‎Dinilai Melanggar Etik, MKD Berhentikan Ade Komarudin dari Jabatan Ketua DPR
Berita

‎Dinilai Melanggar Etik, MKD Berhentikan Ade Komarudin dari Jabatan Ketua DPR

Ade Komarudin dijatuhi sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada alat kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR sebagaimana tertuang dalam Pasal 21 huruf b Peraturan DPR No.1 Tahun 2015 tentang Kode Etik.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
Jelang beberapa jam sebelum rapat paripurna pergantian pejabat Ketua DPR, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menerbitkan putusan perkara dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ade Komarudin sebagai pihak terlapor. Hasilnya, MKD memberhentikan Ade Komarudin dari jabatan Ketua DPR.

Demikian disampaikan Ketua MKD DPR, Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR, Rabu (30/11). “Sehingga diputuskan terhitung sejak hari Rabu, 30 November 2016, yang terhormat  saudara Ade Komarudin dari Fraksi Golkar dinyatakan berhenti dari jabatan Ketua DPR RI masa keanggotaan tahun 2014-2019,” ujarnya. (Baca Juga: Ade Komarudin Resmi Jabat Ketua DPR)

Keputusan pemberhentian pria biasa disapa Akom itu lantaran akumulasi sanksi dari beberapa laporan pengadu. Pertama, Akom dituding melanggar etik karena memfasilitasi rapat antara Komisi XI dengan BUMN dalam pembahasan Penyertaan Modal Negara (PMN). Sementara, BUMN merupakan mitra kerja dari Komisi VI. Atas dasar itulah Akom dilaporkan sejumlah anggota dewan dari Komisi VI ke MKD.

Setelah mendengarkan sejumlah saksi dan bukti lainnya, Akom dinilai terbukti melakukan pelanggaran etik. Hasilnya, MKD memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis kepada Akom. Tapi Akom belum bebas dari masalah. Politisi Golkar itu kembali diadukan ke MKD oleh sejumlah anggota dewan.

Kali ini, laporan berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan yang tak kunjung dibawa ke paripurna. Sebabnya, di tingkat Badan Legislasi (Baleg) sudah disepakati RUU Pertembakauan untuk diboyong dalam rapat paripurna untuk mendapatkan persetujuan menjadi RUU inisiatif DPR.

Faktanya, berulang kali Baleg mempertanyakan kepastian RUU tersebut, tak pernah pula dibawa ke paripurna. Atas persoalan ini, Akom pun kembali dilaporkan ke MKD. Terhadap dugaan pelanggaran etika itu, Akom pun dinilai terbukti. Akom pun dijatuhi sanksi sedang oleh MKD.

“Memerintahkan kepada pimpian DPR RI untuk menyampaikan RUU tentang Pertembakauan dalam Rapat Parirpurna DPR RI secepatnya untuk mendapatkan persetujuan,” tambahnya. (Baca Juga: DPR Bakal Kebut Pembahasan Sejumlah RUU Prioritas 2016)

Menurut Dasco akumulasi hukuman etik itulah yang akhirnya diputuskan pemberhentian Akom dari jabatan sebagai Ketua DPR. Hal itu pula mengacu pada Pasal 21 huruf b Peraturan DPR No.1 Tahun 2015 tentang  Kode Etik DPR. Pasal 21 huruf b menyebutkan, “Sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada alat kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR”.

Ia mengatakan putusan MKD dilakukan setelah menggelar rapat musyawarah. “Dalam rapat bersifat tertutup yang dihadiri oleh pimpinan dan anggota MKD dan dibacakan dalam sidang MKD Rabu (30/11) serta menghasilkan keputusan final dan mengikat sejak tanggal dibacakan,” ujar politisi Partai Gerindra itu.

Wakil Ketua MKD Sarifudin Sudding menambahkan, sanksi sedang sesuai dengan Pasal 21 huruf b Peraturan DPR No.1/2015 merupakan akumulasi sebagaimana tertuang dalam aturan. Terlebih Fraksi Golkar kemudian merespon dengan mengirimkan surat terkait pemberhentian Akom dari jabatan Ketua DPR.

Atas dasar itulah putusan MKD sejalan dengan keputusan dari DPP Partai Golkar yang diteruskan Fraksi Golkar di DPR dengan mengirimkan surat ke pimpinan DPR. “Itu amar keputusan memberhentikan dari jabatan pimpinan DPR atau memberhentikan dari jabatannya sebagai pimpinan alat kelengkapan dewan,” ujarnya. (Baca Juga: Ini Curhat Setya Novanto Setelah Mundur dari Kursi Ketua DPR)

Lebih jauh Suding mengatakan, dalam hukum acara MKD, terlapor sudah dipanggil dua kali ke MKD. Sayangnya, Akom tak pula memenuhi panggilan MKD untuk dimintakan keterangan seputar aduan pelapor. “Dan terakhir tadi dan ada surat yang bersangkutan tidak hadir. Hukum acara dipanggil secara patut,” pungkas politisi Hanura itu.
Tags:

Berita Terkait