Pasal-Pasal dalam RUU Persaingan Usaha yang Ditolak Kadin
Berita

Pasal-Pasal dalam RUU Persaingan Usaha yang Ditolak Kadin

Dianggap memberatkan pengusaha dalam menjalankan bisnisnya.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Foto: ilustrasi (Sgp)
Kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Foto: ilustrasi (Sgp)
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menolak sejumlah pasal dalam RUU tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (RUU Persaingan Usaha). Sejumlah pasal tersebut dianggap memberatkan pengusaha dalam menjalankan bisnisnya. Hal itu diutarakan Wakil Ketua Kadin Bidang CSR dan Persaingan Usaha Suryani S Motik di Jakarta, Jumat (21/10).

Ia menyebutkan beberapa pasal yang dinilai memberatkan pengusaha ialah mengenai pengenaan denda minimum lima persen dan maksimum 30 persen dari nilai penjualan bagi pelaku usaha yang melanggar atau pencabutan izin usaha.

"Ketentuan ini tentunya memberatkan dunia usaha dan perlu lebih dirinci dengan jelas jenis pelanggaran dan persentasenya. Standar internasional adalah dua sampai tiga kali keuntungan berlebih dari tindakan melanggar, jauh lebih kecil," ujar Suryani.

Selain itu, pasal lain yang dianggap memberatkan mengenai pengajuan banding yang boleh dilakukan dengan membayar 10 persen. Pasal ini dinilai merugikan karena tidak mengatur ketentuan lebih lanjut jika pengusaha tersebut ternyata diputus tidak bersalah. (Baca Juga: UU Persaingan Usaha Diubah, Pahami Lima Fokus Revisi)

"Pasal ini melanggar asas praduga tidak bersalah, selain itu juga pasal ini tidak mengatur kewajiban Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) jika putusan akhir ternyata pengusaha dinyatakan tidak bersalah termasuk cost of fund dari dana talangan 10 persen," kata dia.

Selain itu Suryani menekankan tentang ketentuan bagiterlapor yang tidak melaksanakan keputusan KPPU dan telah berkekuatan hukum tetap denda Rp2 triliun atau pidana kurungan dua tahun. Menurut dia pasal tersebut perlu lebih rinci mengingat skala usaha sangat variatif. Selain itu, tatacara eksekusi keputusan berkekuatan tetap sudah ada melalui pengadilan negeri setempat.

"Selanjutnya 'mengaturan merger dari Post-Notikasi' menjadi 'Pre-Notikasi'. Hal ini perlu dikaji lebih jauh baik terkait dengan peraturan dan UU lainnya dan hendaknya hanya merger yang berpotensi monopoli saja yang diterapkan Pre-Notikasi mengingat proses merger dan pengambilalihan perusahan merupakan strategi usaha yang umum," tuturnya.

Sementara beberapa pasal yang menurut Kadin berpotensi disalahgunakan, lanjut Suryani misalnya, pasal yang mengatur orang yang mencegah, menghalangi atau menggagalkan langsung atau tidak langsung proses investigasi atau pemeriksa akan dipidana enam bulan atau denda Rp5 miliar.

Meski begitu, menurut Kadin, penguatan kewenangan bagi KPPU perlu dilakukan.Namun hal ini perlu dilakukan melaluimekanisme dan pelaksanaanyangdiatur dengan jelas sehingga tidak disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak bertanggung jawab. Rancangan UU ini masih belum mengatur tanggung jawab KPPU apabila melakukan penyalahgunaan wewenang.

Sebelumnya, melalui rapat pleno Badan Legislasi DPR menyetuji 40 RUU masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2016. Salah satunya adalah RUU tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (Baca Juga: Rapat Pleno Baleg Setujui 40 RUU Masuk Prolegnas 2016)
Tags:

Berita Terkait