Diusulkan Pengusaha, Independensi Calon Hakim Ad Hoc PHI Ini Dipertanyakan
Berita

Diusulkan Pengusaha, Independensi Calon Hakim Ad Hoc PHI Ini Dipertanyakan

Kekhawatiran adalah hal wajar dari anggota dewan. Tapi, Sugeng menampik memiliki agenda atau misi tertentu maupun keberpihakan terhadap APINDO.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Sugeng Santoso PN. Foto: youtube.com
Sugeng Santoso PN. Foto: youtube.com
Cecaran demi cecaran pertanyaan anggota Komisi III DPR dialamatkan ke calon hakim ad hoc Hubungan Industrial yang diperuntukkan di Mahkamah Agung, Sugeng Santoso PN. Pria kelahiran 1968 itu menjalani seleksi uji kelayakan dan kepatutan dalam rangka memperebutkan satu kursi hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial di Mahkamah Agung.

Menggunakan jas hitam, Sugeng nampak tenang mendengarkan satu demi satu anggota dewan melontarkan pertanyaan. Sesekali, jemarinya mencorat-coret di kertas yang ada di depannya mencatat dengan jelas. Sugeng bahkan mesti mengingat keras sejumlah nama anggota dewan yang ada di ruang Komisi III. Khawatir, salah menyebut nama anggota dewan.

Kali pertama, Junirmart Girsang mendapat giliran melontakan pertanyaan tajam. Anggota Komisi III ini menyoal Sugeng yang diusung oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Sebagai hakim yang nantinya menangani persoalan konflik antara buruh dengan pengusaha, boleh jadistanding Sugeng memiliki kepentingan karena APINDO pihak yang mengusungnya, hingga melenggang ke parlemen untuk menjalani seleksi kelayakan dan kepatutan.

Berpekara di pengadilan bukan hal baru bagi pria berlatar belakang advokat itu. Bagi Junimart, penegak hukum mesti adil. Terlebih, perkara yang ditangani soal buruh yang menyoal periuk nasi banyak orang. Makanya, Junimart pun tanpa tedeng aling-aling melontarkan pertanyaan menohok. (Baca Juga: KY Hanya Luluskan 2 Hakim Ad Hoc PHI MA)

“Saudara sebagai calon hakim ad hoc diusulkan oleh APINDO. Apakah anda tindak punya kepentingan. Karena perkara yang ditangani soal perusahaan dan buruh, dan biasanya yang diuntungkan adalah perusahaan,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu di ruang Komisi III DPR, Kamis (1/12).

Anggota Komisi III Sarifuding Sudding punya kekhawatiran yang sama. Penegakan hukum, bagi Sudding, belakangan menjadi fenomena yang tidak lagi murni karena proses hukum. Tetapi, penegakan hukum dikarenakan adanya tekanan-tekanan pihak lain. Akibatnya, aparat penegak hukum pun menjadi goyah.

Hakim hubungan industrial pun bakal mengalami persoalan yang sama. Sebagai hakim yang terbiasa menangani persoalan konflik antara buruh dengan perusahaan, Sugeng dinilai bakal pula menghadapi tekanan. Meski nantinya di balik tembok megah bernama Mahkamah Agung, bila memang nantinya terpilih. Lagi pula, pihak yang dihadapi tak saja pengusaha dan buruh, boleh jadi pemerintah.

“Tapi rasa-rasanya anda berpihak kepada perusahaan, karena anda diusulkan oleh APINDO,” ujarnya politisi Partai Hanura itu. (Baca Juga: Kasus Klasik Buruh Vs Perusahaan)

Kolega Junimart dan Suding di Komisi III, Aditya Mufti Ariffin, menambahkan putusan seorang hakim sejatinya tak boleh dikomentari oleh hakim lain. Namun sepanjang putusan sudah dibacakan hakim, maka menjadi hak publik pula untuk memberikan komentar. “Bagaimana kalau putusan anda tidak mencerminkan keadilan, apa putusan anda mau dianalisa dan dikritisi,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Sugeng menjawab satu per satu lontaran pertanyaan. Sugeng mengakui dirinya diusung oleh APINDO. Namun kehadirannya sebagai calon hakim ad hoc hubungan industrial tidak kemudian membawa beban dan misi dari APINDO. “Alhamdulillah itu tidak terjadi,” ujarnya.

Menurutnya, APINDO mempersilakan bagi siapa saja yang memiliki kemampuan. Bahkan bakal diberikan rekomendasi. Lagi pula, kata Sugeng, nama yang diusung APINDO pun dilakukan seleksi untuk kemudian ditindaklanjuti seleksi di Komisi Yudisial (KY). Ia memaklumi adanya kekhawatiran dari anggota dewan. (Baca Juga: Calon Ini Bicara Negara Hukum dan Negara Kesejahteraan)  

“Kekhawatiran itu bisa saja terjadi, tapi bisa dilihat dari track record yang bersangkutan,” katanya.

Mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Surabaya itu menilai buruh dan pengusaha mestinya berhubungan secara simbiosis mutualisme dan saling menguntungkan. Sebab dengan adanya hubungan harmonis antara buruh dan pengusaha, tak perlu terjadi konflik yang berujung di pengadilan.

Terkait dengan eksaminasi terhadap putusan, pria kelahiran Yogyakarta 9 Maret itu mempersilakan putusan hakim dianalisa, bahkan dikomentari publik. Sebabnya, putusan yang sudah dibacakan hakim menjadi hak publik. “Putusan pengadilan boleh dieksaminasi karena itu hak publik. Putusan adalah mahkota hakim dan boleh dianalisa dan itu hak publik,” ujarnya.

Baginya, nasib buruh bergantung pada sistem hukum yang berlaku di negara saat ini.

Tags:

Berita Terkait