnya juga didaftarkan sehingga jelas prosedur pemilihan pengurus dan juga pertanggungjawaban kepada anggota.

5.  Anita mengklaim BANI Pembaharuan didukung oleh para arbiter BANI Mampang. Dorongan untuk mendaftarkan BANI menjadi badan hukum dilakukan oleh para arbiter lainnya. Ada lima arbiter BANI Mampang yang tercatat dalam akta pembentukan badan hukum, namun tiga orang hengkang, tersisa dua arbiter, salah satunya adalah Anita.

Pernyataan BANI Mampang:

1.  Pemilihan dan penetapan Husseyn Umar sebagai Ketua BANI sudah sesuai dengan statuta BANI. Alasannya setelah Priyatna Abdurrasyid meninggal, masih terdapat dua dewan pendiri, salah satunya adalah Husseyn Umar. Kemudian, Dewan Pendiri menetapkan Husseyn Umar sebagai Ketua Pengurus BANI. Atas dasar itu, penetapan Husseyn Umar sebagai Ketua BANI dinilai sesuai dengan aturan yang berlaku di BANI.

2.  Pemecatan Anita Kolopaking dikarenakan yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran kode etik, di mana Anita telah mendengar suatu perkara dari satu pihak, namun malah menjadi kuasa dari pihak lawannya. Hal tersebut membuat BANI memberikan peringatan keras atas tindakan disiplin atas pelanggaran Kode Etik. Husseyn menegaskan bahwa seorang arbiter BANI harus bertindak independen dan tidak berpihak (impartial). Peran Kode etik sangat penting, tidak saja dalam melaksanakan tugasnya sebagai arbiter tetapi juga profesi lainnya.

3.  Pembatasan jumlah kasus yang diberikan kepada arbiter untuk efisiensi. Menurut Husseyn Umar, kebijakan itu berasal dari pengurus atau kebijakan managerial untuk efisiensi pemeriksaan perkara. Selain itu, ada waktu untuk memeriksa berkas lebih cermat dan para pihak untuk tidak menunjuk arbiter yang itu-itu saja. Soalnya, ada arbiter yang terlalu banyak memegang kasus, sehingga tidak sempat membaca berkas dan berefek pada putusan.

Husseyn mengingatkan bahwa arbiter adalah hakim dan harus independen. Di luar itu, International Bar Arbitration Guide juga menyatakan bahwa satu arbiter hanya boleh dipilih oleh lawyer yang sama selama 3 kali. Dengan adanya batasan perkara maka terjadi perluasan orang yang ditunjuk. (Baca Juga: BANI Versi Mampang: BANI Pembaharuan Lakukan Perbuatan Melawan Hukum)

4.  Husseyn Umar beranggapan bahwa tidak ada kewajiban bagi lembaga Arbitrase di Indonesia untuk berbadan hukum. Menurutnya, lembaga arbitrase di luar negeri juga tidak berbadan hukum.

5.  Husseyn menyatakan bahwa tidak ada satupun arbiter BANI Mampang yang mendukung untuk melahirkan BANI yang baru. Menurutnya, pada saat launching BANI Pembaharuan, arbiter yang terdapat di dalam akta tidak datang, tetapi ikut rapat di BANI Mampang. 

Tags: