Aduh, KPK Tak Responsif Tindak Lanjuti Temuan Ombudsman
Sikat Pungli:

Aduh, KPK Tak Responsif Tindak Lanjuti Temuan Ombudsman

KPK menganggap permasalahan dengan Ombudsman hanya soal komunikasi saja.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi  kejahatan ekonomi: BAS
Ilustrasi kejahatan ekonomi: BAS
Ombudsman RI kerap dipandang sebagai lembaga yang tidak “bergigi”. Sebab, Ombudsman memang bukan lembaga penegak hukum. Sesuai Pasal 6 UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, Ombudsman berfungsi sebagai pengawas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Selain itu, Ombudsman juga berfungsi mengawasi pelayanan publik yang diselenggarakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN), serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Walau dianggap tidak “bergigi”, rekomendasi Ombudsman bersifat final dan mengikat. Banyak laporan dugaan maladministrasi yang masuk ke Ombudsman. Di tahun 2015 saja, total pengaduan yang masuk ke Ombudsman mencapai 6859 laporan. Kemudian, di tahun 2016, tak kurang dari 5327 laporan masuk ke Ombudsman.
Dinamika Kelompok Instansi Terlapor Periode 2014-2016
Kelompok Institusi TerlaporTahun
201420152016
Pemerintah Daerah 2940 2914 2257
Kepolisian 852 807 734
BUMN/BUMD 515 641 407
Instansi Pemerintahan/Kementerian 634 593 355
Badan Pertanahan Nasional 519 530 384
Lembaga Peradilan 256 262 231
Lembaga Pendidikan Negeri 53 143 170
Perbankan 102 139 118
Kejaksaan 119 117 78
Perguruan Tinggi 81 70 56
Rumah Sakit Pemerintah 38 70 145
Komisi Negara/LNS 99 69 51
Lembaga Pemerintah Non Kementerian 63 55 22
Tentara Nasional Indonesia 36 39 17
Dewan Perwakilan Rakyat 24 20 16
Lainnya 347 390 286
Total 6678 6859 5327
Sumber : Ombudsman RI

Menindaklanjuti semua laporan masyarakat yang masuk, Ombudsman melakukan pemeriksaan administratif maupun substantif, seperti meminta klarifikasi terlapor, pemberitahuan kepada pelapor, investigasi, monitoring, mediasi, dan penyampaian rekomendasi kepada terlapor dan atasan terlapor. (Baca Juga: Pendidikan Sektor “Ter-Pungli”, Aplikasi Android Jadi Pilihan Solusi)

Ombudsman telah menindaklanjuti sebanyak 6834 laporan pada 2015. Tindak lanjut itu merupakan tindak lanjut terhadap laporan masyarakat yang diterima Ombudsman tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2015, sebanyak 3356 laporan (49,11%) ditutup, sedangkan sebanyak 46 laporan (0,67%) dinyatakan bukan wewenang Ombudsman.

Maksud dari bukan wewenang Ombudsman adalah bukan lagi ranah maladministrasi, sehingga menjadi wewenang lembaga lain. Misalnya, temuan yang terindikasi tindak pidana, seperti korupsi. Terhadap temuan-temuan semacam ini, Ombudsman biasanya meneruskan ke aparat penegak hukum, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan, Ombudsman beberapa kali menemukan laporan yang terindikasi tindak pidana korupsi. Menurutnya, sejauh ini, aparat penegak hukum yang paling responsif menindaklanjuti temuan Ombudsman yang terindikasi korupsi adalah Kepolisian dan Kejaksaan.

“Yang tidak responsif itu KPKsebenarnya. Tidak responsif bukan dalam arti mereka tidak datang. Mereka datang terus, tapimereka tidak pernah mau memberikan celah bagi (sistem) di luar sistem mereka. Jadi,sistem mereka lah yang dianggap paling tepat,” katanya saat ditemui hukumonline di kantornya.

Adrianus menjelaskan, ketidakresponsifan dimaksud bukan dalam arti KPK tidak mau menindaklanjuti temuan yang terindikasi korupsi dari Ombudsman, melainkan dalam hal mekanisme pelaporan. Sebagai contaoh, pernah suatu saat Ombudsman berbincang dengan pihak KPK mengenai temuan yang bernuansa korupsi. (Baca Juga: Waspadai Modus Pungli dan Potensi Korupsi)

Kala itu, Ombudsman segera mengirimkan temuan yang terindikasi korupsi itu kepada KPK dan memohon agar KPK segera menindaklanjuti. Sebelum mengirimkan temuan ke KPK, Ombudsman sudah terlebih dahulu memproses dan mencari bukti-bukti. Akan tetapi, respon KPK membuat pihak Ombudsman tertegun.

Hukumonline.com

Adrianus menceritakan, pihak KPK memperlakukan hasil temuan Ombudsman layaknya laporan biasa.“‘Oh nggak, ketika kami menerima dari bapak, maka kami perlakukan sama dengan orang-orang lain yang memberikan laporan pertama kali, yakni di Dumas (Pengaduan Masyarakat)’. Wah, (kami) agak ‘tek’ juga sih,” ujarnya.

Lalu, Adrianus mengungkapkan, pihak KPK menerangkan bahwa temuan tersebut akan diproses terlebih dahulu di Dumas. Setelah itu, akan melalui tahap pengkajian, baru akan diputuskan apakah kasus itu layak atau tidak ditingkatkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan. Sontak, Adrianus pun membatin, “Ampunnn..”.

Akhirnya, Ombudsman meneruskan temuannya ke aparat penegak hukum lain, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Adrianus menilai, Kepolisian dan Kejaksaan sangat responsif. Ia berharap, ke depan, Ombudsman dapat membangun Memorandum of Understanding (MoU) dengan KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam hal teknis tindak lanjut perkara.

Sebenarnya, Ombudsman telah memiliki MoU dengan Kepolisian. Namun, MoU itu bukan mengenai teknis tindak lanjut perkara, melainkan kerja sama untuk pemanggilan pihak-pihak terkait pengaduan di Ombudsman. Begitu pula dengan MoU Ombudsman dan KPK yang ditandatangani 2013 lalu, juga bukan terkait tindak lanjut perkara.

Nota kesepahaman antara KPK dan Ombudsman No.SPJ-129/01-55/07/2013 dan No.18/ORI-MOU/VII/2013 hanya melingkupi pertukaran informasi dan data, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pendidikan dan pelatihan, kajian/penelitian, serta sosialisasi, dan kesediaan menjadi narasumber.

Oleh karena itu, sambung Adrianus, Ombudsman ingin menggagas kerja sama tindak lanjut penanganan perkara yang lebih teknis. Misalnya, Ombudsman menyiapkan ruangan, dimana ada Polisi, Jaksa, dan KPK. Hal itu dilakukan agar koordinasi terhadap temuan-temuan terindikasi korupsi bisa lebih cepat ditindaklanjuti. (Baca Juga: Pungli Peradilan: “Belum Digoda, Malah Kami Digoda Duluan”)

“Ketika kami menemukan laporan yang tidak lagi bernuansa maladministasi, tapisudah berindikasi PMH, perbuatan melawan hukum, apalagi sudah jelas indikasi korupsi dan melanggar HAM, aparat penegak hukum yang megang. Wong, kami juga nantinya akan berhenti, karena (ranah) kami pada maladministrasi,” terangnya.

Ide lainnya yang digagas Adrianus adalah menjadikan Ombudsman semacam “bursa”. “Kita lakukan pertemuan-pertemuan yang bersifat kerja sama, sehingga kami nanti seperti ‘bursa’. Ini ada kasus, kami anggap ada indikasinya, siapa yang mau,misalnya seperti itu. Jadi, silakan bikin berita acara penyerahan, kami selesai,” tuturnya.

Menanggapi keluhan Ombudsman yang menganggap KPK tidak responsif, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, kemungkinan permasalahan itu hanya soal komunikasi. Lagipula, proses pengaduan di KPK yang harus melalui beberapa tahapan itu, tak lain sebagai proses untuk memverifikasi laporan.

Kemudian, mengenai MoU antara KPK dan Ombudsman yang ditandatangani tahun 2013, menurut Yuyuk, hanya mengatur secara umum mengenai kerja sama kedua lembaga. Akan tetapi, tidak mengatur secara khusus mengenai mekanisme tindak lanjut dari temuan-temuan yang terindikasi korupsi dari Ombudsman kepada KPK.

Dengan demikian, imbuh Yuyuk, temuan-temuan Ombudsman akan diproses sesuai mekanisme di KPK. “KPK, lewat proses pengaduan dan sebagainya itu, untuk menyaring kasus yang memang terindikasi tindak pidana korupsi dan jadi kewenangan KPK untuk ditindaklanjuti. Bisa juga kan kasus dari Ombudsman ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum lain,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait