Urus Perkara, Advokat Ini Sebut Panitera Minta Uang Ratusan Juta
Berita

Urus Perkara, Advokat Ini Sebut Panitera Minta Uang Ratusan Juta

Agar perkara yang ditangani menang.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Raoul terseret kasus ini lantaran diduga menyuap Panitera PN Jakpus Muhammad Santoso terkait penanganan perkara di PN Pusat untuk mempengaruhi putusan perdata PT KTP dan PT MMS.
Raoul terseret kasus ini lantaran diduga menyuap Panitera PN Jakpus Muhammad Santoso terkait penanganan perkara di PN Pusat untuk mempengaruhi putusan perdata PT KTP dan PT MMS.
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Santoso disebut meminta uang ratusan juta rupiah sebagai imbalan agar memenangkan perkara perdata di PN Jakpus. "Memang ada perbincangan saya dengan Pak Santoso yang awalnya penawaran terkait perkara 503. Ini berawal dari gugatan, jawaban dan replik yang saya terima sekitar Maret," kata Raoul Adhitya Wiranatakusumah dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/11).

Awalnya, Raoul yang berprofesi sebagai advokat itu mengeluh kepada Santoso terkait kelakuan penggugat. “Bahasanya Pak Santoso 'Loe mau gue urusin apa enggak?' Saya katakan 'Urusin bagaimana maksudnya Pak?' lalu dia mengatakan 'Urusin supaya kamu pasti menang', dan saya sampaikan 'Semua orang pasti menang', lalu dia katakan 'Siapkan saja dana ratusan (juta)'", katanya menirukan.

Raoul menjadi saksi untuk anak buahnya Ahmad Yani. Raoul dan Yani didakwa memberi uang sejumlah Sing$28 ribu kepada dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui panitera PN Jakpus Santoso terkait perkara perdata yang diwakili Raoul yaitu PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) sebagai pihak tergugat melawan pihak penggugat PT Mitra Maju Sukses (MMS). (Baca Juga: Advokat Raoul A Wiranatakusumah Akhirnya Bicara di KPK)

"Saya menemui Pak Casmaya pada Desember 2015, untuk menentukan siapa hakim mediator dan kapan mediasinya. Pertemuan ini bersama dengan Pak Santoso dan pihak penggugat. Pertemuan kedua saya datang sendiri karena sudah dijanjikan oleh Pak Santoso dan hakimnya ada di tempat Pak Santoso. Sebelumnya Pak Santoso menyarankan ke saya untuk menyampaikan perubahan gugatan materi pokok perkara yang dilakukan penggugat," tambah Raoul.

Selanjutnya Raoul juga bertemu dengan Partahi dan Casmaya, namun ia membantah dalam pertemuan itu dibicarakan mengenai pemberian uang. "Apa ada pembicaraan mengenai sesuatu yang akan diberikan ke hakim?" tanya jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro. "Sama sekali tidak ada," jawab Raoul.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Roul, jaksa Pulung mengatakan, Raoul mengakui bertemu Casmaya sebanyak tiga kali, yakni Desember 2015, April 2016 dan Mei 2016. Pada pertemuan pertama saat mediasi perkara. Sedangkan pertemuan kedua, Casmaya yang ditemani stafnya itu membicarakan mengenai perubahan materi gugatan.

“‘Saya juga minta atensi Casmaya terkait gugatan dari penggugat yang saya kira tidak tetap. Pertemuan ketiga adalah awal Mei 2016, saya cuma ngobrol sebentar dengan Casmaya karena maksud saya adalah untuk menghadap Pak Partahi dan saat ngobrol, Pak Partahi masuk. Ini pertemuan pertama saya dengan Pak Partahi. Saat pertemuan saya membicarakan hal yang sama dengan Pak Casmaya intinya saya mengeluhkan perkara saya berlarut-larut dan banyak kejanggalan. Terakhir pertemuan pada 22 Juni 2016 di ruang hakim lantai 4, saya bertemu dengan Pak Partahi sendirian dengan saya menanyakan jadwal putusan perkara', apakah benar keterangan ini?" tanya jaksa Pulung.

"Benar karena saya hanya minta atensi hakim saja, setiap pertemuan juga selalu atas saran Pak Santoso," jawab Raoul. Serangkaian pertemuan itu pun dilaporkan Raoul kepada Santoso. (Baca Juga: Dua Hakim Ini Disebut Temui Pengacara di Luar Sidang Bicarakan Perkara)

"Saya sampaikan dan Pak Santoso menawarkan ke saya untuk memenangkan perkara dalam arti kata klien saya tidak wanprestasi dan gugatannya pemohon ditolak, untuk kepentingan itu dia memberikan ide ke saya hal yang harus saya sanggupi yaitu sejumlah uang, saya iyakan saja waktu itu. Pembicaraan saya dengan Santoso berlanjut dengan permintaan dia spesifik nilai uangnya dan disiapkan bentuknya tipis mata uang asing Singapura," jawab Raoul.

Raoul selanjutnya meminta anak buahnya Ahmad Yani untuk bertemu dengan Santoso dan mengonfirmasi permintaan Santoso yaitu Sing$25 ribu untuk hakim dan Sing$3 ribu untuk Santoso atau bila dikonversi menjadi rupiah adalah sekitar Rp300 juta. "Yang menentukan angka-angka itu Pak Santoso. uang saya ambil pada 24 Juni 2016 dari rekening saya di CIMB Niaga, itu adalah rekening dari pembayaran klien-klien saya," jelas Raoul.

Raoul mengatakan, pemberian tersebut bukan dari kliennya yakni PT KTP. Namun pernyataan ini mengundang tanya oleh jaksa. "Lalu memang pengurusan ini tujuannya untuk siapa? Masa saudara berkorban Rp300 juta karena permintaan saudara sendiri?" tanya jaksa Pulung.

"Ini permintaan saya sendiri. Saya memang mengatakan ke klien kalau kita ada kemungkinan akan kalah. Saya ingatkan lagi ke Pak Wiryo dan Kerry ada jaminan pribadi yang meliputi seluruh harta kekayaan mereka dan kebetulan yang diminta sebagai sita jaminan atau borgtoh," jawab Raoul.

Dalam perkara perdata yang diajukan PT MMS itu, yang menjadi tergugat I adalah PT KTP sedangkan pemiliknya yaitu Carey Ticoalu dan Wiryo Triyono sebagai tergugat II dan III. Harta Carey dan Wiryo akan diambil PT MMS bila mereka kalah dalam perkara perdata tersebut. Namun Raoul sebelumnya sudah meminta Rp550 juta lebih dulu dengan alasan persiapan banding dan kasasi, jaksa menduga Rp300 juta itu juga berasal dari harta Carey dan Wiryo.

"Rp550 juta untuk persiapan banding dan kasasi, saya pikir posisinya akan lebih kuat kalau banding dan kasasi," tambah Raoul berkilah. (Baca Juga: Dua Pengacara Didakwa Menyuap Dua Hakim PN Jakarta Pusat)

Dalam perkara ini, Ahmad Yani dan Raoul didakwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait