Terkait hal ini, klinik hukumonline menjelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kudeta adalah kata kerja yang berarti perebutan kekuasaan (pemerintahan) dengan paksa. (Baca Juga: Isu Aksi 2 Desember: Polda Metro Jaya Keluarkan Maklumat, Begini Isinya)
Sementara, dalam Wikipedia dijelaskan bahwa kudeta adalah sebuah tindakan pembalikan kekuasaan terhadap seseorang yang berwenang dengan cara ilegal dan sering kali bersifat brutal, inkonstitusional berupa "pengambilalihan kekuasaan", "penggulingan kekuasaan" sebuah pemerintahan negara dengan menyerang (strategis, taktis, politis) legitimasi pemerintahan kemudian bermaksud untuk menerima penyerahan kekuasaan dari pemerintahan yang digulingkan.
Pada dasarnya kudeta adalah sebuah perbuatan pidana, namun perbuatan pidana akan lenyap apabila kudeta sukses karena adanya legitimasi politik dari rakyat dan militer. (Baca Juga: Tanggapi Isu Aksi 2 Desember, Presiden: Mari Kembali ke Konsep Negara Hukum)
Pada sisi lain, dalam hukum pidana istilah yang dikenal adalah makar. Tindak pidana makar masuk ke dalam rumpun kejahatan terhadap keamanan Negara. Secara teoritis, makar yang dikenal oleh umum adalah makar yang ditujukan ke dalam negeri yang dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu makar terhadap keselamatan Presiden dan Wakil Presiden, terhadap wilayah Negara, dan terhadap pemerintahan. Ketiga perbuatan ini diatur dalam Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bentuk tindak pidana yang tepat dalam konteks kudeta adalah makar untuk menggulingkan pemerintahan seperti yang diatur dalam Pasal 107 KUHP yang berbunyi: “(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (Baca Juga: Ingat! Polisi Tak Berwenang Memukul Massa Demonstrasi, Ini Alasan Hukumnya)
(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.” Makar dalam rumusan delik ini adalah penggantian pemerintahan dengan cara yang tidak sah yang tidak berdasarkan saluran yang ditetapkan dalam undang-undang.
Oleh Karena itu, tindak pidana makar baru dapat dikenakan apabila memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 87 KUHP. Pasal 87 KUHP menegaskan bahwa tindak pidana makar baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar.