Waduh, 200 Ribu Perkara di Kejaksaan Mangkrak
Berita

Waduh, 200 Ribu Perkara di Kejaksaan Mangkrak

Merupakan implikasi kurang terkoordinirnya dengan baik antara kepolisian dengan kejaksaan dalam penanganan suatu perkara.

Oleh:
ANT/YOZ
Bacaan 2 Menit
Kejaksaan Agung RI. Foto: SGP
Kejaksaan Agung RI. Foto: SGP
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) menemukan sekitar 200.000 berkas perkara di kejaksaan yang tidak jelas statusnya. Temuan ini muncul setelah mencocokkan antara jumlah berkas perkara pidana umum yang dikirimkan oleh kepolisian dengan berkas pidana umum yang diterima kejaksaan, kata Direktur Eksekutif MaPPI FHUI Choky Ramadhan di Jakarta, Minggu (20/11) malam.

Penyebabnya, kata dia, merupakan implikasi kurang terkoordinirnya dengan baik antara kepolisian dengan kejaksaan dalam penanganan suatu perkara. Imbasnya adalah berlarut-larutnya proses hukum yang terjadi, berpotensi terlanggarnya hak kepastian hukum baik dari korban maupun tersangka, dan terjadinya abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dalam proses penanganan perkara.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan hal tersebut sebenarnya sudah ada di Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi sejak 2015, yakni penerapan Sistem Penanganan Perkara Terintegrasi antara Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

Adanya sistem ini tentu dapat mencegah terjadinya proses penanganan perkara berlarut-larut. Sayangnya penerapan sistem ini belum dilakukan oleh kejaksaan secara menyeluruh. (Baca Juga: Ini Catatan Kritis ICW Terhadap 2 Tahun Kinerja Jaksa Agung)

Ia menambahkan adapun berkaitan dengan penyelesaian barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti yang dimiliki kejaksaan,mengacu pada Laporan Tahunan Kejaksaan RI tahun 2015, disebutkan bahwa Kejaksaan RI telah merealisasikan PNBP sebesar Rp704.674.783.420,- yang berasal dari penyelesaian barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti.

"Memang ketika dibandingkan dengan target PNBP Kejaksaan RI, jumlah tersebut telah melampaui target. Akan tetapi ketika membandingkan dengan PNBP yang telah berhasil direalisasikan Kejaksaan RI tahun 2014 sebesar Rp3.449.76.335.896,- tentu jumlah realisasi PNBP di 2015 menunjukkan penurunan yang cukup drastis," katanya.

Besarnya jumlah PNBP yang berhasil disetorkan tersebut, jika mengacu pada Laporan Tahunan Kejaksaan RI 2014 berasal dari denda Asian Agri Grup senilai Rp2,5 triliun yang diselesaikan pada September 2014. (Baca Juga: Kinerja Dibanding-bandingkan dengan KPK, Ini Curhat Kajati Jawa Barat)

Pembayaran denda tersebut memang salah satu bentuk prestasi Penurunan jumlah PNBP tersebut tentunya menjadi pertanyaan dikarenakan masih banyak barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti yang belulm diselesaikan Kejaksaan RI. Pada tahun 2016, BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015 mencatat Kejaksaan RI memiliki piutang PNBP sebesar Rp15.734.835.953.479.

Besarnya nilai piutang PNBP yang ada di Kejaksaan tersebut tentu seharusnya dapat menjadi pemasukan negara apabila Kejaksaan berhasil melakukan eksekusi dan menyelesaikan piutang-tunggakan eksekusi terhadap perkara-perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan, seperti kasus BLBI. (Baca Juga: HUT Adhyaksa ke-56, Ini Penilaian Koalisi Pemantau Peradilan)

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan catatan kritis atas kinerja Kejaksaan Agung. Kali ini, sorotan tajam kembali ditujukan pada sosok Jaksa Agung H.M Prasetyo. ICW menyatakan Jaksa Agung telah gagal dan harus segera diganti. Dalam rilisnya atas evaluasi dua tahun kinerja Jaksa Agung (November 2014-November 2016), ICW menyatakan tidak ada alasan yang masuk akal bagi Presiden untuk mempertahankan H. M Prasety sebagai Jaksa Agung.

Tags:

Berita Terkait