Ini Kekhawatiran DPR Bila Pemerintah Lamban Serahkan Draf RUU Pemilu
Berita

Ini Kekhawatiran DPR Bila Pemerintah Lamban Serahkan Draf RUU Pemilu

Keterlambatan pembahasan karena pemerintah yang belum menyerahkan draf RUU. Mepetnya waktu, pembahasan terburu bakal berpotensi banyak celah yang dapat diuji ke Mahkamah Konstitusi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: dpr.go.id
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: dpr.go.id
Lambannya pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla membuat geram sebagian kalangan DPR terkait belum diserahkannya draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu). Padahal pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak sudah berada di depan mata.

Pendeknya waktu yang tersisa jelang Pilkada dan Pemilu 2019 mendatang bila tidak diantisipasi bakal menjadi persoalan baru. Oleh sebab itulah, Presiden Jokowi diminta segera menyerahkan draf RUU Pemilu sesegera mungkin. “Kami mengimbau kepada pemerintah kalau bisa hari-hari ini segera disampaikan draf RUU Pemilu supaya kita masukan dan bahas di DPR,” ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung DPR, Rabu (19/10).

Menurutnya, keterlambatan pembahasan RUU Pemilu bukan karena persoalan di DPR. Sebaliknya, justru berada di pemerintah. Semestinya, draf RUU Pemilu sudah dapat dibahas di masa sidang kali ini. Terlebih pembahasan RUU pemilu dimungkinkan bakal menuai perdebatan panjang. “Jadi jangan salahkan DPR, yang lambat ini adalah pemerintah tidak mengirimkan draf paket RUU Pemilu,” ujar politisi Partai Gerindra itu.

Anggota Komisi II Yandri Susanto mengatakan belum rampungnya draf RUU Pemilu lantaran hal tersebut menjadi inisatif pemerintah. Namun, komisi tempatnya bernaung menilai pemerintah tak serius di kala waktu mepet. Menurutnya, pemerintah berjanji dua bulan sudah menyerahkan draf Pemilu. Faktanya, hingga jelang masa reses DPR, draf RUU pemiu tak kunjung diserahkan pemerintah.

“Apa masih ada tark menarik, apa menganut sistem suara terbanyak ada perubahan. Kalau terjadi tarik menarik, sulit revisi UU Pemilu tepat waktu. Masuk ke DPR antar fraksi banyak perbedaan. Kita khawatir pembahasan terburu-buru, dan berpotensi banyak lubang yang akan di judicial review,” ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy mengatakan tahapan pemilu legislatif bakal dimulai sejak Mei 2017 mendatang. Setidaknya dilakukan dua tahun sebelum Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif. DPR pernah melakukan pembahasan UU Pemilu sebelumnya. Namun pembahasan membutuhkan waktu panjang. (Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Masukkan Draf RUU Pemilu)

“Kalau pemeirntah tak memasukan draf RUU Pemilu, kita akan mengalami banyak persoalan, pembahasan RUU hanya empat atau lima bulan, akan menghasilkan kualitas UU yang meragukan dan rawan digugat,” ujarnya.

Lukman mengatakan telah menyusun sejumlah pertanyaan yang bakal diutarakan ke Kemendagri. Khususnya soal draf RUU Pemilu. Namun begitu, Lukman mendapat kabar Kemendagri telah merampungkan harmonisasi di internal dan pihak KPU, Bawaslu dan Kemenkumham. Dengan begitu, draf RUU Pemilu kabarnya sudah berada di tangan presiden.

“Menunggu Ampres dari Presiden ini jangan terlalu lama. Kita minta Mensesneg menyerahkan draf, APmres RU Pemilu disegerakan dari istana presiden. Jangan ditunda-tunda, penundaan berimplikasi luas,” katanya.

Lebih lanjut, Lukman berpandangan RUU Pemilu menjadi penting tak saja lantaran perubahan sistem, namun terpentng meratifikasi putusan Mahkamah KOnstitusi terkait pemilihan presiden dan legislative secara serentak. Atas dasar itulah UU Pemilu menjadi keharusan untuk dilakukan revisi. Menurutnya, bila UU Pemilu belum rampung disahkan, maka Pemilhan Presiden dan Pemilihan Legislatif 2019 tak berjalan maksimal. Malahan bakal rawan digugat orang.

“Pastilah disalahkan DPR, DPR terkena getahnya karena bahas UU adalah antara pemerintah dan DPR. Oleh sebab itu, Setneg harus segera atau memprioritaskan RUU pemilu,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait