Calon Ini Terungkap Pernah Ditegur KY
Berita

Calon Ini Terungkap Pernah Ditegur KY

Saut Kristianus Manalu lebih mementingkan nilai keadilan daripada menegakkan kepastian hukum dalam menangani perkara.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Suasana wawancara salah satu calon hakim ad hoc PHI di tingkat MA. Foto: ASH
Suasana wawancara salah satu calon hakim ad hoc PHI di tingkat MA. Foto: ASH
Tim Panelis Komisi Yudisial (KY) mewawancarai lima calon hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial (PHI) pada Mahkamah Agung (MA). Saat sesi kedua terungkap salah satu calon pernah mendapat sanksi ringan berupa teguran tertulis lantaran terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) ketika membuat putusan. Calon yang dimaksud Juanda Pangaribuan (SB/SP) yang merupakan hakim ad hoc PHI Jakarta.

“Ini agar Anda bisa berhati-hati dalam membuat putusan, bisa dijelaskan konteksnya seperti apa?” ujar salah panelis Sukma Violetta saat sesi wawancara seleksi hakim ad hoc PHI pada MA di Gedung KY, Rabu (19/10).

Menanggapi pertanyaan ini, Juanda sebagai anggota majelis PHI Jakarta mengaku pernah dijatuhi sanksi tertulis lantaran diadukan pihak yang berperkara terkait kesalahan membuat putusan. “Oleh KY saya dikirimi surat dikenakan peringatan tertulis, saya dianggap melanggar butir 10 KEPPH,” kata Juanda.

Dia menerangkan sanksi yang diterima lantaran ada kekeliruan keterangan saksi fakta dalam putusan PHI Jakarta. “Dalam pertimbangan putusan tidak terjadi kekeliruan itu, hanya terjadi di awal pertimbangan putusan. Saya pernah panggil Panitera Pengganti, ternyata dia minta maaf pada kami. Sebagai majelis, bagaimanapun kita yang bertanggung jawab dan risiko ini harus kita tanggung,” kata Juanda.

“Saya berminggu-minggu tertekan dan merasa berdosa dengan kejadian ketidaktelitian ini, selama 10 tahun menjadi hakim ad hoc PHI baru kali ini saya merasakan seperti ini. Padahal, saya selalu berhati-hati dalam membuat putusan.” (Baca Juga: KY Loloskan 13 Calon Hakim Ad Hoc PHI Tingkat MA)

Sejak saat itu, dia mengaku menjadi orang yang sangat tegas dan kritis terhadap panitera pengganti ketika membuat putusan. Sebab, tak jarang ditemukan Panitera Pengganti saat menyusun putusan dengan cepat, ternyata lebih banyak copy paste dari putusan perkara lain. “Makanya, saya harus ‘kena’ (sanksi, red) di satu persoalan ini,” sesalnya.

Calon lainnya Saut Kristianus Manalu (SP/SB) mendapati pertanyaan yang sama dari salah satu panelis. Dirinya pernah dilaporkan ke KY terkait dugaan pelanggaran KEPPH. Hanya saja, dirinya tidak dijatuhi sanksi oleh KY. “Dipanggil ke KY tidak pernah, tetapi pernah dilaporkan ke KY oleh masyarakat,” kata Saut saat ditanya salah satu Panelis Maradaman Harahap.

Saut melanjutkan laporan masyarakat ke KY terkait keterlambatan pengiriman salinan putusan PHI oleh paintera pengganti kepada para pihak yang berperkara. Padahal, pihaknya mengirim putusan PHI dengan jangka waktu 48 hari sejak disidangkan. Namun, diklaim pelapor sudah melewati 200 hari. Padahal, hal ini dihitung sejak perkara masuk di Disnakekertrans.   

“Kami tidak dipanggil, tetapi kami yang menghadap Pak Abbas Said (Komisioner KY sebelumnya) untuk mengklarifikasi. Keterlambatan penyerahan salinan putusan memang sering terjadi,” kata Saut.

Saat Panelis Joko Sasmito menanyakan nilai keadilan ketimbang kepastian hukum, Saut menjawab lebih mementingkan nilai keadilan daripada menegakkan kepastian hukum. “Hukum belum tentu adil, tetapi keadilan bisa menciptakan kesejahteraan dan kedamaian di masyarakat, terutama bagi para pihak dalam persidangan di PHI. Makanya, saya lebih kedepankan keadilan. Inilah hakikatnya paling utama dalam menangani perkara,” tegasnya.

Sebelumnya, tiga calon lain yakni Christina Natal Megawati Tobing (SP/SB), Erwin (Apindo), dan Sugeng Santoso PN (Apindo) telah diwawancarai. Untuk diketahui, seleksi ini untuk memenuhi kebutuhan hakim ad hoc PHI tingkat MA Tahun 2016 sebanyak empat orang. Rinciannya, dua orang dari unsur Apindo dan dua orang dari unsur Serikat Pekerja atau Serikat Buruh.

Nantinya, calon yang dinyatakan lulus wawancara ini akan disampaikan ke DPR untuk mendapat persetujuan. Lalu, ditetapkan oleh Presiden menjadi hakim ad hoc PHI di MA untuk jangka waktu selama lima tahun. (Baca Juga: Ahli Sebut Periodeisasi Hakim Ad Hoc PHI Diskriminatif)
Tags:

Berita Terkait