Rian Ernest, Lawyer yang Banting Setir Jadi Staf Hukum Gubernur DKI Jakarta
Berita

Rian Ernest, Lawyer yang Banting Setir Jadi Staf Hukum Gubernur DKI Jakarta

Sempat kepikiran menjadi supir Uber di malam hari untuk menambah pendapatan.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Staf hukum Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, Rian Ernest. Foto: RES
Staf hukum Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, Rian Ernest. Foto: RES
Publik sempat dihebohkan oleh Rian Ernest, pria yang berada di belakang Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok, -red), saat tampil di sidang perdana uji materi UU No.10 Tahun 2016 yang mengatur pemilihan gubernur, bupati dan wali kota (UU Pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) tahun 2009, yang kini menjadi staf hukum Gubernur DKI Jakarta itu ternyata memulai kariernya sebagai lawyer di Melli Darsa & Co. Dia juga pernah bekerja sebagai lawyer di Hadiputranto, Hadinoto & Partner (HHP).

Namun, keterlibatannya di komunitas Indonesia Mengajar (IM) mendorongnya untuk menjadi pengajar di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia mengaku mendapatkan kebahagiaan ketika menjadi guru selama setahun. Dari sana pula, dia mendapatkan banyak pengalaman.

Indonesia Mengajar adalah sebuah komunitas yang digagas oleh Anies Baswedan. Komunitas ini merupakan sebuah lembaga nirlaba yang merekrut, melatih, dan mengirim generasi muda terbaik bangsa ke berbagai daerah di Indonesia untuk mengabdi sebagai Pengajar Muda (PM) di Sekolah Dasar (SD) dan masyarakat selama satu tahun. (Baca Juga: Lawyer Ini Gemar Mengoleksi dan Belajar dari Karakter Action Figure)

“Sebelum saya mengajar, saya sudah kerja di Melli Darsa & Co, sudah meraskan signing dokumen transaksi yang nilainya besar, pakai jas dan segala macam, merasa menjadi eksekutif muda. Tapi begitu ke IM, saya dapat joy yang tidak bisa diutarakan, enak banget,” kata Rian kepada hukumonline.    

Lantas, apakah ada perbedaan yang Rian rasakan ketika bekerja sebagai lawyer dengan staf gubernur? Menurut Rian, banyak sekali perbedaan yang dia temukan ketika dirinya memilih bekerja sebagai staf gubernur ketimbang lawyer. Perbedaan terutama dari sisi pendapatan. Bahkan, Rian sempat kepikiran menjadi supir Uber di malam hari untuk menambah pendapatannya.

“Kalau dari sisi fee sangat turun pangkat. Tapi saya adalah orang yang percaya pada akhirnya gaji segede apapun itu tergantung dengan lifestyle. Asal bisa menyesuaikan lifestyle, bisa lah,” ujarnya.

Sedangkan dari sisi ilmu dan pengetahuan, Rian sangat bersyukur bisa bekerja di Kantor Gubernur. Soalnya, dengan menjadi staf gubernur, ilmu yang dia dapatkan tidak hanya sepotong mengenai hukum saja, tetapi lebih dari itu. Dia harus mempertimbangkan banyak aspek ketika akan memberikan masukan kepada gubernur. Kalau menjadi lawyer, kata Rian, hanya terpaku pada sisi legalistic dan undang-undang. (Baca Juga: Muhammad Subarkah: Orang Indonesia Pertama yang Jadi Clerk di ICJ)

“Kalau di lawfirm itu kita hanya spesifik di satu ilmu saja dan lebih dalam, tapi kalau di sini beda karena saya lebih high level dan strategis. Sspek politik harus di lihat. Misalnya, mau buat aturan kira-kira bergolakgak di bawah, jadi ada hal yang menarik, jadiknowledge lebih banyak yang baru,” ujarnya.

Ahok memiliki beberapa staf, salah satunya staf di bidang hukum yang pekerjaannya adalah menjembatani antara Bidang Hukum Pemprov dengan Ahok. “Saya staf bidang hukum di sini sendiri, tugas saya menjembatani biro hukum dan Gubernur. Kalau di luar day to day Pemprov, saya diskusi misalnya tentang MK atau tentang penistaan agama,” kata Rian.

Rian mengaku sering berdiskusi dengan pakar-pakar hukum. Menurutnya, hal itu adalah kegiatan yang asik dilakukan Karena ketika dia di lawfirm, mesti menuggu sampai level tertentu untuk bisa ketemu managing partner lain atau profesor. (Baca Juga: Iman Brotoseno, Lebih Memilih Jadi Sutradara Ketimbang Lawyer)

“Kalau sekarang bersyukur banget, kalau di lawfirm saya belum tentu mendapat apa yang saya dapat di sini sekarang,” ujarnya.

Belajar dari Ahok, Rian memiliki prinsip kalau anak muda jangan hanya di luar sistem, tapi harus ada yang masuk ke dalam sistem dan membenahi sistem yang kurang baik. Dia percaya bahwa republik ini sudah terlalu banyak teknokrat yang baik, tapi politisi yang baik belum tentu.

Rian memiliki pengalaman yang sangat luar biasa ketika menjadi staf hukum Ahok. Salah satunya melaporkan adanya gratifikasi yang cukup besar. “Kita pernah mendapatkan info ada uang gratifikasi, akhirnya blusukan dan benar ada uangnya. Belum pernah saya mencium ruangan bau duit seperti itu. Saya sampai ketawa, ini satu ruangan kok bau duit,” ungkap Rian.

Ke depan, Rian tidak memungkiri untuk terjun ke dunia politik, entah sebagai legislator di Senayan maupun sebagai Bupati. Bila terjun ke DPR, ia akan menempatkan dirinya di Komisi III yang membidangi masalah hukum. Menurutnya, di negeri ini masih banyak yang bisa diperbaiki dari segi hukum.  

“Masih banyak yang bisa dibetulkan dari segi hukum kita, terutama dari sistem meritokrasi di dalamnya,” kata Rian. (Baca Juga: Reina, Mahasiswa Hukum yang Jadi Duta Besar Denmark Sehari)

Menurut Rian, impact dari politik itu sangat besar. Dia mengingat litelatur yang dibacanya dengan penulis mantan Wakil Preseiden, Prof Boediono, dengan Judul Intitusi Ekonomi. Dalam buku itu, jelas Rian, bila sebuah negara mau maju maka sistem ekonominya harus bagus. Tentunya, harus dibarengi dengan sistem hukum yang bagus.

At the end of the day kalau sebuah negara mau dikudeta itu tergantung dengan kondisi perekonomiannya. Boediono bilang institusi ekonomi itu tidak lepas dari politik, in most cases yang drive adalah politik,” tutur Rian.

Tags:

Berita Terkait