8 Isu Ini Dinilai Belum Jadi Prioritas Jokowi-JK
Berita

8 Isu Ini Dinilai Belum Jadi Prioritas Jokowi-JK

Perlu langkah komprehensif.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Joko Widodo ketika dilantik jadi Presiden. Foto: HOL/SGP
Joko Widodo ketika dilantik jadi Presiden. Foto: HOL/SGP
Dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ternyata belum membuahkan kebijakan sesuai yang diharapkan. Masih ada persoalan yang belum diselesaikan secara serius seperti di bidang HAM dan reformasi sektor keamanan.

Imparsial mencatat sedikitnya ada 8 isu yang belum dikerjakan serius selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK. Pertama, hak untuk hidup. Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan selama dua tahun ini pemerintah telah melakukan eksekusi terhadap 18 dari 84 terpidana mati. Itu menandakan lemahnya komitmen politik pemerintah Jokowi-JK terhadap HAM khususnya hak untuk hidup. (Baca juga: Dua Tahun Jokowi-JK, Hukum Terabaikan).

Kedua, kebebasan beragama dan berkeyakinan. Gufron melihat selama dua tahun terakhir intoleransi masih marak. Pelanggaran terhadap hak kelompok minoritas cenderung dibiarkan. Sebagian warga mengalami pemidanaan dengan dalih melakukan penodaan agama. Perusakan dan pelarangan tempat ibadah masih terjadi di sejumlah daerah.

Persoalan itu bertambah parah karena penyusunan draft RUU Perlindungan Umat Beragama mandeg padahal regulasi itu diharapkan bisa memajukan kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Sementara peraturan yang mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan masih dipertahankan seperti UU PNPS Tahun 1965.

"Peraturan ini nyatanya sering digunakan untuk membatasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di masyarakat bukan saja oleh kelompok intoleran tapi juga pemerintah," kata Gufron dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (19/10).

Ketiga, perlindungan atas kebebasan berekspresi. Selama dua tahun ini Gufron berpendapat masih terjadi pelanggaran yang tinggi terhadap kebebasan berekspresi. Itu bisa dilihat dari sejumlah kasus pelarangan, pembubaran kegiatan diskusi dan pemutaran film tragedi 1965.

Keempat, perlindungan terhadap pembela HAM. Gufron menyayangkan masih ada pembatasan, kekerasan dan kriminalisasi yamg dialami pegiat HAM dalam dua tahun Jokowi-JK. Pembela HAM masih dianggap sebagai gangguan dan ancaman. Padahal pembela HAM bekerja untuk mengawal berjalannya amanat konstitusi yakni menjunjung tinggi HAM.

Kelima, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Direktur Imparsial, Al Araf, mengingatkan Jokowi-JK untuk serius menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Tapi dalam dua tahun terakhir janji yang tertuang dalam Nawacita itu belum mengalami kemajuan. Maaih terjadi bolak-balik berkas antara Komnas HAM dan Kejaksaan.

Keenam, pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Al mengatakan pemerintah belum membuka hasil tim pencari fakta (TPF) kasus Munir. Padahal, hasil TPF Munir ada dugaan keterlibatan oknum BIN. Dia mengusulkan agar pemerintah mengusut tuntas kasus Munir agar dalangnya terungkap. (Baca juga: Presiden Perintahkan Jaksa Agung Telusuri Keberadaan Hasil TPF Munir).

Ketujuh, reformasi sektor keamanan. Al mengatakan dua tahun Jokowi-JK belum menyentuh reformasi sektor keamanan seperti restrukturisasi Komando Teritorial (Koter), reformasi peradilan militer, transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista serta belum terpenuhinya kesejahteraan prajurit TNI.

Kedelapan, konflik Papua. Memurut Al, Jokowi menunjukkan sinyal baik untuk selesaikan konflik Papua. Tapi pendekatan yang dilakukan saling bertentangan yakni pembangunan dan keamanan. Alhasil, kekerasan masih terjadi di Papua. "Peristiwa itu menunjukkan pemerintah Jokowi-JK belum memiliki desain besar dan komprehensif dalam selesaikan masalah Papua," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait