Maksimalkan Repatriasi, Dana di Swiss Bisa DItelusuri
Berita

Maksimalkan Repatriasi, Dana di Swiss Bisa DItelusuri

Bisa terkendala klausul FATF.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Antrian layanan tax amnesty di Jakarta. Foto: RES
Antrian layanan tax amnesty di Jakarta. Foto: RES
Pemerintah menargetkan penerimaan repatriasi dari program pengampunan pajak sebesar Rp1000 triliun. Namun setelah periode I berakhir pada September lalu, penerimaan dana dari repatriasi baru mencapai Rp142 triliun. Padahal, program pengampunan pajak diprioritaskan untuk mengembalikan dana masyarakat Indonesia yang tersimpan di luar negeri.

Pengamat Pajak Yustinus Prastowo menilai salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk memaksimalkan repatriasi adalah dengan membawa uang masyarakat Indonesia yang tertanam di Swiss. Swiss diketahui sebagai negara yang paling aman untuk menyimpan uang ‘kotor’, terutama pada zaman Orde Baru. Swiss menjadi negara tujuan utama untuk menyimpan uang yang ingin dirahasiakan. Karena itu pula, Swiss dimasukkan ke dalam ‘daftar hitam’ oleh Financial Action Task Force (FATF).

“Potensinya kalau saya menduga akan lebih banyak kalau dibolehkan karena orang Indonesia zaman dulu itu menyimpan uang banyak di sana,” kata Yustinus dalam diskusi Media Gathering yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kamis (13/10), di Kota Malang.

Meski memiliki potensi yang besar, sebagai anggota FATF Indonesia terkendala klausul di FATF yang melarang penerimaan dana dari Swiss. Jika Pemerintah ingin merepatriasi sejumlah dana dari Swiss maka harus ada kontrol dan verifikasi dari FATF. Kalau bank di Indonesia berani menerima dana dari Swiss bisa jadi akan dicap melanggar klausul FATF.

Diakui Yustinus, UU PPh tidak mengatur sumber pendapatan yang harus dipajaki negara. Harusnya tak ada masalah bagi pemerintah untuk merepatriasi dana dari Swiss. Tetapi pemerintah perlu lebih prudent dan berhati-hati sampai mendapatkan klarifikasi dan pengecualian dari FATF untuk merepatriasi dana di Swiss. (Baca: Mendobrak Batas Kerahasiaan Bank).

“Orang yang menyimpan dana di Swiss itu bukan untuk bisnis karena orang nyimpen duit yang benar-benar tidak diputar, itu memang ke Swiss, Swiss paling ketat menjaga rahasia (keuangan). Singapura itu memang bisnis, Singapura itu orang mutar duit, bukan duit nganggur tapi bagian dari wealth management,” tuturnya.

Yustinus menilai tindakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyurati FATF untuk mendapatkan pengecualian repatriasi dari Swiss adalah tindakan yang benar.

Menkeu Sri Mulyani menjelaskan beberapa strategi pemerintah untuk meningkatkan dana repatriasi pajak, antara lain membuat daftar proyek infrastruktur yang dapat ditawarkan kepada wajib pajak untuk berinvestasi di dalam negeri.

"Termasuk di pasar modal dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempermudah `listing companies terutama untuk anak-anak perusahaan BUMN yang bisa menambah pilihan investasi di sektor keuangan, pasar modal, maupun riil," kata Menkeu usai rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu malam.

Strategi kedua, yakni memperbaiki kesiapan berbagai proyek tersebut dari sisi studi kelayakan dan tingkat pengembalian investasi (IRR) sehingga mampu memberikan kepercayaan bagi investor.

Sri Mulyani yakin para wajib pajak yang telah atau akan mengikuti program amnesti pajak pasti memiliki pemikiran untuk menginvestasikan dananya agar tidak hanya menganggur di bank penampung dana. "Untuk masyarakat secara umum mungkin mereka akan mencari alternatif investasi yang dianggap aman terutama untuk para wajib pajak yang sifatnya individu dan jumlahnya tidak terlalu besar," tutur perempuan yang pernah menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Tags:

Berita Terkait