Pejabat Pajak Tersangka Suap Rp1,9 M Saat Pemerintah Gencarkan Tax Amnesty
Utama

Pejabat Pajak Tersangka Suap Rp1,9 M Saat Pemerintah Gencarkan Tax Amnesty

Sri Mulyani kecewa karena di saat Ditjen Pajak sedang membangun kembali kepercayaan wajib pajak melalui tax amnesty, kepercayaan itu diciderai oknum petugas dan wajib pajak "nakal".

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat Dirjen Pajak.
Konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat Dirjen Pajak.
Pasca operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (21/11), KPK menetapkan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Handang Soekarno (HS) dan Direktur Utama PT E.K Prima R Rajamohanan Nair (RRN) sebagai tersangka.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, penetapan tersangka HS dan RRN merupakan hasil dari gelar perkara setelah dilakukan pemeriksaan selama 1x24 jam. "Memutuskan untuk meningkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan sejalan dengan penetapan dua orang sebagai tersangka," katanya di KPK, Selasa (22/11).

Agus mengungkapkan, HS diduga menerima uang sejumlah AS$ US148.500 atau setara dengan Rp1,9 miliar dari RRN. Penerimaan uang itu terkait dengan pengurusan permasalahan pajak perusahaan RRN, antara lain PT EK Prima yang mendapatkan surat tagihan pajak sebesar Rp78 miliar. (Baca Juga: Ditjen Pajak Pecat Pegawai yang Terlibat Suap)

Atas hasil negosiasi antara RRN dan HS, sambung Agus, kewajiban pajak PT EK Prima yang semula sebesar Rp78 miliar menjadi hilang atau nihil. Sebagai imbalan, RRN menjanjikan uang sejumlah Rp6 miliar kepada HS. Namun, dalam OTT kemarin, RRN baru melakukan penyerahan uang tahap pertama sebesar Rp1,9 miliar.

"Saudara bisa bayangkan kewajiban pajak yang besarnya Rp78 miliar dengan negosiasi kemudian kewajiban pajak ini hilang. Kita sangat prihatin terhadap kasus ini. Harusnya uang itu bisa diterima negara, tapi ini untuk oknum. Namun, kami percaya Ditjen Pajak orangnya masih banyak yang berintegritas tinggi," ujarnya.

Atas perbuatannya, HS disangka melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Sementara, RRN disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU Tipikor.

Adapun kronologi serah terima uang terjadi di kediaman RRN di Spring Hill Residence, Kemayoran, Jakarta Pusat sekitar pukul 20.00 WIB pada Senin, 21 November 2016. HS ditangkap petugas KPK bersama sopir dan ajudannya saat HS berjalan ke luar Komplek Spring Hill usai penyerahan uang dari RRN.

Usai menangkap HS, KPK bergerak menuju kediaman RRN untuk melakukan penangkapan. Dari hasil penangkapan, KPK mengamankan uang sejumlah AS$148.500 atau Rp1,9 miliar dari tangan HS. Selain itu, KPK turut mengamankan dua staf RRN di Jakarta dan Surabaya. (Baca Juga: Tax Amnesty, UU PPh dan Pencucian Uang)

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, untuk sementara, KPK masih fokus pada kasus HS dan RRN. Belum ada pengembangan kepada pihak-pihak lain. "Sebab, ini informasi yang kami dapat dari masyarakat. Kalau ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini, pasti KPK akan menelusurinya," terangnya.

Menanggapi penangkapan HS, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengapresiasi sekaligus menyampaikan terima kasih kepada KPK. Ia mengaku sangat kecewa dengan tindakan oknum HS. Pasalnya, di saat Ditjen Pajak sedang membangun kembali kepercayaan wajib pajak melalui tax amnesty, justru kepercayaan itu diciderai oleh oknum petugas dan wajib pajak "nakal".

"Tindakan oknum HS mencerminkan suatu pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip dan tata kelola yang baik, serta efektivitas dan kejujuran yang selama ini menjadi nilai-nilai yang dianut oleh Kemenkeu, dalam hal ini Ditjen Pajak. Ini tindakan yang menciderai nilai-nilai dan tentu menciderai kepercayaan dari kolega-kolega yang lain," tuturnya.

Sri Mulyani mengaku, sebagian besar aparat Ditjen Pajak dari adalah aparat yang memiliki komitmen tinggi untuk membangun kepercayaan publik. Oleh karena itu, Kemenkeu akan bekerja sama dengan KPK untuk mengintensifkan berbagai upaya pencegahan korupsi dengan melakukan perbaikan sistem. (Baca Juga: Menengok Kembali Perjalanan UU Tax Amnesty)

Lebih lanjut, Sri menyatakan, Kemenkeu merupakan lembaga yang strategis dan penting untuk mewujudkan semangat mengelola keuangan negara secara bersih dan kredibel. "Jadi, tidak mungkin dilakukan secara sendiri tanpa ada bantuan dan dukungan institusi yang kredibel seperti KPK. Saya sangat menyambut KPK membantu kami," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait