Dalam 3 Tahun Terakhir, 9 Peraturan Diklaim Melindungi Buruh
Utama

Dalam 3 Tahun Terakhir, 9 Peraturan Diklaim Melindungi Buruh

Ada yang sedang dimohonkan buruh untuk diuji ke Mahkamah Agung.

Oleh:
ADY TD ACHMAD
Bacaan 2 Menit
Perlindungan buruh menjadi perhatian Pemerintah. Foto: RES
Perlindungan buruh menjadi perhatian Pemerintah. Foto: RES
Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu isu yang jadi perhatian pemerintah. Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang, mengatakan Pemerintah berkomitmen meningkatkan perlindungan bagi pekerja/buruh lewat berbagai kebijakan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan.

Pemerintah, kata Haiyani, terus memperkuat aturan hukum yang memberi perlindungan atas hak-hak buruh. “Pemerintah juga membuat aturan hukum yang memberikan perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan dan jaminan sosial bagi tenaga kerja,” katanya dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Senin (17/10).

Haiyani mencatat dalam tiga tahun terakhir sedikitnya ada 9 peraturan yang diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak-hak buruh.

1. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenakertrans) No. 28 Tahun 2014  tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
2. PP No. 44 Tahun 2015  tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm).
3. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18 Tahun 2016  tentang Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4. PP No. 45 Tahun 2015  tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (JP).
5. PP No. 60 Tahun 2015  tentang Perubahan Atas PP No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT).
6. PP No. 78 Tahun 2015  tentang Pengupahan. PP ini sudah dimohonkan pengujian oleh buruh ke Mahkamah Agung.
7. Permenaker No. 1 Tahun 2016  tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK, Jkm, dan JHT Bagi Peserta Bukan Penerima Upah.
8. Permenaker No. 9 Tahun 2016  tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Pekerjaan Ketinggian.
9. Permenaker No. 20 Tahun 2016  tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Haiyani mengakui Pemerintah tak mungkin sendirian mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi buruh. Butuh keterlibatan aktif pemangku kepentingan seperti serikat pekerja/buruh dan asosiasi pengusaha.

PP Pengupahan
Presiden Federasi Aspek Indonesia sekaligus anggota Dewan Tripartit Nasional perwakilan unsur buruh, Mirah Sumirat, mengatakan PP Pengupahan tidak melindungi hak buruh atas upah layak. Padahal amanat itu tertuang dalam pasal 28D ayat (2) UUD RI 1945, menyebut ‘setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.’

Mirah menilai kenaikan upah minimum sebagaimana diatur dalam PP Pengupahan arahnya bukan untuk upah layak tapi upah murah. Pasalnya, kenaikan upah minimum ditentukan berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. “Menghitung kenaikan upah minimum itu acuannya UU Ketenagakerjaan, diawali dengan menghitung komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL),” ujarnya.

Dalam Permenakertrans No. 13 Tahun 2012  tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, Mirah mengatakan ada 60 komponen KHL. Sebelum PP Pengupahan terbit, dalam menentukan upah minimum Dewan Pengupahan Daerah melakukan survei terhadap 60 komponen KHL itu. Hasilnya dirundingkan antara unsur pemerintah, serikat buruh dan asosiasi pengusaha di Dewan Pengupahan, hasilnya diusulkan kepada Gubernur untuk ditetapkan.

Namun, sejak PP Pengupahan terbit mekanisme survei KHL dan berunding di Dewan Pengupahan Daerah tidak dilakukan lagi. “PP Pengupahan itu menghilangkan hak untuk berunding,” tukas Mirah.

Ketua DPN Apindo, Hariyadi Sukamdani, mengatakan upah minimum merupakan jaring pengaman, tujuannya agar masyarakat punya penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum. Kebijakan itu bukan saja ada di Indonesia tapi juga negara lain.

Hariyadi mengingatkan agar besaran upah minimum dibuat realistis sehingga bisa dijalankan. Persoalannya di Indonesia, ada perusahaan skala kecil yang rentan kenaikan upah minimum. Akibatnya, banyak perusahaan skala kecil tidak mampu membayar upah buruh sesuai ketentuan pengupahan.

“Aturan mestinya dibuat realistis, tapi yang ada sekarang ini pemerintah membuat parameter (upah minimum) dari perspektif yang tidak realistis,” pungkas Hariyadi.
Tags:

Berita Terkait