Simak, Peringkat Terbaru Komponen Kemudahan Berusaha di Indonesia
Berita

Simak, Peringkat Terbaru Komponen Kemudahan Berusaha di Indonesia

Peringkat penyelesaian perkara kepailitan turun.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Diskusi tentang EODB di Jakarta. Foto: RES
Diskusi tentang EODB di Jakarta. Foto: RES
Pemerintah terus melakukan upaya di segala sektor untuk memperbaiki tingkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Bussines (EODB) di Indonesia. Beberapa kebijakanyang dinilai menghambat di deregulasi. Deregulasi dilakukan di tingkat pusat hingga daerah, mulai dari kemudahan perizinan, pemangkasan perizinan, serta menghapuskan beberapa regulasi yang dinilai menghambat investasi.

Pada 2015 lalu, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia berada pada posisi 120, kemudian mengalami peningkatan pada 2016 yakni di posisi 106. Untuk tahun 2017, upaya reformasi struktural diklaim telah menunjukkan hasil. Peringkat EODB Indonesia diperkirakan naik ke peringkat 91. (Baca: Lima Tahun Mengejar Peringkat Kemudahan Bisnis).

“Peringkat Indonesia melampaui Filipina, Brazil, dan India,” kata Dalyono, Kepala Analisis Ekonomi Internasional dan Hubungan Investor BKF Kemenkeu, Selasa (15/11), di Jakarta. (Baca juga: Kemudahan Berusaha UMKM Diacungi Jempol).

Meski mengalami kenaikan, tidak semua komponen kemudahan berusaha mengalami perbaikan. Komponen yang mengalami kenaikan peringkat adalah memulai usaha (naik 16 peringkat), mendapatkan layanan listrik (naik 12 peringkat), pendaftaran properti (naik 5 peringkat), kemudahan kredit (naik 8 peringkat), pembayaran pajak (naik 11 peringkat), perdagangan antar wilayah (naik 5 peringkat), dan kepastian kontrak (naik 5 peringkat).

Sementara komponan kemudahan berusaha yang mengalami penurunan adalah perizinan konstruksi (turun 3 peringkat), perlindungan investor kecil (turun 1 peringkat), dan penyelesaian pailit (turun 2 peringkat). Dalyono tak menjelaskan faktor-faktor penyebab turunnya peringkat komponen ini, terutama penyelesaian perkara kepailitan (Baca juga: Deregulasi untuk Kemudahan Berusaha).

“Usaha pemerintah untuk meningkatkan kemudahan berusaha dilakukan dengan cara deregulasi dan debirokratisasi melalui paket-paket kebijakan ekonomi yang berdampak positif, dan beberapa ruang untuk perbaikan lebih lanjut masih terbuka,” tambah Dalyono.

Dari sisi makroekonomi, Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Juda Agung, mengatakan BI memperkirakan perbaikan sejumlah indikator makroekonomi dan pelaksanaan program pengampunan pajak (tax amnesty) akan menopang tren perbaikan ekonomi 2017 meski kondisi global belum bisa diharapkan untuk berkontribusi bagi ekonomi nasional. "Kesimpulan kami, ekonomi kita di 2017 akan lebih baik dari tahun ini," kata Juda.

Saat ini, lanjutnya, perkembangan ekonomi Indonesia masih dalam kategori baik, bahkan pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2016 sebesar 5,02 persen dari PDB. Sehingga untuk keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun ini masih berada di kisaran 5 persen. Tetapi jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian di Semester II-2016, kondisi perekonomian pada saat ini masih lemah. "Karena, masih adanya konsolidasi fiskal terkait upaya merespons kondisi ketidakpastian global," jelasnya.

Juda menambahkan, kondisi likuiditas di pasar keuangan domestik akan ditopang dana repatriasi dari kebijakan amnesti pajak. Repatriasi diperkirakan masuk Rp143 triliun pada Desember 2016. Dana ini yang akan menjadi sumber tambahan dana bagi kegiatan ekonomi Indonesia.

Terkait dengan kondisi global, sejauh ini pihaknya memandang bahwa kegiatan ekonomi dunia yang masih memiliki ketidakpastian, sulit diharapkan untuk memberikan kontribusi positif bagi ekonomi domestik. Sehingga tantangan ekonomi di 2016 berasal dari dinamika ketidakpastian di tingkat global.
Tags:

Berita Terkait