Risma: “Kalau Sekolah di Fakultas Hukum, Bisa Nggak Lulus-Lulus Saya”
Utama

Risma: “Kalau Sekolah di Fakultas Hukum, Bisa Nggak Lulus-Lulus Saya”

Sangat berhati-hati membuat Perda yang menyangkut hak-hak atas tanah. Berharap advokat memberikan masukan.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Walikota Surabaya Tri Rismaharini di acara DPN Peradi dan DPC Peradi. Foto: MYS
Walikota Surabaya Tri Rismaharini di acara DPN Peradi dan DPC Peradi. Foto: MYS
Pernah berpidato di berbagai forum internasional, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa, tak membuat Walikota Surabaya Tri Rismaharini selalu percaya diri. Ketika menjadi pembicara kunci dalam seminar internasional ‘Yinjauan Yuridis Terhadap Kepemilikan Atas Bangunan Strata Titel: Kekuatan dan Kelemahannya’, Risma terus terang mengaku ‘degdegan kalau berpidato di depan advokat’. 

“Di depan PBB saja saya lancar berpidato. Kalau di depan advokat, saya degdegan,” ujarnya disambut tawa ratusan advokat, notaris, dan akademisi yang hadir dalam acara yang diselenggarakan DPN Peradi dan DPC Peradi Surabaya itu, Jum’at (04/11) siang.

Risma berlatar belakang pendidikan arsitektur, kemudian berlanjut ke urban development. Kini, ketika menjadi urban manager alias Walikota Surabaya, Risma dihadapkan pada banyak persoalan hukum. Termasuk membuat kebijakan dan menandatangani Peraturan Daerah (Perda).

Walikota peraih Bung Hatta Anti Corruption Watch itu berseloroh jika dulu kuliah di fakultas hukum, ia mungkin tak lulus dengan mudah. “Kalau dulu kuliah di Fakultas Hukum, mungkin nggak lulus-lulus saya. Nggak negerti saya,” ucapnya disambut tawa peserta seminar.

Salah satu yang berat untuk diputuskan menyangkut hak-hak yang timbul dalam pertanahan, termasuk rumah susun. Risma mengaku pernah harus bolak balik konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pemeriksa Keuangan untuk memastikan Ranperda yang akan dia tandatangani tidak bermasalah. Ia menerapkan kehati-hatian jika menyangkut kebijakan hukum. “Saya nggak mau kena,” ucapnya.

Konsultasi itu, kata dia, penting dilakukan karena secara pribadi tidak percaya diri ketika menyangkut regulasi pertanahan apalagi menyangkut pengalihan aset pemda. Ia lantas bercerita tentang built operate and transfer (BOT) dan Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan. Kesalahan memahami konsep ini bisa berakibat hukum. (Baca juga: Terobosan Penting untuk Implementasi PP Hunian Orang Asing).

Pada akhir Desember tahun lalu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Sebagai pelaksanaan PP tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menerbitkan Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Risma berharap agar para advokat bisa memberikan masukan. Advokat tak hanya membahas problem hukum strata titel. Advokat juga seyogianya memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam rangka pengambilan kebijakan.

Sebelumnya, Ketua DPC Peradi Surabaya, Setijo Boesono, mengatakan advokat mempunyai hubungan baik dan menjalin kerjasama dengan Pemkot Surabaya. Secara probono, advokat memberikan pendampingan hukum demi menyelamatkan aset-aset pemkot Surabaya. Itu juga menjadi bagian dari tanggung jawab advokat terhadap pembangunan dan penegakan hukum.
Tags:

Berita Terkait